Perburuan paus di Norwegia

Perburuan paus di Norwegia melibatkan perburuan bersubsidi paus minke yang biasa digunakan sebagai sumber makanan hewan dan manusia di Norwegia, serta merupakan komoditas ekspor ke Jepang. Perburuan paus telah menjadi bagian dari budaya pesisir Norwegia selama berabad-abad, dan operasi komersial yang menargetkan paus minke; telah terjadi sejak awal abad ke-20.[1] Beberapa masih melanjutkan praktik ini pada zaman modern,[2] meskipun sangat sedikit orang Norwegia yang makan daging paus.[3]

Sejarah

sunting

Penduduk Norwegia menangkap paus di lepas pantai Tromsø di awal abad ke-9 atau ke-10. Suku Viking dari Norwegia juga memperkenalkan metode penangkapan paus dengan mengendarai cetacea kecil, seperti paus pilot, ke fjord di Islandia. Cerita rakyat suku Norse, dan dokumen kuno lainnya, memberi sedikit rincian tentang perburuan paus Norwegia. Cerita rakyat tersebut juga menceritakan beberapa perselisihan antara keluarga dengan bangkai paus, tetapi tidak menggambarkan perikanan paus yang terorganisir di Norwegia.[4]

Penangkapan paus dengan tombak dipraktekkan di Samudera Atlantik Utara pada awal abad ke-12. Dengan kapal terbuka, pemburu menyerang paus, dengan tombak bertanda, dengan tujuan untuk menemukan karkas beached untuk mengklaim bagian yang benar.[5]

Svalbard

sunting

Dari awal abad ke-17 hingga abad ke-18, pemburu paus Basque berburu hingga Svalbard utara dan Pulau Bear, dan membolehkan partisipasi ekspedisi penangkapan paus Belanda dan Inggris di sana. Persaingan antar negara menyebabkan eksploitasi berlebihan stok paus (dan konflik angkatan laut bersenjata pada tahun 1613, 1618, 1626, 1634, dan 1638). Pada pertengahan abad ke-17 negara-negara Eropa lainnya juga memburu paus di perairan yang menguntungkan ini.[6]

Paus diburu khususnya untuk membuat minyak dari lemaknya; serta untuk produksi sabun, cat, pernis, dan banyak lagi - termasuk minyak untuk penerangan. Baleen atau tulang paus, juga digunakan pada produk seperti korset dan payung. Setibanya di Spitsbergen, para penangkap paus akan memasang jangkar, lalu membangun sebuah stasiun pantai dengan bahan-bahan dari kapal. Paus terlihat dari pantai, kemudian dikejar dan ditombak berulang kali dari haluan shallop. Karkas paus kemudian ditarik ke stasiun pantai tempat lapisan lemak dihilangkan dan direbus. Pada akhirnya, minyak paus disimpan dalam tong kayu yang kemudian dimuat pada kapal yang berlabuh.[6]

Belanda menggunakan Pulau Jan Mayen sebagai basis penangkapan paus, serta mendirikan stasiun pantai semi permanen di awal abad ke-17 di Pulau Amsterdam, Svalbard, yang menjadi desa Smeerenburg. Kapal Norwegia juga dikirim ke Svalbard selama abad ke-18.[7]

Konsumsi dan Subsidi

sunting

Konsumsi

sunting

Daging paus yang ditangkap di Norwegia diekspor ke Jepang, kemudian digunakan sebagai makanan hewan, atau manusia. Pada tahun 2014, sebanyak 113 metrik ton atau setara dengan 75 paus, dijual sebagai pakan ternak untuk industri bulu.[8] Sejumlah 736 paus ditangkap pada tahun 2014.[3] Di Norwegia, daging paus juga digunakan sebagai makanan hewan peliharaan.[9] Di bawah 5% penduduk Norwegia memakan daging paus.[3] Jepang menerima eksport daging paus, namun harus menolaknya karena adanya kontaminasi aldrin, dieldrin, and chlordane.[3] Di awal tahun 1992, kebanyakan penduduk Norwegia berpendapat bahwa memakan daging paus tidak pantas.[10]

Subsidi

sunting

Pemerintah Norwegia membayar subsidi yang setara dengan setengah dari nilai paus tangkapan.[9] Subsidi tersebut termasuk pembebasan pajak pada bahan bakar, serta biaya untuk mensubsidi konsumsi hewan peliharaan.[10]

Referensi

sunting
  1. ^ Norwegian whaling | Greenpeace International Diarsipkan October 19, 2010, di Wayback Machine.
  2. ^ Norway, Embassy in Canada: Norwegian minke whaling Diarsipkan October 24, 2007, di Wayback Machine.
  3. ^ a b c d Bryce, Emma (2015-03-23). "Japan refuses Norway's toxic whale meat". The Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-23. 
  4. ^ Ellis, Richard (1999). Men and Whales. The Lyons Press. hlm. 40–41. ISBN 978-1-55821-696-9. 
  5. ^ Kraus, Scott D.; Rolland, Rosalind (2007). The urban whale: North Atlantic right whales at the crossroads. Harvard University Press. hlm. 45. ISBN 978-0-674-02327-7. 
  6. ^ a b Ellis, Richard (1999). Men and Whales. The Lyons Press. hlm. 47–60. ISBN 978-1-55821-696-9. 
  7. ^ Ellis, Richard (1999). Men and Whales. The Lyons Press. hlm. 62–66. ISBN 978-1-55821-696-9. 
  8. ^ Bale, Rachael (2016-03-31). "Norway's Whaling Program Just Got Even More Controversial". National Geographic. Diakses tanggal 2017-12-23. 
  9. ^ a b "Whaling in Norway". WDC, Whale and Dolphin Conservation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-23. 
  10. ^ a b Palmer, Brian (2014-09-10). "Norwegians Hate Whale Meat. So Why Does the Country Insist on Whaling?". Huffington Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-23. 

Pranala luar

sunting