Pia, Sirisori Amalatu, Saparua Timur, Maluku Tengah

Pia adalah salah satu permukiman di Pulau Saparua. Secara administratif, permukiman ini berstatus sebagai dusun atau kampong dalam pemerintahan Negeri Sirisori Amalatu, Kecamatan Saparua Timur. Dusun ini terletak 10 km dari negeri induk dan berada di Jalan Raya Kulur-Saparua.

Sejarah

sunting

Menurut tuturan lisan yang dipercaya masyarakat Kulur dan Iha, wilayah Pia yang sekarang merupakan lokasi kampung lama Negeri Kulur. Kulur merupakan bagian dari kerajaan Iha yang berperang melawan VOC yang dibantu oleh beberapa negeri Sarane. Kekalahan Iha harus dibayar mahal. Tanah Pia diserahkan oleh VOC sebagai imbalan kepada Sirisori Amalatu.[1] Dalam tempo dua bulan, msyarakat Kulur yang sebelumnya tinggal di sana diusir ke ujung barat laut pulau, ke lokasi yang sekarang, yang wilayahnya relatif lebih kering dan kurang subur. Sejak saat itu, beberapa keluarga dari Sirisori Amalatu berpindah dan beranak-pinak di Pia.

Kampung Pia terlibat dalam konflik horizontal bernuansa SARA tahun 1999-2000 yang meluluhlantakkan Pulau Saparua. Pia bersama negeri-negeri Sarane di satu sisi menghadapi Kulur dan Sirisori Islam di sisi lain. Pada perkembangan berikutnya, ketika konflik semakin serius dan serang dari pihak Muslim semakin diperkuat, kampung ini dan negeri induk tidak dapat dipertahankan. Terjadi penyerangan hebat dan permukiman dihancurkan sepenuhnya pada September 2000.[2] Penduduk Pia mengungsi ke hutan-hutan dan dari sana mereka mencapai pengungsian di beberapa negeri tetangga yang beragama Kristen.

Kondisi wilayah

sunting

Pia merupakan ekslave, yang dengan negeri induk dipisahkan oleh pertuanan Negeri Tuhaha dan Saparua.

Batas-batas

sunting

Pia berbatasan dengan Porto dan Kulur di sebelah barat; Teluk Tuhaha di sebelah utara; pertuanan Tiouw dan Saparua di sebelah selatan; dan pertuanan Tuhaha di sebelah timur. Terdapat sengketa tentang batas tanah antara Sirisori Amalatu (dan Dusun Pia) dengan Saparua dan Tuhaha. Persengketaan yang sampai melahirkan konflik bersenjata yang serius terjadi dengan Tuhaha, sehingga perbatasan kedua negeri tergolong sebagai zona merah.

Demografi

sunting

Penduduk Pia tergolong sebagai suku Ambon asal Pulau Saparua. Kampung ini dengan negeri induk merupakan negeri Sarane, oleh karenanya semua penduduk aslinya beragama Kristen Protestan, yang dilayani utamanya oleh Gereja Protestan Maluku. Jemaat Pia beribadah di Gedung Gereja Ka’bah Oranje.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ 1989, hlm. 69.
  2. ^ Sumanto Al Qurtuby 2016.
  3. ^ "Kantor Camat Saparua Timur Akan Diresmikan Bulan Depan". Tribun Maluku. Masohi. 19 Januari 2015. Diakses tanggal 1 Juli 2024. 

Daftar pustaka

sunting
  • Interaksi antarsuku bangsa dalam masyarakat majemuk. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1989. hlm. 69.