Penyeberangan Laut Merah

Penyeberangan Laut Merah (atau Penyeberangan Laut Teberau; bahasa Ibrani: קריעת ים סוף‎, Kriat Yam Suph; bahasa Inggris: Crossing of the Red Sea) adalah bagian dari perjalanan bangsa Israel setelah keluar dari Mesir yang dipimpin oleh nabi Musa dicatat dalam Kitab Keluaran 13:17–14:29. Ketika itu Bani Israel baru saja meninggalkan Mesir dan mengembara ke padang gurun. Allah memerintahkan Nabi Musa dan Bani Israel keluar dari perbudakan di Mesir dan pergi ke tanah Kanaan yang telah dijanjikan kepada mereka. Allah memerintahkan mereka keluar pada waktu malam. Awalnya Firaun membiarkan mereka pergi, setelah mengalami tulah semua anak sulung orang Mesir meninggal. Tetapi kemudian, Firaun mengejar Bani Israel ini dengan kereta hingga ke Laut Merah. Orang-orang Israel ketakutan karena mereka tidak dapat melawan dan pasti akan ditawan kembali. Namun Nabi Musa menyatakan bahwa Allah bersamanya dan memberi petunjuk kepadanya.

"The Crossing of the Red Sea", Nicholas Poussin

Atas perintah Tuhan Allah, Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu Allah menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.[1]

Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka—segala kuda Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda—sampai ke tengah-tengah laut. Dan pada waktu jaga pagi, Allah yang di dalam tiang api dan awan itu memandang kepada tentara orang Mesir, lalu dikacaukan-Nya tentara orang Mesir itu. Ia membuat roda keretanya berjalan miring dan maju dengan berat, sehingga orang Mesir berkata: "Marilah kita lari meninggalkan orang Israel, sebab Tuhanlah yang berperang untuk mereka melawan Mesir."[2]

Berfirmanlah Allah kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda." Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, maka menjelang pagi berbaliklah air laut ke tempatnya, sedang orang Mesir lari menuju air itu; demikianlah Allah mencampakkan orang Mesir ke tengah-tengah laut. Berbaliklah segala air itu, lalu menutupi kereta dan orang berkuda dari seluruh pasukan Firaun, yang telah menyusul orang Israel itu ke laut; seorangpun tidak ada yang tinggal dari mereka.[3]

Tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut, sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Demikianlah pada hari itu Allah menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut. Ketika dilihat oleh orang Israel, betapa besarnya perbuatan yang dilakukan Allah terhadap orang Mesir, maka takutlah bangsa itu kepada Allah dan mereka percaya kepada Allah dan kepada Musa, hamba-Nya itu.[4]

Lokasi kejadian

sunting
 
Laut Merah (Red Sea) terpisah di bagian utara oleh Semenanjung Sinai menjadi Teluk Suez (Gulf of Suez) di sebelah barat (kiri) dan Teluk Aqaba (Gulf of Aqaba), di sebelah timur (kanan).

Sampai sekarang, lokasi sebenarnya belum ditemukan.

  • Dalam Alkitab dicatat bahwa sebelum menyeberang, bangsa Israel "berkemah di depan Pi-Hahirot, antara Migdol dan laut; tepat di depan Baal-Zefon."[5]
  • Menurut Kamus Browning: 'Laut Merah' yang dilewati orang Israel setelah meninggalkan Mesir, lebih tepat diterjemahkan "laut, atau danau buluh (teberau)", dan mungkin menunjuk pada rawa-rawa dari Danau Timsah, yang sekarang adalah bagian dari Terusan Suez (Keluaran 14:18). Danau Timsah itu adalah sebuah danau berair asin, yang terletak tepatnya di sebelah utara Teluk Suez.
  • Kemungkinan lain di Delta Nil (Wadi Tumilat).
  • Kota Nuweiba di Teluk Aqaba juga diperkirakan sebagai tempat penyeberangan. Nuweiba adalah kependekan dari bahasa Arab Nuwayba'al Muzayyinah yang berarti air yang dibelah Musa. Ron Wyatt, seorang arkeolog amatir Amerika Serikat, mengaku pernah menyelam di lokasi ini dan mengambil foto roda kereta Mesir kuno pada tahun 1978.[6]

Tradisi Islam

sunting

Kisah ini juga disebutkan dalam Al-Quran Surah 26: Al-Shu'ara ayat 60-67. Dalam Al-Quran, Allah menjanjikan mayat Firaun kekal hingga kini untuk djadikan bahan pedoman bagi manusia yang tinggal di bumi kini. Sejumlah pakar arkeologi menyatakan telah menemukan mummi dari Firaun yang tenggelam dan kini dipamerkan di Museum Mesir. (Al Quran:26:60-67).[7].

Hari Asyura

sunting

Hari Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan terjadi pada hari ke-10 bulan Muharam. Hari ini dinamakan Hari Asyura dan sudah diperingati sebelum zaman Nabi Muhammad. Ketika masuk ke kota Madinah, Nabi Muhamad mendapati orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Orang Yahudi menjelaskan kepada Nabi bahwa pada hari itu, Nabi Musa telah diselamatkan dari kejaran tentara Firaun.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Pustaka tambahan

sunting
  • W.R.F. Browning, [books.google.co.id/books?id=srLKuVhNimIC Kamus Alkitab: A Dictionary of the Bible], BPK Gunung Mulia