Perkumpulan Rasa Dharma
Perkumpulan Rasa Dharma atau juga dikenal dengan Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong merupakan organisasi Tionghoa tertua di Semarang yang didirikan pada 9 Februari 1876.[1] Perkumpulan sosial-budaya peranakan Tionghoa ini awalnya merupakan perkumpulan seni budaya, yang kemudian bermetamorfosa menjadi perkumpulan dengan aktivitas sosial, seperti pelayanan kematian.[2][3][4][5][6][7][8]
Seiring berjalannya waktu, organisasi yang pada masanya dianggap sebagai perkumpulan elite Tionghoa Semarang ini mengalami sejumlah perubahan untuk tetap bertahan agar tidak tergerus kemajuan zaman.[9] Perubahan tersebut di antaranya dengan kembali menggelar berbagai acara bernuansa seni, memperkenalkan kembali tradisi dan budaya kepada kaum muda, serta berkolaborasi dengan organisasi-organisasi nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan bergerak dalam isu pluralisme, seperti Yayasan Budaya Mitra dan EIN Institute.[10][11][12]
Pada 6 Juli 2018, ketiga organisasi ini menggelar Bincang Publik “Kritik Sastra sebagai Media Kritik terhadap Penguasa”. Diskusi ini membahas karya novelis tragedi 1998,[13][14] Dewi Anggraini, berjudul My Pain My Country. Selain itu, untuk mengenang dua dekade peristiwa Mei 1998, perkumpulan ini pada 13 Mei 2018 menjadi tuan rumah acara doa bersama dengan memakai pita hitam dan makan rujak pare. Simbolisasi makna rujak pare ini, sebagaimana yang dijelaskan Ketua Perkumpulan Rasa Dharma, Harjanto Halim, sesuai dengan budaya Tionghoa bahwa jika suatu tradisi dikaitkan dengan makanan biasanya akan bertahan lama, seperti sembahyang Tang Cik, Tiong Jiu Pia, dan Cap Go Meh.[15] Hal inilah yang mendorong Harjanto menggagas acara makan rujak pare dengan sambal bunga kecombrang yang pedas sekali untuk merawat ingatan kolektif mengenai peristiwa kelam dalam sejarah keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia.[16][17][18][19][20]
Upaya ini tentu dimaksudkan untuk mengaktualisasikan budaya Tionghoa dalam konteks perkembangan sosial-politik di Indonesia. Salah satu upaya aktualisasi budaya lainnya yang telah ditorehkan oleh perkumpulan yang beranggotakan sekitar 500 orang ini adalah penghargaan terhadap mantan Presiden Abdurrahman Wahid melalui peletakan sinci (papan arwah yang terbuat dari kayu bertuliskan nama leluhur yang sudah meninggal dan diletakkan di altar penghormatan) Gus Dur di sebuah altar yang berada di Gedung Perhimpunan Rasa Dharma pada 24 Agustus 2014.[21][22][23][24]
Peletakan sinci ini selaras dengan budaya Tionghoa bahwa siapa pun yang berjasa (tidak terbatas kepada orang Tionghoa), terutama untuk komunitas Tionghoa, bisa diangkat sebagai orang yang dihormati dan diletakkan di altar untuk didoakan. Dalam kesempatan tersebut, Sinta Nuriyah Wahid, istri almarhum, secara resmi menyerahkan Sinci Gus Dur untuk ditempatkan di altar penghormatan Gedung Rasa Dharma bersama-sama dengan sinci para pendahulu Rasa Dharma lainnya. Pada kesempatan tersebut, Gus Dur juga dianugerahi gelar Bapak Tionghoa Indonesia.[25][26][27][28][29]
Selain menjadi upaya aktualisasi budaya, penghormatan ini adalah bentuk akulturasi budaya Tionghoa yang riil. Gus Dur bukan satu-satunya tokoh non-Tionghoa yang mendapatkan penghormatan serupa. Jauh sebelumnya, di Kelenteng Gie Yong Bio Lasem, patung (kimsin) Raden Panji Margono juga diletakkan di salah satu altar di kelenteng tersebut. Raden Panji Margono dikenal sebagai tokoh masyarakat Lasem pada masa lampau yang berjasa dalam memimpin Laskar Dampo Awang Lasem, gabungan pasukan Jawa-Tionghoa, dalam perang melawan penjajah Belanda tahun 1741.[30][31][32]
Pasang surut organisasi merupakan tantangan yang kini dialami oleh Perkumpulan yang berusia lebih dari 1 abad ini dan juga oleh hampir semua organisasi sosial sejenis yang bersifat nirlaba. Namun, mempertahankan organisasi yang menjadi bagian penting dari Pecinan Semarang ini menjadi krusial dan harus terus dilakukan. Hal ini tentu tidak menjadsi pekerjaan rumah pengurus Perkumpulan Rasa Dharma seorang. Apa yang dilakukan oleh Yayasan Budaya Widya Mitra, sebuah organisasi nonpemerintah yang berfokus kepada kerja-kerja seni budaya dalam kampanye kesadaran pelestarian kawasan Pecinan Semarang melalui program wisata edukasi tahunan “Widya Mitra Heritage Trail”, patut diapresiasi. Gedung Perkumpulan Rasa Dharma yang terletak di Jalan Gang Pinggir No. 31-31a Semarang ini menjadi salah satu tujuan jelajah sejarah “Widya Mitra Heritage Trail”.[33][34][35][36][37][38]
Rujukan
sunting- ^ "Memperingati Hari Lahir Boen Hian Tong Gelar Bhakti Sosial". Media Indonesia Jaya. Diakses tanggal 22 Mei 2022.
