Parakan, Temanggung

kecamatan di Temanggung, Jawa Tengah
(Dialihkan dari Parakan)


Parakan (bahasa Jawa: ꦥꦫꦏꦤ꧀) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Sindoro-Sumbing. Kecamatan ini dilintasi jalur dari Wonosobo ke Yogyakarta atau Semarang dan Yogyakarta ke Jalur Pantura/Jakarta (via Weleri).

Parakan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenTemanggung
Pemerintahan
 • CamatEko Budi Hartono, S.H., M.Si.
Populasi
 • Total46,875 jiwa jiwa
Kode Kemendagri33.23.08 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3323010 Edit nilai pada Wikidata
Luas22,23 km²
Kepadatan2.207 jiwa/km² (2008)
Desa/kelurahanGlapansari
Sunggingsari
Caturanom
Depokharjo
Ringinanom
Wanutengah
Parakan Kauman
Parakan Wetan
Dangkel
Watukumpul
Mandisari
Campursalam
Nglondong
Tegalroso
Bagusan
Traji
Peta
PetaKoordinat: 7°18′34″S 110°1′29″E / 7.30944°S 110.02472°E / -7.30944; 110.02472

Sejarah

sunting

Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di Bulu, Temanggung.

Pada zaman perjuangan kemerdekaan, daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing bahkan nama bambu runcing sampai saat ini di abadikan sebagai julukan sebuah klub sepak bola kebanggaan warga kabupaten Temanggung, Persitema yang berkompetisi di Liga Indonesia yakni Persitema Laskar Bambu Runcing. Salah satu tokohnya adalah K.H. Subchi yang dijuluki "Jenderal Bambu Runcing", bersama tokoh-tokoh yang lain yaitu K.H.R. Sumo Gunardo, K.H. Nawawi, K.H. M Ali, K.H. Abdurrahman, dan tokoh-tokoh lainnya seperti K.H. Mandur, Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, K.H. Istachori Syam'ani Al-Khafidz. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.

Dikatakan Parakan karena bersemayam kyai yang disebut parak atau perek. Kyai Parak adalah pelarian Mataram ketika Amangkurat II memerintah dan dalam struktur pemerintahan zaman Belanda tidak pernah tercantum kelurahan Parakan melainkan Jetis, Klewogan dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah Kawedanan. Masih banyak yang harus diungkap tentang Parakan termasuk perhatian pemerintah Hindia Belanda dengan Parakan karena banyak pelarian tentara Diponegoro yang mengungsi di Parakan sehingga Belanda sengaja menjadikan Parakan sebagai pusat candu agar generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang Belanda.

Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Menoreh dengan bupati terakhir KRT. Sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara Diponegoro. KRT. Sumodilogo dimakamkan di desa Tegalrejo, Bulu, Temanggung sedang kepalanya di Selarong, Yogyakarta. Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung.

Geografi

sunting

Wilayah Administratif

sunting

Parakan sebagai wilayah administratif kecamatan dibagi dalam 16 desa yang berbatasan dengan:
Utara : Kecamatan Ngadirejo, Jumo, dan Kedu, Kabupaten Temanggung
Barat : Kecamatan Kledung, Ngadirejo dan Bansari, Kabupaten Temanggung
Selatan : Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung
Timur : Kecamatan Kedu, dan Bulu, Kabupaten Temanggung

Desa/ Kelurahan

sunting
  • Sunggingsari
  • Glapansari
  • Caturanom
  • Depokharjo
  • Ringinanom
  • Wanutengah
  • Nglondong
  • Parakan Kauman
  • Parakan Wetan
  • Dangkel
  • Watukumpul
  • Mandisari
  • Campursalam'
  • Tegalroso
  • Bagusan
  • Traji

Budaya dan Masyarakat

sunting

Mata pencaharian

sunting

Mayoritas masyarakat Parakan berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan jagung) maupun komoditas lain yang sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau. Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di beberapa pasar tradisional, dan ada juga yang berprofesi sebagai tukang bangunan, seniman, dll.

