Pembantaian Tianjin

Pembantaian Tianjin (Hanzi: 天津教案; Pinyin: Tiānjīn Jiào'àn; harfiah: 'Kasus Keagamaan Tianjin'), juga ditulis sebagai Pembantaian Tientsin, adalah penyerangan terhadap misionaris dan orang yang telah berpindah agama ke Kristen di akhir abad ke-19, di akhir dinasti Qing. Tercatat 60 korban meninggal pada penyerangan terhadap pastor dan biarawati Katolik dari Prancis. Terdapat perselisihan yang kuat dari diplomat Prancis, dan intervensi militer asing di Tianjin pada tahun 1870. Insiden ini hampir memicu perang dan menandai berakhirnya kerja sama relatif antara kekuatan asing dan istana Tongzhi, dan berefek buruk pada percobaan renegosiasi Perjanjian Tientsin yang pertama ditandatangani pada tahun 1858. Pembantaian ini ditargetkan oleh anti-Kristen Tiongkok yang dipimpin oleh bangsawan lokal yang merasa perlu untuk mempertahankan Konfusianisme. Kerusuhan yang dipicu oleh rumor palsu tentang pembunuhan bayi menyebabkan kematian seorang konsul Prancis dan memicu krisis diplomatik.

Latar belakang

sunting
 
Église Notre-Dame-des-Victoires, dibangun tahun 1869, adalah tempat Pembantaian Tianjin.

Sekitar tahun 1860, seorang pendeta Lazaris, Joseph Tsiou, memulai misi di Tianjin. Tsiou adalah seorang dokter yang mahir, yang mempraktikkan baptis pada bayi sakit keras yang tidak dapat ia sembuhkan. Hal ini menyebabkan impresi bahwa baptis menyebabkan kematian dan terdapat oposisi terhadap hal ini di dalam populasi. Tsiou meninggal pada 1861 dan digantikan oleh misionaris Prancis dan biarawati dari kongregasi Putri Amal [en]. Untuk mempertahankan kepopuleran program Kanak-Kanak Suci [en] saat itu, misi dilanjutkan dengan praktik pengajaran dan pembaptisan anak-anak yang sakit yang ditinggalkan.[1][2]

Rumor palsu beredar bertahun-tahun bahwa para misionaris membunuh anak-anak untuk mengambil mata mereka sebagai bahan untuk obat mahal.[3] Pada bulan Juni 1870, rumor menyebar ke seluruh Tiongkok tentang biarawati Katolik yang menggunakan hadiah uang kecil agar orang-orang membawa anak-anak tanpa rumah atau yang ditinggalkan ke panti asuhan mereka. Hal ini berujung pada pedagang manusia ilegal menculik anak-anak. Sepanjang 1870, kematian di panti asuhan ini meningkat oleh karena wabah penyakit. Ketegangan antara orang-orang Tiongkok yang tinggal di timur laut Tianjin dan misionaris barat pecah pada tahun 1870 di kerusuhan yang dikenal dengan Pembantaian Tianjin.[4][5]

Insiden

sunting

Pada musim panas tahun 1870, terdapat ketakutan rakyat terhadap adanya penculikan anak-anak yang terjadi. Pada tanggal 18 Juni, dua penculik anak-anak ditangkap 30 li di luar Tianjin. Mereka diinvestigasi dan segera dieksekusi. Chonghou, Komisioner Tiga Pelabuhan saat itu mengatakan bahwa pembicaraan tentang penculikan anak semakin ramai pada rakyat yang menyebabkan ketakutan di jalan dan gang.[6] Maka dari itu, "pembaca" dari gereja, Chen Xibao, ditangkap dan dikirim ke hakim untuk diadili. Setelah introgasi dari prefek Tianjin, Liu Jie, diketahui bahwa Xibao mengantarkan anak-anak pulang dan bukan menculik mereka. Ia selanjutnya dibebaskan. Selain itu, terdapat juga kasus penangkapan oleh Wu Lanzhen penduduk Taohuakou, Wan San yang dikatakan telah menculik Li Suo. Dari intograsi prefek Tianjin, ditemukan bahwa Wan San bersalah.[6] Namun, investigasi lebih lanjut memperlihatkan bahwa Wu Lanzhen telah berbohong.

Otoritas Tiongkok bertemu dengan otoritas Prancis yang telah bertanggung jawab terhadap misi Katolik di Tiongkok sejak Perang Candu Kedua. Namun, kerumuman anti-Kristen yang telah berkumpul di luar kategral dan mereka melempar ke jendela. Orang-orang Tiongkok yang berpindah agama menjadi Kristen memohon Konsul Prancis, Henri-Victor Fontanier, untuk memohon hakim daerah, Chonghou, untuk meredakan amarah rakyat.

Kasus Komisioner Chonghou

sunting

Walaupun hakim Tiongkok mencoba untuk menekan kerusuhan, konsul Prancis mengunjungi kantor resmi hakim untuk mengajukan komplain dengan amarah. Fontainer menembak dan melukai asisten Tiongkok setelah argumen dengan hakim, di bawah ancaman massa. Konsul Prancis dan asistennya, M. Simon, dibunuh oleh perusuh dan mayat mereka dibuang ke sungai.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ Collard, Maurice (1926). The Martyrs of Tien Tsin. 
  2. ^ Harrison, Henrietta (2008). "'A Penny for the Little Chinese': The French Holy Childhood Association in China, 1843-1951" (PDF). American Historical Review. 113 (1): 72–92. doi:10.1086/ahr.113.1.72. 
  3. ^ Foreign Office, Great Britain (1891). Correspondence Respecting Anti-foreign Riots in China. hlm. 10. 
  4. ^ Hsu, Immanuel C.Y. (1975). Rise of modern Chine. hlm. 299–302. 
  5. ^ Fairbank, John King. "Patterns behind the Tientsin Massacre". Harvard Journal of Asiatic Studies. 20 (3/4): 480–511. doi:10.2307/2718360. 
  6. ^ a b c "Tianjin Massacre - Chonghou's report". spendelow.georgetown.domains. Diakses tanggal 2023-01-03. 

Bacaan lebih lanjut

sunting