Pendem, Jembrana, Jembrana

kelurahan di Kabupaten Jembrana, Bali

8°21′16″S 114°37′43″E / 8.354371°S 114.628517°E / -8.354371; 114.628517

Pendem
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenJembrana
KecamatanJembrana
Kodepos
82111
Kode Kemendagri51.01.05.1001 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS5101021008 Edit nilai pada Wikidata
Luas18,48 km²[1]
Jumlah penduduk10.240 jiwa (2016)[1]
10.207 jiwa (2010)[2]
Kepadatan553 jiwa/km² (2010)
Jumlah KK2.826[1]


Pendem adalah kelurahan yang berada di kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, provinsi Bali, Indonesia.[3][4]

Demografi

sunting

Penduduk kelurahan Pendem sampai dengan tahun 2016 berjumlah 10.240 jiwa terdiri dari 4.813 laki-laki dan 5.427 perempuan dengan sex rasio 88,69.[1]

Sejarah

sunting

Pada pertengahan abad ke 14 disebelah selatan Kabupaten Jembrana terletak sebuah desa dipinggir laut yang diperintah oleh seorang raja yang bernama I Gusti Rangsasa. Raja ini sangat ketat menjalankan peraturan pemerintahannya, antara lain barang siapa yang melalui/melewati daerahnya harus menyembah pada raja.

Pada waktu itu turunlah ke Bali seorang brahmana/pendeta dari majapahit yang beliau diberi nama Danghyang Nirarta/Pedanda Sakti Wawurawuh. Setibanya beliau didaerah kekuasannya Raja I Gusti Rangsasa, lalu beliau dicegat oleh para pengawal Raja dan dimohon untuk menyembah rajanya. Beliau menyampaikan bahwa beliau tidak boleh menyembah manusia, yang mana bila beliau lakukan akan menimbulkan malapetaka bagi kerajaan itu, tetapi para pengawal bersikeras untuk memaksa beliau agar mau menyembah dan kalau tidak mengindahkan, maka beliau akan dibunuh. Akhirnya karena beliau di paksa untuk menyembah raja, lalu beliau mengatakan kepada para pengawal raja, apakah nanti akan berani menanggung resiko/akibatnya, para pengawal raja menjawabnya, bahwa apapun yang akan terjadi mereka akan berani menanggung akibatnya.

Oleh karena demikian, maka pada waktu ida pendanda bersiap (ngregepan) akan melakukan sembah, terjadilah suatu keajaiban yaitu Puri Gusti Rangsasa menjadi hancur berantakan. Mengetahui hal tersebut bahwa ada seorang sakti datang, akhirnya Raja I Gusti Rangsasa lari ke arah Utara diiringi oleh rakyat beliau yang masih setia menembus hutan belantara. Daerah bekas puri I Gusti Rangsasa hancur berantakan itu di sebut dengan “Puri Encak” yang kemudian berubah ucapan menjadi Purancak dan lumrah di sebut dengan “Perancak“.

Pelarian I Gusti Rangsasa ke arah utara itu, melalui rawa-rawa (bahasa Jawanya Jember) dan Hutan (bahasa Jawa Kunonya Wana), sehingga daerah ini disebut dengan Jember Wana atau Jimbarwana dan berubah ucap menjadi Jembrana.

Kemudian setibanya Beliau di Daerah yang telah dirasakan aman, beliau mendirikan pemukiman baru dan akhirnya beliau wafat di sana. Tempat beliau wafat itu sekarang di sebut Banjar Sawe Rangsasa (sawe artinya Mayat). Jadi daerah tersebut bernama “mayat I Gusti Rangsasa” yang terletak di kelurahan Dauh Waru, yang berbatasan dibagian Timur dengan Kelurahan Pendem.

Mayat (Sawe) beliau akhirnya dikubur (di Pendem) di Daerah sebelah Baratnya, yang dewasa ini bernama Daerah Pendem, (karena tempat mengubur/memendem mayat Raja I Gusti Rangsasa) dan pada tahun 1981 telah di tingkatkan menjadi Kelurahan Pendem.

