Paradoks kemahakuasaan
Paradoks kemahakuasaan adalah paradoks semantik yang mempertanyakan dua hal: Apakah entitas mahakuasa itu mungkin ada secara logis? dan apa yang dimaksud dengan 'kemahakuasaan'? Menurut paradoks ini: jika suatu yang-ada dapat melakukan semua hal, maka ia harus mampu menciptakan suatu tugas yang tak dapat ia lakukan; akibatnya, ia tak dapat melakukan semua hal. Namun, di sisi lain, jika ia tak bisa membuat tugas yang tak dapat ia lakukan, maka ada suatu hal yang tak dapat ia lakukan.
![](http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/82/AverroesColor.jpg/250px-AverroesColor.jpg)
Salah satu contoh paradoks kemahakuasaan adalah paradoks batu: "Bisakah sesuatu yang mahakuasa menciptakan batu yang sangat berat hingga ia tak mampu mengangkatnya?"[1]
Argumen ini sudah ada semenjak abad pertengahan, paling tidak semenjak abad ke-12, dan diutarakan oleh Ibnu Rasyd (1126–1198) dan kemudian oleh Thomas Aquinas.[2] Pseudo-Denys (sebelum tahun 532) mengungkapkan pendahulu paradoks ini dan bertanya apakah Tuhan bisa "menolak dirinya sendiri."
Catatan kaki
sunting- ^ Savage, C. Wade. "The Paradox of the Stone" Philosophical Review, Vol. 76, No. 1 (Jan., 1967), pp. 74–79 DOI:10.2307/2182966
- ^ Averroës, Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence) trans. Simon Van Der Bergh, Luzac & Company 1969, sections 529–536