Perjanjian Pirenia

Perjanjian Pirenia (bahasa Prancis: Traité des Pyrénées, bahasa Spanyol: Tratado de los Pirineos, bahasa Katalan: Tractat dels Pirineus, bahasa Portugis: Tratado dos Pirenéus) adalah suatu perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 7 Juli 1659 untuk mengakhiri perang antara tahun 1635-1659 antara Prancis dan Spanyol,[1] suatu perang yang awalnya bagian dari Perang Tiga Puluh Tahun yang lebih luas. Perjanjian ini ditandatangani di Pulau Faisans, suatu pulau sungai di perbatasan antara kedua negara yang tetap menjadi kondominium Prancis-Spanyol sejak perjanjian ini. Raja Louis XIV dari Prancis diwakili oleh Kardinal Mazarin dan Felipe IV dari Spanyol diwakili oleh Don Luis Méndez de Haro.[2]

Louis XIV dan Philip IV pada Pertemuan di Pulau Faisans pada bulan Juni 1660
Efek geopolitik Traktat Pyrénées (1659)

Latar belakang

sunting

Prancis memasuki masa Perang Tiga Puluh Tahun setelah kemenangan Habsburg Spanyol dalam Pemberontakan Belanda dalam tahun 1620-an dan di Pertempuran Nordlingen melawan Swedia pada tahun 1634. Memasuki tahun 1640, Prancis mulai ikut campur dalam politik Spanyol, dengan membantu pemberontakan di Catalunya, sementara Spanyol merespon dengan membantu pemberontakan Fronde di Prancis pada tahun 1648. Dalam negosiasi untuk Perdamaian Westfalen pada tahun 1648, Prancis memperoleh Sundgau dan memotong akses Spanyol ke Belanda dari Austria, yang mengarah pada perang terbuka antara Prancis dan Spanyol.

Setelah 23 tahun berperang, aliansi Anglo-Prancis menang dalam Pertempuran Dunkirk pada 14 Juni 1658, tapi tahun berikutnya perang terhenti ketika kampanye militer Prancis untuk merebut Milan dapat dikalahkan. Perdamaian terbentuk melalui Traktat Pyrenees pada November 1659.

Isi traktat

sunting
 
Medali perayaan Traktat (1660)

Prancis memperoleh Roussillon dan Perpignan, Montmédy dan bagian lain dari Luksemburg, Artois dan kota-kota lainnya di Flandria, termasuk Arras, Béthune, Gravelines, dan Thionville, dan perbatasan baru dengan Spanyol ditetapkan di Pyrénées.[3] Tetapi, traktat itu menetapkan hanya semua "desa" di utara Pyrénées seharusnya menjadi bagian dari Prancis. Karena Llívia adalah sebuah kota, saat itu sebagai ibu kota Cerdanya, dengan demikian secara tidak disengaja Llívia tidak termasuk sebagai bagian dari traktat itu dan menjadi eksklave Spanyol sebagai bagian dari comarca Baixa Cerdanya, Provinsi Girona. Di barat Pyrénées suatu garis perbatasan yang telah definitif ditarik dan keputusan dibuat untuk afiliasi politik-administratif mengenai daerah-daerah perbatasan di wilayah Basque, yaitu Baztan, Aldude, Valcarlos.

Spanyol terpaksa mengakui dan menegaskan semua yang diperoleh Prancis pada Perdamaian Westfalen.

Sebagai pertukaran untuk wilayah teritorial Spanyol yang lepas, Raja Prancis berjanji untuk menghentikan dukungannya kepada Portugal dan melepaskan klaimnya atas Kabupaten Barcelona, yang telah diklaim Monarki Prancis sejak Pemberontakan Catalunya (juga dikenal sebagai Perang Mesin Pemanen). Portugis memberontak pada tahun 1640, dipimpin oleh Adipati Braganza, yang didukung secara keuangan oleh Kardinal Richelieu dari Prancis. Setelah Pemberontakan Catalunya, Prancis mengendalikan Catalunya sejak Januari 1641, ketika pasukan gabungan Catalunya dan Prancis mengalahkan tentara Spanyol pada Pertempuran Montjuïc, hingga tahun 1652 setelah mereka dikalahkan oleh tentara Spanyol di Barcelona.[4] Meskipun tentara Spanyol merebut kembali sebagian besar Catalunya, Prancis menahan teritorial Catalunya di utara Pyrénées.