Sedangkan mengenai nama-nama lingkungan di Kelurahan Pendem dikatakan bahwa, pengiring Raja I Gusti Rangsasa yang banyak jumlahnya itu karena menempuh hutan belantara banyak yang kesasar/salah jalan sehingga terpisah dengan Raja dan rombongannya, lalu tiba pada suatu tempat, disana mereka membuat pemukiman baru dan oleh karena mereka dalam pelarian itu membawa “Busana Dewa Anak Agung“ dengan demikian daerah baru tersebut mereka beri nama “Dewasana“. Dan untuk peringatan mereka kemudian mendirikan tempat persembahyangan (Pura) yang disebut dengan Pura Dewasana dan sampai sekarang masih tetap disungsung oleh warga di masyarakat di lingkungan Dewasana.

Di lingkungan Dewasana ini terdapat sebuah batu besar dan disekitarnya tumbuh pohon Enau (Jaka) yang pada suatu ketika salah satu pohon Enau tersebut tumbang dan menimpa batu terdebut, sehingga batu itu pecah menjadi dua dan sekarang disebut dengan Batu Belah. Dari belahan batu tersebut keluar air secara menitis yang sangat jernih mengalir ke arah selatan dan membuat alur sebuah sungai kecil yang diberi nama tukad titis. Aliran sungai itu sangat kecil, sehingga setibanya pada daerah dibawahnya tidak dapat menutupi seluruh permukaan dasar sungai, dimana paras yang ada di daerah itu yang terletak di bagian bawah sungai itu tetap tersimbul keluar ke permukaan air dan dalam jarak yang panjang. Jadi seolah-olah di tengah sungai tersebut terdapat pulau yang terdiri dari paras. Oleh penduduk di sebut dengan pancar, karena jaraknya yang panjang di sebut dawe (Bahasa Bali) lalu daerah itu diberi nama Pancardawa.

Kemudian air sungai tersebut terus mengalir kearah selatan dimana daerah itu merupakan tempat memendam sawe I Gusti Rangsasa dan sampai sekarang tetap bernama Pendem dan daerah aliran sungai titis terus dimanfaatkan untuk pertanian.

Sedangkan lingkungan paling selatan yaitu pada waktu pengiring I Gusti Rangsasa selesai melaksanakan upacara memendem mayat (sawe) rajanya, dengan hati sangat sedih membuat pemukiman baru dibagian selatan teben dari bekas memendem rajanya, mereka namakan daerah baru tersebut sebetan, karena mereka dengan hati sebet/sedih ditinggalkan wafat oleh rajanya. Sejak tahun 1966 nama Banjar Sebetan akhirnya diganti menjadi Banjar Satria, karena pada tahun 1940 di pinggir selatan dari wilayah Banjar Sebetan digunakan sebagai Asrama Militer kala Zaman Penjajahan dan untuk memberikan kesan bahwa penduduk didaerah ini agar suaya tidak lagi dibayangi oleh perasaan bersedih hati (sebet).

Adapun nama-nama pejabat kepala desa/lurah Pendem adalah sebagai berikut :

  1. Dari tahun 1914 hingga tahun 1919 dipimpin oleh Pan Kanda.
  2. Dari tahun 1919 hingga tahun 1927 dipimpin oleh I Gede Tulis.
  3. Dari tahun 1927 hingga tahun 1932 dipimpin oleh I Nyoman Tisna.
  4. Dari tahun 1933 hingga tahun 1934 dipimpin oleh I Ketut Seriwa.
  5. Dari tahun 1935 hingga tahun 1955 dipimpin oleh I Gede Tulis.
  6. Dari tahun 1956 hingga tahun 1965 dipimpin oleh I Gusti Putu Tegeh.
  7. Dari tahun 1966 hingga tahun 1971 dipimpin oleh I Made Nulaba.
  8. Dari tahun 1972 hingga tahun 1973 dipimpin oleh I Gusti Putu Segel.
  9. Dari tahun 1974 hingga tahun 1979 dipimpin oleh I Wayan Kedi.
  10. Dari tahun 1980 hingga tahun 1990 dipimpin oleh I Nengah Teler.
  11. Dari tahun 1991 hingga tahun 1994 dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai Budi.
  12. Dari tahun 1995 hingga tahun 1998 dipimpin oleh Ida Bagus Wesnawa.
  13. Dari tahun 1999 hingga tahun 2001 dipimpin oleh I Ketut Setiawan.
  14. Dari tahun 2001 hingga tahun 2005 dipimpin oleh I Gede Priadi, S.Sos.
  15. Dari tahun 2006 hingga tahun 2010 dipimpin oleh I Wayan Sudana, S.Sos.
  16. Dari tahun 2010 hingga tahun 2011 dipimpin oleh I Wayan Yudana, S.STP.
  17. Dari tahun 2011 hingga tahun 2012 dipimpin oleh I Wayan Wilantara, S.STP.
  18. Dari tahun 2012 hingga sekarang dipimpin oleh I Putu Gde Oka Santhika, S.STP.

