Peter Sie (lahir dengan nama Sie Tiam Ie; 28 Desember 1929 – 1 April 2011) adalah seorang perancang busana terkemuka Indonesia.

Peter Sie

Saat kecil ia sudah tertarik dengan dunia jahit-menjahit. Ia mempelajari dunia jahit di Belanda pada tahun 19471953. Kembali ke Indonesia, ia segera merintis kariernya sebagai penjahit. Saat itu langganannya adalah nyonya-nyonya Tionghoa di sekitar rumahnya di Mangga Besar, Jakarta. Empat tahun kemudian ia mulai membuat sketsa-sketsa dan pada tahun berikutnya Sie berpameran di Hotel Des Indes (kini pertokoan Duta Merlin). Tahun 1974 ia sempat mengalami krisis saat tidak seorangpun langganan yang muncul. Atas saran salah seorang anggota stafnya, iapun mulai membuat beberapa buah baju untuk setiap rancangan. Sie bangkit untuk menjadi sukses dan karyanya yang dihargai tinggi digemari pelanggannya. Oleh sejumlah kalangan, Sie kini dianggap sebagai perintis mode Indonesia. Ia absen dari dunia mode sejak akhir tahun 1980-an namun pada tahun 2001 mengadakan pameran yang menampilkan sejumlah rancangan-rancangan lamanya serta meluncurkan otobiografinya.

Kehidupan Pribadi

sunting

Peter Sie merupakan perancang busana senior di Indonesia. Ia sempat mengenyam pendidikan di Vakschool Voor Kleermaker & Coupeuse, Den Haag, Negeri Belanda (1947-1953).

Ia memulai debutnya pada 1954 sebagai penjahit yang tidak dikenal. Langganannya adalah nyonya-nyonya keturunan China di seputar rumahnya (waktu itu), di bilangan Mangga Besar, Jakarta. Pada 1958 ia mulai membuat sketsa-sketsa. Tahun berikutnya berpameran di Hotel Des Indes (kini pertokoan Duta Merlin).

Sebagai perancang, Peter dikenal karena ketelitian dan kehalusan pengerjaan busana buatannya. Pelanggannya adalah para perempuan kalangan elite, termasuk keluarga Presiden Soekarno.

Dini Ronggo (60), staf Peter Sie, mengingat bagaimana Peter Sie juga pernah diundang membuat peragaan busana di istana semasa pemerintahan Presiden Soekarno. Krisis dialaminya pada 1974, ketika tidak seorang pun langganan muncul selama beberapa bulan. Seorang stafnya menyarankan, "Bikin saja baju jadi beberapa buah." Ini menyelamatkan keadaan. Pada saat posisinya makin kukuh sebagai pelopor perancang busana, sebagian orang menyebutnya sebagai satu-satunya perancang houte couture Indonesia. "Saya paling benci dibilang begitu. Untuk menjadi penjahit houte couture itu tidak sembarangan," kata Peter kala itu.

Peter anak bungsu dari tujuh bersaudara Sie Tjeng Hay, pemilik toko makanan di Bogor. Ia masih kanak-kanak ketika mulai tertarik pada jahit-menjahit, lantas dibimbing oleh Mak Wek—penjahit keluarganya yang datang setiap dua minggu. Pada usia 15 tahun, Peter berketetapan hati menjadi penjahit. Sekolah formalnya berantakan.

Dua tahun kemudian, oleh kakak iparnya, Kho Han Gao, ia diajak ke Negeri Belanda. Di sana, Peter masuk Vaschool voor Kleermaker & Coupeuse, Den Haag. Pulang ke Tanah Air, 1954, ia langsung merintis karier sebagai penjahit.

Pranala luar

sunting