- ^ "Mengintip Perkumpulan Tionghoa Tertua di Semarang". Okezone News. Diakses tanggal 21 Mei 2022.
- ^ "145 Tahun Boen Hian Tong; Belajar Berindonesia dan Keberagaman di Rasa Dharma". Alif.ID. 2021-03-14. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ redaksi (2021-03-14). "145 Tahun Boen Hian Tong; Belajar Berindonesia dan Keberagaman di Rasa Dharma". Bagyanews.com. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ terasjateng.id (2022-05-14). "Pengurus Boen Hian Tong Periode 2022 – 2025 Dikukuhkan". terasjateng.id. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Cegah Corona, Rasa Dharma Bagikan Paket Hand Sanitizer | Kesehatan". www.gatra.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "CERITA KHAS, Gus Dur di Altar & Imlek di Semarang | Semarang Bisnis.com". Bisnis.com. 2018-02-08. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Basuh Kaki Orang Tua, Tradisi Unik Jelang Imlek yang Hampir Ditinggalkan". Jateng Today. 2021-02-11. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Prasetio, Michelle Nathania; Yuwono, Elisabeth Christine; Mardiono, Bambang (2016-06-29). "PERANCANGAN BUKU TENTANG KONTRIBUSI ETNIS TIONGHOA DI SEMARANG". Jurnal DKV Adiwarna. 1 (8): 9.
- ^ Times, I. D. N.; Fardianto, Fariz. "Panggil Para Dewa, Umat Tionghoa Terbangkan Uang Arwah di Gedung Rasa Dharma". IDN Times. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Ada Gus Dur di Altar Boen Hian Tong, Dianggap Bapak Tionghoa Indonesia". suara.com. 2021-02-12. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Sinuko, Damar. "Doa dan Sinci untuk Gus Dur, Sang Bapak Tionghoa Indonesia". nasional. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Herlambang, Adib Auliawan. "Mengenang Pahit Tragedi Mei 1998, Rasa Dharma Semarang Santap Rujak Pare - Ayo Semarang". Mengenang Pahit Tragedi Mei 1998, Rasa Dharma Semarang Santap Rujak Pare - Ayo Semarang. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Cerita Sinci Pembela HAM Korban 98 di Pecinan Semarang". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). 2021-05-23. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ danar (2019-10-27). "Banyak Menyumbang, Teladan Keluarga Halim". KRJogja. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Maya, E. R. "Penyerahan Buku "Langit Pecinan" untuk Perkumpulan Rasa Dharma - Suara Merdeka". Penyerahan Buku "Langit Pecinan" untuk Perkumpulan Rasa Dharma - Suara Merdeka. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Kabar Perempuan". Komnas Perempuan | Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Ma'arif, Nurcholis. "Cap Go Meh di Semarang, Walkot Hendi Sambangi Sinci Gus Dur". detiknews. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Mengenang Gus Dur di Boen Hian Tong | MURIANEWS" (dalam bahasa Inggris). 2022-02-05. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Cahyono, Budi. "Meskipun Pahit, Tragedi Pemerkosaan Etnis Tionghoa Mei 1998 Tidak Boleh Dilupakan - Ayo Semarang - Halaman 2". Meskipun Pahit, Tragedi Pemerkosaan Etnis Tionghoa Mei 1998 Tidak Boleh Dilupakan - Ayo Semarang - Halaman 2. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Ada Altar Gus Dur di Pecinan Semarang, Satu-satunya di Indonesia". Beta News. 2022-01-28. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Arif, Abdul. "Jelang Imlek, Warga Tionghoa Bersihkan Sinci Gus Dur di Gedung Rasa Dharma - Ayo Semarang". Jelang Imlek, Warga Tionghoa Bersihkan Sinci Gus Dur di Gedung Rasa Dharma - Ayo Semarang. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ JawaPos.com (2021-02-12). "Perkumpulan Tionghoa pun Peringati Haul Gus Dur". JawaPos.com. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ antaranews.com (2020-01-24). "Ganjar bersilaturahmi komunitas Tionghoa di Semarang jelang Imlek". Antara News. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Perkumpulan Tionghoa di Pecinan Semarang Ini Tak Sediakan Daging Babi saat Imlek, Ini Alasannya:". Halo Semarang. 2020-01-24. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Di Altar Sembahyang Gedung Rasa Dharma Semarang, Gus Dur Dihormati sebagai 'Bapak Tionghoa'". Halo Semarang. 2019-08-12. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Mojok.co. "Sinci Gus Dur di Altar Pecinan Semarang, Papan Arwah untuk Bapak Tionghoa | Mojok.co". LINE TODAY. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ BeritaSatu.com (2019-02-20). "Gus Dur, Boen Hian Tong, dan Hidup Bertoleransi di Semarang". beritasatu.com. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ MATAKIN (2021-02-07). "HUT ke 3 Kantin Kebajikan Semarang". Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Satu-satunya di Indonesia, Ada Nama Gus Dur di Sinci Altar Kawasan Pecinan Semarang" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Susanti, Erna Sari (2022-01-26). "Sambut Imlek, Sinci Gus Dur Dibersihkan". Berita Terkini Jawa Tengah dan DIY. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Redaksi (2019-02-20). "Gus Dur, Boen Hian Tong, dan Hidup Bertoleransi di Semarang". Nalar Politik. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Saputra, Imam Yuda (2020-01-28WIB16:50:58+00:00). "Ini 3 Tempat Legendaris di Pecinan Semarang yang Dikunjungi Ganjar..." Solopos.com. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ "Keliling Pecinan Jelang Imlek, Ganjar Salat Jumat di Masjid Peninggalan Diponegoro". Tempo. Diakses tanggal 22 Mei 2022.
- ^ "Cap Go Meh, Hendi Sambangi Sinci Gus Dur di Pecinan Semarang". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Semarang, Pemkot. "Cap Go Meh di Semarang, Hendi Sambangi Sinci Gus Dur | Pemerintah Kota Semarang". semarangkota.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Liputan6.com (2020-02-09). "Cap Go Meh di Semarang, Wali Kota Hendi Sambangi Sinci Gus Dur". liputan6.com. Diakses tanggal 2022-05-21.
- ^ Sudarwani, M. M. (2012-10-01). "SIMBOLISASI RUMAH TINGGAL ETNIS CINA STUDI KASUS KAWASAN PECINAN SEMARANG". Majalah Ilmiah MOMENTUM (dalam bahasa Inggris). 8 (2). doi:10.36499/jim.v8i2.429.
Daftar pustaka
suntingBuku
- Adrianne, Ananda Astrid (2013). Pecinan Semarang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-4245-73-3.
- Cahyono, Eduardus Didik (2021). Beda Tak Jadi Sekat. Yogyakarta: Kanisius. ISBN 978-979-2171-78-5.
- KKN MIT UIN Walisongo Semarang (2018). Moderasi Beragama Islam Itu Indah dan Ramah: Bunga Rampai. Semarang: Graf Literasi. ISBN 978-623-6186-14-5.
- Kurniawan, Hendra (2020). Kepingan Narasi Tionghoa Indonesia: The Untold Histories. Yogyakarta: Kanisius. ISBN 978-979-2164-79-4.
Buku lama
- Hidayatullah, Ahmad Fauzan (2005). Laksamana Cheng-Ho dan Kelenteng Sam Poo Kong: Spirit Pluralisme dalam Akulturasi Kebudayaan China, Jawa, dan Islam. Yogyakarta: Mystico Pustaka.
- Kelenteng Tay Kak Sie (2006). 鄭和史詩. Semarang: Yayasan Kelenteng Tay Kak Sie.
- Setiawan, E.; Kwa, Thong Hay (1990). Dewa-Dewi Kelenteng. Semarang: Yayasan Kelenteng Sam Poo Kong.
- Tio, Jongkie; Winatayuda, Victor S. (2002). Kota Semarang dalam Kenangan. Semarang: Sinar Indonesia.
Periksa
- Lan, Nio Joe (1962). Sastra Indonesia-Tionghoa. Jakarta: Gunung Agung.
- Suryadinata, Leo (1984). Dilema Minoritas Tionghoa. Yogyakarta: Grafitipers.
- Suryadinata, Leo (1986). Politik Tionghoa Peranakan di Jawa: 1917–1942. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jurnal
- Dahana, A. (April 2000). "Kegiatan Awal Masyarakat Tionghoa di Indonesia". Wacana. 2 (1). ISSN 1411-2272. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-23. Diakses tanggal 2022-05-22.
- Kurniawan, Hendra (November 2014). "Peran Etnis Tionghoa pada Masa Pergerakan Nasional: Kajian Pengembangan Materi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas". Penelitian. 18 (1). ISSN 1410-5071.