Pertempuran Zhili-Fengtian Kedua

Pertempuran Zhili-Fengtian Kedua (atau terkadang ditulis Pertempuran Chihli-Fengtien Kedua; Hanzi sederhana: 第二次直奉战争; Hanzi tradisional: 第二次直奉戰爭; Pinyin: Dì'èrcì Zhífèng Zhànzhēng) pada 1924 adalah konflik antara Kelompok Fengtian yang didukung oleh Jepang yang saat itu berbasis di Manchuria, dengan Kelompok Zhili yang menggunakan sistem liberal dalam mengendalikan Beijing sehingga didukung oleh Anglo-Amerika yang memiliki kepentingan bisnis di Tiongkok. Pertempuran ini dianggap yang paling signifikan di era Panglima Perang, dengan terjadinya kudeta Beijing oleh panglima perang Kristen Feng Yuxiang sehingga mengarah pada kekalahan total Kelompok Zhili.

Pertempuran Zhili-Fengtian Kedua
Bagian dari Era Panglima Perang
Tanggal15 September 1924 - 3 November 1924
LokasiTiongkok Utara
Hasil Kelompok Fengtian menang
Pihak terlibat
Republik Tiongkok (1912–1949) Kelompok Zhili Kelompok Fengtian
Tokoh dan pemimpin
Wu Peifu Zhang Zuolin
Kekuatan
200.000 250.000
Korban
Ribuan plus 40.000+ ditangkap Puluhan ribu

Kedua Kelompok terlibat dalam pertempuran besar di dekat Tianjin pada Oktober 1924 dan sejumlah pertempuran kecil serta pengepungan. Setelah itu, baik Feng maupun Zhang Zuolin sebagai penguasa Kelompok Fengtian sepakat menunjuk Duan Qirui menjadi perdana menteri boneka. Di Tiongkok selatan dan tengah, banyak orang Tiongkok liberal yang kecewa dengan keberhasilan Kelompok Fengtian dan kekosongan kekuasaan sehingga menimbulkan gelombang demonstrasi. Pertempuran ini mengalihkan perhatian para panglima perang utara dari kaum Nasionalis dukungan Soviet yang berbasis di provinsi selatan Guangdong, sehingga Chiang Kai-shek dapat melakukan persiapan tanpa hambatan untuk meluncurkan Ekspedisi Utara (1926–1928) yang menyatukan Tiongkok di bawah kepemimpinannya.

Penyebab

sunting
 
Konflik Era Panglima Perang Jiangsu–Zhejiang.

Pada musim panas 1924, Kelompok Zhili yang dipimpin oleh Presiden Cao Kun dan didukung oleh militer Wu Peifu, menguasai sebagian besar Tiongkok dan pemerintah Beiyang yang diakui secara internasional. Kelompok Zhili tidak memiliki saingan nasional bahkan menikmati dukungan dari Washington dan Britania Raya.

Penyebab awal konflik adalah karena kendali Shanghai, kota dan pelabuhan terbesar Tiongkok yang secara hukum merupakan bagian dari provinsi Jiangsu dan berada di bawah kendali jenderal Zhili bernama Qi Xieyuan. Akan tetapi, Shanghai dalam praktiknya dikelola oleh jenderal Lu Yongxiang dari Kelompok Anhui karena Shanghai dianggap sebagai bagian dari Zhejiang yang merupakan provinsi terakhir di bawah kendali Kelompok Anhui yang saat itu kondisinya sudah sekarat (secara teknis wilayah itu dikuasai Kelompok Anhui, termasuk Shandong yang tetap diizinkan ada selama bersikap netral). Pada bulan September, pertempuran pecah ketika otoritas Zhejiang menolak menyerahkan administrasi kota kepada Qi Xieyuan. Zhang Zuolin dan Dr. Sun Yat-sen berjanji untuk membela Zhejiang sehingga memperluas konflik ke ujung utara dan ujung selatan. Sementara itu, Kelompok Fengtian memang ingin membalas kekalahannya dalam Pertempuran Zhili-Fengtian Pertama dan telah mempersiapkan diri secara intensif, sedangkan di pihak Kelompok Zhili malah terlalu melebih-lebihkan kekuatannya sendiri dan terbukti sama sekali tidak siap dalam menghadapi Pertempuran Zhili-Fengtian Kedua. Pertempuran 1924 ini lebih merusak ketimbang kekacauan lain sebelumnnya selama Era Panglima Perang, sehingga membuat pemerintah Beijing mengalami kebangkrutan.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ Waldron, Arthur, (1995) From War to Nationalism: China's Turning Point, 1924-1925, p. 5