Keagamaan

sunting

Mayoritas penduduk Parakan beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid, langgar atau surau atau musholla dan pesantren di daerah ini. Namun, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antarumat beragama di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Milsanya pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh mereka yang beragama lain. Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga "Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Jami' Al Barokah Bambu Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik tradisional maupun modern yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek, masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina di halaman kelenteng Hok Tek Tong Parakan. Demikian pula saat hari Natal sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari agama lain.

Bahasa daerah

sunting

Mayoritas penduduk menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko) dalam bahasa keseharian juga masih sering dipraktikkan. Dialek Jawa di Parakan tidak jauh berbeda dengan dialek Mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek Bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur dalam dialek Parakan. Contoh paling kentara adalah penggunaan "nyong" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan. Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada dialek Bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa lainnya. Kata-kata khas lainnya, bahkan hampir punah antara lain:

  • enyong = aku/ saya
  • njo = ayo pergi
  • arek = mau/ akan
  • boek = kaos kaki
  • dhe'e (kasar) = kamu
  • es grim = es krim
  • gage / gek ndang = ayo cepat / bergegas
  • ha-njuk = lalu
  • kambek = bersama
  • koplak = gila, tidak masuk akal (kasar)
  • luweh= terserah
  • mbuh/ mberuh = tidak tahu
  • nana/ nono = tidak ada
  • ndais = sukurin
  • ndak = apakah
  • ndak iya (dibaca"ndak iyo") = apa benar
  • rempon = ngrumpi
  • samang (halus) = kamu
  • cuthang/suthang" (kasar) = kaki
  • sosi = kunci
  • mbirek (kasar) = tidur
  • dheson = istilah untuk orang yang mudah marah/tersinggung
  • saoto = soto
  • ta (dibaca "to") = "ta" adalah akhiran kata yang ada dalam kalimat. Contohnya "apa ta, angel ta, modar ta, koplak ta".
  • yak = jaket

Kata -kata berikut merupakan ungkapan kasar yang tidak baik (ora ilok), biasanya diungkapkan ketika sedang kesal/ marah, antara lain:

  • jathel (kasar) = tidak mau/tidak sudi
  • jidhor (kasar) = sukurin / rasakan akibatnya / biarin
  • modar,jingkeng,cokik,pokik,joliding(kasar) = mampus, mati kamu, mati, sukurin
  • ndhasmu (kasar) = kepalamu
  • cocote (kasar) = mulutmu
  • sikak (kasar) = bulu di antara dubur, bajingan
  • matane (kasar) = mata mu
  • sutik (kasar) = wegah
  • jembat (alus nek iki) = apek
  • celeng (kasar) = babi hutan
  • asu (kasar) = anjing

