Pasal 153 Konstitusi Malaysia

Pasal 153 Konstitusi Malaysia memberikan tanggung jawab kepada Yang di-Pertuan Agong untuk "melindungi kedudukan istimewa orang Melayu dan anak negeri

(...) Sabah dan Sarawak dan kepentingan sah kaum-kaum lain". Pasal ini juga merincikan cara-cara untuk mewujudkan hal tersebut, seperti dengan menetapkan sistem kuota untuk penerimaan pegawai negeri, beasiswa, dan pendidikan.

Pasal 153 merupakan salah satu pasal paling kontroversial di dalam Konstitusi Malaysia. Pasal ini dianggap telah membeda-bedakan orang-orang di Malaysia berdasarkan latar belakang etnis. Akibat keberadaan pasal ini, pemerintah Malaysia telah melancarkan tindakan-tindakan afirmatif yang hanya menguntungkan kelompok Bumiputra sebagai kelompok mayoritas.

Pasal ini dianggap sebagai kelanjutan undang-undang yang dibuat pada masa penjajahan Inggris untuk melindungi penduduk asli agar tidak kewalahan dengan banyaknya orang Tionghoa dan India yang datang ke Semenanjung Malaya. Setelah kemerdekaan Malaya pada tahun 1957, orang Tionghoa dan India biasanya menjadi orang kaya di daerah perkotaan, sementara kebanyakan orang Bumiputra bekerja sebagai petani miskin atau pekerja kasar.

Secara teknis, Pasal 10(4) Konstitusi Malaysia mengizinkan parlemen untuk melarang pembahasan mengenai pencabutan Pasal 153, dan pelarangan ini sendiri sudah dituangkan ke dalam bentuk undang-undang (termasuk pelarangan pembahasan di parlemen itu sendiri).[1]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Means, Gordon P. (1991). Malaysian Politics: The Second Generation, hlm. 14, 15, Oxford University Press.