Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui
Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui atau dikenal sebagai Sultan Badrul Alam Syarif Lamtui al-Mutaawi Jamalul Lail (meninggal setelah 1712) adalah seorang sultan yang memerintah di Kesultanan Aceh pada periode yang singkat pada tahun 1702–1703. Perkasa Alam putra seorang Arab yang bernama Jamalul Lail yang diakui sebagai seorang sayyid yang merupakan keturunan Nabi Muhammad. Sejak tahun 1699 Kesultanan Aceh berada di bawah pemerintahan Wangsa Syarif.[1] Dari satu sumber yang agak diragukan kebenarannya dikatakan bahwa Perkasa Alam adalah kemenakan Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah, sultanah Aceh yang memerintah tahun 1688–1699. Perkasa Alam memerintah ketika kakaknya Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin turun tahta tahun 1702 dan meninggal dunia pada tahun yang sama. Setelah melewati masa transisi yang singkat setelah meninggalnya Badrul Alam semua pihak di kesultanan sepakat menobatkan Perkasa Alam menjadi sultan.
Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui | |
---|---|
Berkuasa | 1702–1703 |
Pendahulu | Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin |
Penerus | Sultan Jamalul Alam Badrul Munir |
Ayah | Jamalul Lail |
Dia bertahta dalam waktu yang singkat. Pada hari-hari pertama pemerintahannya dia memberlakukan pajak baru guna meningkatkan kondisi keuangan negara. Dia membebankan lagi bea pelabuhan bagi kapal-kapal Inggris yang masuk ke pelabuhan Aceh. Para pedagang Inggris yang merasa keberatan dengan pungutan pajak tersebut melawan dan melakukan pengepungan pelabuhan serta menembaki perkampungan di sekitar muara Krueng Aceh. Sementara para orang kaya dan Uleebalang yang tidak puas terhadap kebijakan sultan memungut pajak yang dikenakan bagi lahan pertanian dan tanah mereka memanfaatkan blokade Inggris itu untuk menggulingkan Perkasa Alam dengan melakukan pemberontakan.[2] Kemudian seorang putra pendahulunya, Alauddin yang sejak masa Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin telah dijanjikan sebagai sultan pengganti menduduki tahta pada bulan Juni tahun 1703. Dua bulan setelah masa transisi Alauddin diresmikan sebagai sultan dengan gelar kemudian ia naik tahta dengan gelar Sultan Jamalul Alam Badrul Munir.[3] Perkasa Alam kemudian pindah dan bermukim di desa Peusangan, sebuah wilayah di pantai utara Aceh. Tetapi pada tahun 1712 dia diserang dan diusir oleh 7.000 tentara yang dikirim oleh Jamalul Alam Badrul-Munir. Dia akhirnya tertangkap di Takengon dan nasibnya bertambah buruk setelah ia ditahan oleh penguasa baru.[4]
Referensi
suntingPranala luar
sunting- Coolhaas, W.P., ed. (1976) Generale missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie, Deel VI: 1698-1713. 's-Gravenhage: M. Nijhoff.
- Crecelius, D. and Beardow, E.A. (1979) 'A Reputed Acehnese Sarakata of the Jamal al-La'il Dynasty', Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 52, pp. 51–66.
- Djajadiningrat, Raden Hoesein (1911) 'Critische overzicht van de in Maleische werken vervatte gegevens over de geschiedenis van het soeltanaat van Atjeh', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 65, pp. 135–265.
- Lee Kam Hing (1995) The Sultanate of Aceh: Relations with the British, 1760-1824. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Didahului oleh: Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin |
Sultan Aceh 1702—1703 |
Diteruskan oleh: Sultan Jamalul Alam Badrul Munir |