Wisata

sunting

Tempat Menarik/ Bersejarah Terdekat

sunting
  • 'Kelenteng Hok Tek Tong' yang berdiri sejak tahun 1840 an masih sesuai dengan aslinya walaupun sudah beberapa kali direhabilitasi pada tahun 1852,1882,1940,1958 dan 2009. Papan prasasti tersusun rapi diruangan sebelah utara bangunan utama,
  • Kreteg Kali Galeh, Jembatan peninggalan zaman Belanda di Sungai (Kali) Galeh lama masih digunakan sebagai penyeberangan pejalan kaki. Pada masa penjajahan Belanda, jembatan tersebut pernah dibumihanguskan oleh para Pejuang untuk menghalau penjajah masuk Kota.
  • Kreteg Rel Sepur, Jembatan kereta api peninggalan zaman Belanda di Sungai (Kali) Galeh, kondisi jembatan saat ini menyisakan beberapa rangka saja.
  • Masjid Jami' Al Barokah Bambu Runcing, Kauman Parakan merupakan markas perjuangan pada masa penjajahan Belanda. Sudah beberapa kali Masjid bersejarah ini dipugar namun arah kiblat masjid hanya 8 derajat titik barat keutara yang seharusnya 24 derajat titik barat keutara, jadi kondisi sekarang sholat di masjid Al Barkah Kauman menghadap ke Somalia tidak ke Makkah.
  • Monumen Stasiun Sepur, Parakan Wetan. Pada masa perjuangan kemerdekaan, stasiun ini digunakan sebagai terminal pengangkutan para pejuang (terutama dari Jawa Timur) yang akan menyepuh (memberikan kekuatan spiritual) Bambu Runcing kepada para Kyai di Parakan.
  • Pasar Legi, Jetis Kauman.
  • Pasar Entho, Parakan Wetan.
  • Sendang Sidhukun atau lebih di kenal Pemandian Traji, konon di sendang ini pada penjajahan belanda sering dijadikan tempat spiritual saat malam 1 Sura oleh pejuang asli jawa.
  • Pondok Pesantren Kyai Parak, Kauman Parakan.
  • Pondok Pesantren Zaidatul Maarif (PPZM), Kauman Parakan, Pondok Pesantren tertua di Parakan.

Acara/ Peristiwa Menarik

sunting
  • Padusan, acara mandi/ bersuci/ pembersihan badan bersama, dilakukan di sungai/ kolam, sehari sebelum Ramadhan
  • Parade Kesenian Tradisional Islam, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Masjid Al Barakah Monumen Bambu Runcing.
  • Pawai Oncor, Parade Obor disertai Takbir setiap malam lebaran (1 Syawal).
  • Sura, Mantenan Pak Lurah/ bu Lurah, setiap 1 Muharram/ Sura dipusatkan di Pemandian Traji
  • Nyadran, acara pembersihan di setiap Kuburan Islam, beberapa hari sebelum Ramadhan, setelah selesai dilanjutkan dengan makan bersama, biasanya makan Sega Gana. Di beberapa desa di lereng Gunung Sumbing, Nyadran tersebut dilakukan dengan memberi makan nasi lengkap beserta lauk pauk kepada saudara/ famili/ orang yang dihormati.

Kesenian tradisional

sunting
  • Kubro (Kubrosiswo): Tarian dengan memakai seragam & topeng, diikuti dengan alat musik pukul. dimainkan juga oleh anak anak.
  • Jaran Kepang (Kuda Lumping): Tarian dengan menggunakan tunggangan kuda yang terbuat dari bambu dan dihias meriah.
  • Ndibak: Lantunan puji-pujian Islami dalam bahasa Arab, yang dinyanyikan bersama-sama yaitu dengan membacakan sebagian kitab Barjanji.
  • Kadara (dibaca Kadaro): lantunan puji-pujian terhadap rosul diiringi tiga buah terbang besar yang sampai sekarang masih eksis tiap malam jumah pahing berlatih di musholla wakfiyah (Bani Israel) Karang Tengah, Parakan Kauman.
  • Zanzanen/ Barjanjen (Sholawatan Jawa) lantunan pijian kepada nabi Muhammad SAW dengan musik perkusi tradisioal kelompok ini ada di kampung Nglondong, Jogomertan, Klewogan, dll.
  • Salabat di kampung kembaran desa Campursalam, Parakan.
  • Burdahan. hampir sama dengan Ndibak tetapi lebih sering dilakukan oleh kaum ibu.
  • Hadrah hampir sama dengan Kadaro tetapi jumlah rebana yang dipakai lebih banyak dan masih sering di lakukan di Linkungan Klewogan di rumah Alm Bpk H. Murtadho (H. Atmo) dan Desa Nglondong yang sering dilakukan di kediaman KH.Masduq Muafiqin pengasuh Ponpes Darussalam

