Pantun Baduy adalah sebuah seni tradisi masyarakat baduy yang berumur sangat tua. Sedari dulu hingga sekarang masyarakat Baduy ditabukan oleh adat untuk menggunakan tradisi tulis. Oleh karena itu, masyarakat Baduy tetap dilarang untuk mengenyam pendidikan formal (sekolah), meskipun sudah banyak sekolah didirikan di sekitar wilayah mereka.

Dalam rangka pewarisan pengetahuan, aturan dan adat istiadat Baduy, menurut pikukuh yang berlaku, dilakukan secara lisan baik dari satu generasi ke generasi berikutnya, dari pimpinan adat tertinggi kepada perangkat adat di bawahnya, dari tokoh masyarakat (kokolot) kepada warganya, maupun dari orang tua kepada anaknya. Saluran atau media penyampian pengetahuan adat tersebut misalnya dilakukan lewat tuturan yang disebut pantun. Yang dimaksud dengan pantun di sini bukan sepenuhnya suatu karya sastra, melainkan lebih pada tuturan tentang aturan dan ajaran adat, doa dan puja pada Yang Kuasa, mitologi dan legenda jejak leluhur, serta aturan dan ajaran sendi kehidupan. Pantun dilantunkan oleh sang ahli yang disebut juru pantun atau tukang mantun. Dalam praktiknya, juru pantun tidak dapat menuturkan pantunnya di luar upacara atau ritual yang bersangkutan.

Secara umum pantun Baduy terbagi atas pantun yang bersifat ritual adat, dan pantun yang merupakan syarat selamatan atau hajatan keluarga. Meskipun demikian, baik pantun ritual maupun pantun selamatan memiliki persyaratan yang sama bagi juru pantunnya, seperti sebelum memulai acara harus didahului dengan pembersihan/penyucian diri (mandi), dan membakar (ngukus) akar tanaman jamaka (Dianella montana) suatu tanaman yang tergolong famili uphorbiaceae sehingga menimbulkan wewangian. Jika tidak ada, maka yang mengadakan hajatan (lancuran) atau tuan rumah (nu boga imah) dapat menggantikannya dengan menyan (getah yang dikristalkan dari tanaman Styrax benzoin yang tergolong famili Styraceae).

Rujukan

sunting

Pranala luar

sunting