Kondisi Geografis

sunting

Kelurahan Pendem terletak pada sebagian daerah dataran rendah dan sebagian lagi merupakan daerah pegunungan yang terbentuk memanjang dari sebelah Utara sampai keselatan yang panjangnya lebih kurang 8 kilo meter jarak dari sebelah Timur sampai ke Barat lebih kurang 2 kilo meter.

Kelurahan pendem adalah salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, dengan batas-batas sebagai berikut :

Utara Desa Banyupoh (Hutan negara)
Timur Kelurahan Dauhwaru
Selatan Kelurahan Loloan Timur
Barat Kelurahan Baler Bale Agung dan Kelurahan Banjar Tengah

Perlu juga diketahui bahwa letak Kelurahan Pendem dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi dan akomodasi lainnya yang ada di Bali, antara lain :

  • Jarak Kelurahan Pendem dengan Kecamatan Jembrana 1 km.
  • Jarak Kelurahan Pendem dengan Kabupaten Jembrana 1 km.
  • Jarak Kelurahan Pendem dengan Provinsi Bali 95 km.
  • Jarak Kelurahan Pendem dengan Pelabuhan Gilimanuk 31 km.[5]

Pemerintahan

sunting

Pembagian Administrasi

sunting

Per April 2016, jumlah penduduk di Kelurahan Pendem berjumlah 10.217 jiwa, jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.800 berdasarkan rekapitulasi dari masing–masing Lingkungan se-Kelurahan Pendem.

No. Lingkungan Jumlah
KK
Jumlah
Penduduk
Luas Wilayah
(km²)
Kepala
Lingkungan[6]
1 Lingkungan Dewasana 546 KK 1.736 Jiwa 11,39 km² I Wayan Sunarta
2 Lingkungan Pancardawa 446 KK 1.711 Jiwa 2,81 km² I Putu Sagung Suparwayasa
3 Lingkungan Pendem 765 KK 3.350 Jiwa 3,19 km² I Gusti Putu Wiradi
4 Lingkungan Satria 1.043 KK 3.420 Jiwa 2,31 km² I Ketut Parwata
Jumlah 2.800 KK 10.217 Jiwa 19,70 km²

Desa Pekraman

sunting

Kelurahan Pendem terdiri atas 1 (satu) Desa Pekraman yaitu Desa Pekraman Kerta Jaya Pendem.

Banjar Pekraman

sunting
  1. Banjar Pekraman Kerta Sentana Dewasana
  2. Banjar Pekraman Kerta Budaya Pancardawa
  3. Banjar Pekraman Kerta Asih Pendem
  4. Banjar Pekraman Kerta Wisesa Satria[5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d "Kecamatan Jembrana dalam Angka 2017". Badan Pusat Statistik Indonesia. 2017. Diakses tanggal 4 Oktober 2019. 
  2. ^ "Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010" (PDF). Badan Pusat Statistik. 2010. hlm. 132. Diakses tanggal 14 Juni 2019. 
  3. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  4. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  5. ^ a b https://lurahpendem.wordpress.com/kondisi-dan-potensi-kelurahan-pendem/
  6. ^ Data belum tentu sesuai dengan kondisi di lingkungan terkait.

Pranala luar

sunting