Piagam Asimilasi Bandungan

Piagam Asimilasi atau Piagam Asimilasi Bandungan adalah sebuah piagam yang dicetuskan pada 15 Januari 1961 di Bandungan, Semarang, Jawa Tengah. Piagam ini ditandatangani oleh 30 tokoh Tionghoa Peranakan, di antaranya Goh Tjing Hok, Ong Hok Ham, Kwik Hway Gwan (ayah Kwik Kian Gie), Djokosamadio, dan Haji Junus Jahja (Lauw Tjhuan Tho) . Piagam ini kemudian menjadi awal lahirnya Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa.[1][2][3]

Inti dari piagam ini adalah penekanan terhadap pentingnya asimilasi orang Tionghoa ke dalam tubuh bangsa Indonesia yang tunggal. Pada masa Orde Baru, piagam ini dipergunakan dan diterapkan terus-menerus melalui Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa atau Bakom-PKB.[4]

Sejarah

sunting

Piagam ini didahului dengan dikeluarkannya “Statemen Asimilasi” di Jakarta pada 24 Maret 1960. Para penanda tangan pernyataan ini adalah sepuluh tokoh peranakan Tionghoa, bahkan beberapa di antaranya merupakan pendiri Baperki, tetapi memutuskan keluar pada 1955. Kemudian, pada 13-15 Januari 1961, tokoh-tokoh peranakan Tionghoa menyelenggarakan Seminar Kesadaran Nasional yang menghasilkan “Piagam Asimilasi” yang ditandatangani 30 orang.[3]

Peringatan

sunting

Ulang tahun Piagam Asimilasi yang ke-30 pada pernah diperingati dalam sebuah gelar wicara di RCTI.[1]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Suhandinata, Justian (2009). WNI keturunan Tionghoa dalam stabilitas ekonomi dan politik Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-4152-5. 
  2. ^ Raditya, Iswara N. "Junus Jahja, Tionghoa-Nasionalis Petinggi MUI". tirto.id. Diakses tanggal 2020-12-31. 
  3. ^ a b Soyomukti, Nurani (2012). Soekarno & Cina: nasionalisme Tionghoa dalam revolusi Indonesia, Soekarno dan poros Jakarta-Peking, sikap Bung Karno terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Garasi. ISBN 978-979-25-4910-2. 
  4. ^ Bevly, Beni (2008-05). Aku Orang Cina?. Lulu.com. ISBN 978-1-933564-99-9.