Traktat Pyrénées juga mengatur mengenai pernikahan antara Louis XIV dari Prancis dan Maria Teresa dari Spanyol, putri dari Felipe IV dari Spanyol. Maria Teresa dipaksa untuk melepaskan klaimnya atas takhta Spanyol, dengan imbalan uang sebagai bagian dari maharnya. Uang tersebut tidak pernah dibayarkan, salah satu faktor yang akhirnya menyebabkan Perang Devolusi pada tahun 1668. Dalam Pertemuan di Pulau Faisans pada bulan Juni 1660, kedua raja dan menteri-menteri mereka bertemu, dan sang putri memasuki Prancis.

Selain itu, Inggris memperoleh Dunkirk, meskipun mereka memilih untuk menjualnya ke Prancis pada tahun 1662.

Konsekuensi

sunting

Traktat Pyrénées adalah pencapaian diplomatik besar terakhir bagi Kardinal Mazarin. Dikombinasikan dengan Perdamaian Westfalen, traktat ini memungkinkan Louis XIV memperoleh stabilitas luar biasa dan keuntungan diplomatik melalui pelemahan Louis II de Bourbon, Pangeran de Condé dan pelemahan kerajaan Spanyol, dengan mahar yang disetujui, yang merupakan elemen penting dalam strategi Raja Prancis.

 
Peta Catalunya, yang menunjukkan pemisahan wilayahnya melalui Traktat Pyrénées.

Yang terpenting dari semua, menjelang tahun 1660, ketika pendudukan Swedia atas Polandia berakhir, sebagian besar benua Eropa berada dalam keadaan damai (Perang Restorasi Portugal, tahap ketiga) dan Bourbon telah mengakhiri dominasi Habsburg.[5][6] Di Pyrénées, traktat yang ditandatangani menghasilkan penetapan perbatasan pabean dan pembatasan bebasnya aliran orang dan barang lintas perbatasan.

Aneksasi Prancis

sunting

Dalam konteks perubahan teritorial yang terkait dengan Traktat, Prancis memperoleh beberapa wilayah, baik di utara maupun selatan perbatasan.

  • Di utara, Prancis memperoleh Flandria Prancis.
  • Di selatan:
  1. Di timur: bagian utara dari Catalunya Historis, meliputi Roussillon, Conflent, Vallespir, Capcir, dan Cerdagne Prancis, dialihkan ke Prancis, yang kemudian dikenal sebagai "Catalunya Utara".
  2. Di barat: Para pihak sepakat untuk menempatkan bersama-sama kelompok lapangan untuk mengkompromikan garis batas pada tanah-tanah sengketa di sepanjang Pyrénées Basque, yang melibatkan Sareta—Zugarramurdi, Ainhoa, dll.— Aldude, dan ganjalan bagi Spanyol, Valcarlos.

Referensi

sunting
  1. ^ J. P. Cooper (20-12-1979). The New Cambridge Modern History: Volume 4, The Decline of Spain and the Thirty Years War, 1609-48/49. CUP Archive. hlm. 428. ISBN 978-0-521-29713-4. 
  2. ^ Peter Sahlins (1989). Boundaries: The Making of France and Spain in the Pyrenees. University of California Press. hlm. 25. ISBN 978-0-520-91121-5. 
  3. ^ Maland M.A., David (1991). Europe in the Seventeenth Century (edisi ke-Second). Macmillan. hlm. 227. ISBN 0-333-33574-0. 
  4. ^ Pendrill, Colin (2002). Martin Collier, Erica Lewis, ed. Spain 1474 - 1700. Heinemann Advanced History, The Triumphs and Tribulations of Empire. hlm. 142–143. ISBN 978-0-435-32733-0. 
  5. ^ J. P. Cooper (20-12-1979). The New Cambridge Modern History: Volume 4, The Decline of Spain and the Thirty Years War, 1609-48/49. CUP Archive. hlm. 431–432. ISBN 978-0-521-29713-4. 
  6. ^ Stewart P. Oakley (28-06-2005). War and Peace in the Baltic, 1560-1790. Routledge. hlm. 84–85. ISBN 978-1-134-97451-1. 

Pranala luar

sunting