Peluru Tipe 3
Sanshikidan (三式弾 , San Kai Dan, "Peluru tipe 3")[A 1] adalah salah satu peluru unik yang diproduksi Jepang saat Perang Dunia 2. Peluru ini secara umum bertipe "selongsong shrapnel pembakar anti-pesawat" dan digunakan oleh hampir seluruh kapal Jepang dari meriam 46 cm (kapal tempur) sampai sekecil meriam 127 mm (kapal perusak). Peluru ini dimaksudkan untuk membuat rentetan bara api sebagai halauan untuk pesawat yang menyerang. Namun, penerbang Amerika menganggap peluru ini sebagai media kembang api daripada senjata yang efektif.
Spesifikasi
suntingBerbeda dengan amunisi anti-pesawat berdaya ledak tinggi yang didalamnya hanya berisi bahan peledak, Di dalam Sanshikidan ada puluhan hingga ratusan tabung panjang. Tabung panjang sendiri berisi bahan pembakar dengan komposisi metal "Elektron" (45%), barium nitrat (40%) dan karet (14,3%), sulfur (0,5%) dan asam stearat (0,2%). "Elektron"-nya, adalah bahan utama sekaligus menjadi bahan pembakar dari peluru ini yang terdiri dari magnesium (90%), aluminum (3%), tembaga (3%), seng (2%) dan silikon (2%). Tak lupa tambahan sedikit isian bahan peledak tambahan di antara tabung-tabung panjang tersebut. Ketika selesai, tinggal ditutup dan dipasangi Timed Fuze di pucuknya, umumnya Timed Fuze akan diatur agar meledak di jarak 1 km, walaupun sebenarnya bisa diatur diluar itu.
Cara kerja
suntingSaat Timed Fuze memantik peluru untuk meledak, Sanshikidan akan menyemburkan baja magnesium dengan radius 20 derajat ke depan, tepat ke arah pesawat yang datang. Baja magnesium yang memang mudah terbakar ini juga membuat puluhan hingga ratusan tabung panjang ini menyemburkan api, menciptakan efek nafas naga 3000 °C sepanjang 5-6 meter selama 5 detik, cukup untuk melelehkan hampir semua baja pesawat sekaligus pilotnya. Pelurunya sendiri akan ikut meledak akibat bahan peledak tambahan, menciptakan awan pecahan peluru untuk menambah jumlah shrapnel.
Dengas kata lain, selain menyemburkan shrapnel layaknya senapan gentel, peluru ini juga membawa bahan pembakar dan juga meledak. Bandingkan dengan amunisi anti-pesawat berdaya ledak tinggi biasa yang pelurunya meledak di udara menyebarkan pecahan ke segala arah begitu saja.
Riwayat Penggunaan
suntingPeluru Sanshikidan dipakai pada serangan atas Lapangan Udara Henderson di Guadalkanal pada Oktober 1942, dimana ditenggarai efektif untuk merusak landasan pacu dan beberapa pesawat yang berpangkalan di sana. Peluru ini juga dipakai pada awal Pertempuran Laut Guadalkanal.
Di atas kertas memang bagus, dan bahkan inovasi yang luar biasa. Namun, sistem pengendali tembakan buatan Jepang merusak kinerja peluru yang bagus ini, membuatnya tidak begitu akurat hingga rasanya tak berbeda jauh dengan peluru pertahanan udara berdaya ledak tinggi biasa ketika ditembakkan. Peluru ini juga jauh lebih mahal dan sulit diproduksi dari peluru pertahanan udara berdaya ledak tinggi biasa. Bahkan, peluru ini justru lebih lebih sering dipakai di meriam kaliber besar untuk mendukung pertahanan udara. Karena itu, meriam 127mm/40 Tipe 89 (yang memang murni didesain untuk anti-pesawat) lebih sering memakai peluru tipe 0 yang merupakan peluru pertahanan udara berdaya ledak tinggi, dibandingkan Peluru tipe 3 ini. Selain performa yang kurang efektif, tingginya tekanan pada meriam membuat daya tahan laras menurun secara signifikan.
Catatan kaki
sunting- ^ Selongsong peluru ini diberi kode nama "Beehive", karena terlihat lebih seperti kembang api dibandingkan sebuah pertahanan udara yang kompeten.DiGiulian, Tony (23 April 2007). "Japanese 40 cm/45 (18.1") Type 94, 46 cm/45 (18.1") Type 94". Navweaps.com. Diakses tanggal 23 March 2009.