Makanan tradisional

sunting

Aneka roti dan kue tradisional dapat diperoleh di beberapa toko (warung) antara lain di Pasar Kembang, toko di Jalan Brigjen Katamso, penjaja di Pasar Entho, maupun Pasar Legi. Beberapa makanan tradisional (khas) Parakan yang layak dicicipi ataupun dibeli sebagai oleh-oleh antara lain:

  • Emping Jet (Entho), sejenis emping yang terbuat dari ketela pohon, rasanya gurih.
  • Intip pisang, terbuat dari ketan dan kelapa serta berisi buah pisang menjadikan makanan ini sebuah hidangan yang menarik dengan rasa yang kompleks antara gurih dan juga manis.
  • Sega Gana, nasi yang dicampur dengan sayuran, parutan kelapa, ikan teri, tempe dan kadang-kadang juga ditambah kentang, jeroan iso dll.
  • Gudheg Gurih, berbeda dengan gudheg Yogya, gudheg di daerah ini manis tapi gurih.
  • Sega Jagung (Nasi Jagung) yang disertai sayuran rebus dan rempeyek jagung/teri
  • Coro Bikang, makanan kecil yang termasuk salah satu jajanan pasar yang terbuat dari telur & krim, rasanya manis
  • Lemper, juga merupakan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dengan daging ayam di dalamnya, disajikan dengan dibungkus daun pisang
  • Bolu, yang berbeda dengan pengertian bolu pada umumnya. Bolu di sini berdiameter kecil (segenggaman tangan) dan dipanggang sehingga permukaannya berwarna cokelat.
  • Wehku atau Moho, semacam bikang berwarna putih dan berasa manis.
  • Pelok, semacam kue kering berbentuk oval yang berbahan sama dengan kue bolu.
  • Roti Klapa kue kering terbuat dari tepung kelapa dan telur enak dan renyah.
  • Cithak kue dari beras ketan yang diisi kacang hijau atau kacang tanah yang ditumbuk lalu dikukus bersamaan.
  • Wedang Rondhe wedang rondhe di Parakan disajikan berupa air rebusan jahe,lalu indil-indil yg terbuat dari tepung beras ketan yang diisi kacang manis dan disajikan panas-panas bersama dengan emping mlinjo,kacang goreng,dan beberapa gorengan seperti ndhog gludug dan tempe kemul.
  • Wolak-walik, kue bakar berbentuk bundar pipih dengan bahan dasar tepung dan pisang, dibungkus daun pisang.
  • Kipa (dibaca "kipo"), kue bakar berbentuk lonjong pipih dengan bahan dasar tepung yang berisi adonan gula jawa dan kelapa, dibungkus daun pisang.
  • Widaran kue berbenduk angka delapan yang digoreng dan dilapisi dengan gula pasir

Makanan di Parakan juga banyak yang dinamai dengan istilah yang unik-unik, antara lain:

  • Endhog Gludhug, secara harafiah bisa diartikan sebagai "telur (endhog) guling (gludhug)". Dibuat dari ketela pohon yang dilumat, dicampur gula, garam & vanili dibentuk bulat dan digoreng, kemudian dilumuri wijen.
  • Tempe Kemul tempe bersalut tepung yang digoreng atau semacam mendhoan gaya Parakan.
  • Tahu Cokol, atau tahu isi irisan wortel, irisan sayur, kecambah dll.
  • Ndhas Borok /sikil krowak ketela yang ditumbuk dan dibuat bundar seperti pizza, memakai gula jawa dan taburan parutan kelapa.
  • Randha Sisik
  • Ganjel Rel
  • Semar Mendem sejenis lemper, tetapi dibalut dengan kulit dadar yang terbuat dari telur yang digoreng tipis dan isi di dalamnya adalah daging ayam cincang gurih.
  • Sempara hampir sama dengan thiwul tapi berwarna putih ada taburan kelapa dan gula jawa dibungkus pake daun pisang

Lihat pula

sunting