Pamulihan, Garut
Pamulihan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan Pamulihan terbentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 1992 tentang Pembentukkan 27 ( dua puluh tujuh ) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II di Indonesia. Kecamatan Pamulihan merupakan Kecamatan Pemekaran dari Kecamatan Pakenjeng pada Tahun 1992. Kecamatan Pamulihan berjarak 51 Km dari pusat pemerintahan Kabupaten Garut. Kecamatan Pamulihan terbagi menjadi 5 Desa, 33 RW dan 125 RT. Pusat pemerintahnnya berada di Desa Pakenjeng.
Pamulihan | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Garut | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | Asep Harsono HS, S.Sos, M.Si | ||||
Populasi | |||||
• Total | 18,214 Jiwa jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 32.05.34 | ||||
Kode BPS | 3205040 | ||||
Luas | 12.008,27 Ha | ||||
Kepadatan | 2 Jiwa/ha | ||||
|
Batas wilayah
suntingBatas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara | Kabupaten Bandung |
Timur | Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Pakenjeng dan Kecamatan Cikajang |
Selatan | Kecamatan Pakenjeng |
Barat | Kecamatan Bungbulang |
Kelurahan/desa
suntingKepemimpinan
sunting- Drs.Dadang Abdullah
- Drs. Darsani
- Drs. Oon Syahroni
- Tb. Sufwani, BA.
- Drs. MS. Khiban
- Drs. Firman Karyadin
- M. Toha, S.Sos
- Drs. Rahmat Supriatin
- Asep Harsono HS, S.Sos, M.Si
- Iwan Riswandi, S.IP
Geografi
suntingKecamatan Pamulihan sebagian besar desa-desanya terletak di daerah lereng/perbukitan hingga pegunungan dengan ketinggian antara 100-2.600 Mdpl. Di sebelah utara terdapat Gunung Papandayan dan Pegunungan Tamiang-Seulis. Sungai-sungai besar yang mengalir di wilayah ini antara lain adalah Sungai Cikandang, Sungai Cibatarua, Sungai Cipanengeun, Sungai Cipakenjeng, dan Sungai Cipapandayan. Kecamatan Pamulihan yang beriklim tropis dengan dua musim dalam satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara pada siang hari berkisar antara 15 - 30 derajat Celcius serta memiliki hujan 167 hari selama 1 tahun.
Sekolah
sunting- Tingkat SD/MI
- SD Negeri 1 Pakenjeng
- SD Negeri 2 Pakenjeng
- SD Negeri 3 Pakenjeng
- SD Negeri 4 Pakenjeng
- SD Negeri 1 Garumukti
- SD Negeri 2 Garumukti
- SD Negeri 3 Garumukti
- SD Negeri 1 Linggarjati
- SD Negeri 2 Linggarjati
- SD Negeri 1 Pananjung
- SD Negeri 2 Pananjung
- SD Negeri 1 Panawa
- SD Negeri 2 Panawa
- MI Nurul Azimah Linggarjati
- Tingkat SMP/MTs
- SMP Negeri 1 Pamulihan
- SMP Negeri 2 Pamulihan
- SMP Negeri Satu Atap 1 Pamulihan
- SMP Al Fawaz Pamulihan
- MTs Al Wustho Linggarjati
- Tingkat SMA/SMK/MA
- SMK Negeri 13 Garut
Sarana dan Prasarana
sunting- Puskesmas (2 Unit)
- Puskesmas Pembantu (3 Unit)
- Tempat Ibadah
- Polindes (1 Unit)
- Polsek Pamulihan
- Jalan berikut rambu-rambu dan Jembatan
Pariwisata
sunting1. Curug Sanghyang Taraje
- Adalah objek wisata air terjun atau Curug yang lokasinya berada di wilayah Kampung Kombongan, Desa Pakenjeng. Jarak kawasan air tejun ini dari pusat kecamatan ialah 3,2 km, sedangkan dari pusat kota Garut adalah 47 km. Taraje dalam bahasa sunda artinya tangga, curug atau air terjun. Memang bentuk curug ini seperti taraje dan tampak gagah, dengan tinggi kurang lebih 80 m. Curug yang indah ini masih bisa masuk kategori kekayaan alam yang masih perawan. Konon katanya, kenapa dinamai Curug Sanghyang Taraje karena masih ada kaitannya dengan legenda salah satu anak Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, yaitu Kian Santang, yang hendak mengambil bintang untuk Dayang Sumbi melewati curug ini, maka dinamailah curug ini Sanghyang Taraje. Dan, berdasarkan cerita di area curug ini Kian Santang menyimpan salah satu benda berharganya dan dijaga oleh ular yang sangat besar, penduduk sekitar kadang masih suka ngeliat penampakan dari ular besar tersebut. Selain Curug Sanghyang Taraje, desa ini masih memiliki sekitar 11 potensi wisata air terjun lainnya yang masih tersembunyi.
2. Seni Tradisional Gesrek
- Seni Gesrek disebut juga Seni Bubuang Pati (mempertaruhkan nyawa). Bila dikaji dengan teliti, seni Gesrek dapat dikatakan juga bersifat religius. Dengan ilmu-ilmu, mantra-mantra yang berasal dari ayat Al Qur?an pelaku seni ini bisa tahan pukulan, tidak mempan senjata tajam atau tidak mempan dibakar. Demi keutuhan/mengasah ilmu yang dimiliki pemain Gesrek perlu mengadakan pemulihan keutuhan ilmu dengan jalan ngabungbang (kegiatan ketuhanan yang dilaksanakan tiap malam tanggal 14 Maulud) yaitu mengadakan mandi suci tujuh muara yang menghadap sebelah timur sambil mandi dibacakan mantra-mantra sampai selesai atas bantuan teman atau guru apabila masih ada. Jadi dengan adanya Seni Gesrek kegiatan ritual bisa dilaksanakan secara rutin sebagai rasa persatuan dan kesatuan sesama penggemar seni yang dirasa masih langka. Setelah terciptanya Seni Gesrek timbul gagasan untuk mengkolaborasikannya dengan seni yang berkembang juga di wilayah ini yaitu seni Abah Jubleg. Seni ini dikatakan khowarikul adat (di luar kebiasaan) karena Abah Jubleg dapat mengangkat benda yang beratnya lebih dari 1 (satu) kwintal dengan menggunakan kekuatan gigi, dapat mengubah kesadaran manusia menjadi tingkah laku binatang (Babagongan/Seseroan) dan memakan benda yang tidak biasa dimakan oleh manusia[butuh rujukan].