Pamotan, Dampit, Malang
Pamotan adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Pamotan | |||||
---|---|---|---|---|---|
8°11′27″S 112°45′02″E / 8.19081°S 112.75063°E | |||||
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Malang | ||||
Kecamatan | Dampit | ||||
Kode pos | 65181 | ||||
Kode Kemendagri | 35.07.05.2008 | ||||
Kode BPS | 3507070008 | ||||
Luas | 1.644 Ha | ||||
Jumlah penduduk | 18.086 Jiwa | ||||
Kepadatan | 811,98 / m2 | ||||
Jumlah RT | 105 RT | ||||
Jumlah RW | 25 RW | ||||
Jumlah KK | 5.027 KK | ||||
|
Tidak ada data atau referensi yang akurat tentang sejarah asal usul berdirinya Desa Pamotan. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, ada dua versi yang kesemuanya mempunyai kisah sendiri-sendiri, adapun urutan cerita tersebut sebagai berikut:
Versi Pertama:
Menurut cerita sejarah, rombongan pertama yang menjejakkan kaki di Desa Pamotan terjadi pada tahun 1011, tepatnya pada hari Selasa Legi, adalah serombongan punggawa dari Kerajaan Mataram yang berjumlah 64 orang. Pimpinan rombongan tersebut adalah Raden Prawiro Astro, didampingi oleh Roro Wening Sari, Roro Krendo, dan Roro Sloro Ireng. Seluruh rombongan tersebut singgah di sebelah utara. Sesampainya di tempat tersebut, Raden Prawiro Astro bersamadi dan berkomunikasi dengan Sang Yang Murbeng Dumadi atau Tuhan Yang Maha Esa.
Dari sinilah Raden Prawiro Astro mendapatkan dawuh atau wangsit dari Tuhannya untuk pergi ke puncak gumuk (semacam gunung kecil) di sebelah selatan. Kemudian, rombongan tersebut bergerak menuju puncak gunung tersebut. Sesampainya di puncak gunung, Raden Prawiro Astro merasa lapar, lalu membuka bekal yang dibawa untuk dimakan bersama-sama. Secara kebetulan, bekal yang dibawa adalah masakan ayam yang dibumbu dengan santan, yang dalam bahasa Jawa disebut pecel pitik.
Ketika para punggawa menikmati bekal, seluruh rombongan dikelilingi oleh seekor ular besar. Lingkaran ular tersebut mampu mengelilingi rombongan Raden Prawiro Astro di atas puncak gunung. Dengan kejadian tersebut, Raden Prawiro Astro kembali bersamadi untuk berkomunikasi dengan Sang Yang Murbeng Dumadi.
Dari hasil samadi tersebut, Raden Prawiro Astro mendapatkan wangsit untuk memberi nama Gunung Pecel Pitik sesuai dengan bekal yang dibawa dan dimakan. Sementara itu, daerah di sekitar gunung Pecel Pitik dinamakan Pamotan, karena lingkaran ular besar tersebut mampu memuat (momot dalam bahasa Jawa) seluruh rombongan yang berjumlah 64 orang. Daerah pertama kali Raden Prawiro Astro mendapatkan wangsit (dawuh dalam bahasa Jawa) dinamakan Dawuhan.
Setelah melakukan samadi dan meninggalkan pesan kepada para punggawa di puncak Gunung Pecel Pitik, Raden Prawiro Astro beserta rombongan turun dari gunung dan kembali ke Dawuhan. Mereka mendirikan padepokan dan menetap di daerah tersebut sambil melanjutkan membabat hutan ke arah utara, barat, dan selatan untuk tempat pemukiman, peladangan, dan persawahan.
Ketika para punggawa dan Raden Prawiro Astro selesai membabat hutan ke arah selatan, seluruh rombongan menuju lokasi tersebut. Karena cuaca yang panas, mereka beristirahat di gumuk (gunung kecil). Ketiga putri dalam rombongan menemukan mata air kecil yang sangat jernih. Selanjutnya, Roro Sloro Ireng jatuh sakit dan meninggal dunia, serta dikuburkan di tempat tersebut.
Setelah Roro Sloro Ireng wafat, Raden Prawiro Astro melakukan samadi untuk berkomunikasi dengan Tuhannya. Dari hasil samadi tersebut, gumuk (gunung kecil) dinamakan Gunung Sumuk (gunung panas dalam bahasa Jawa), sedangkan lokasi tersebut dinamakan Sumber Ayu, sesuai dengan nama sumber air yang jernih dan kecantikan wajah Roro Sloro Ireng.
Rombongan kedua yang singgah di Desa Pamotan adalah rombongan pujangga dari Mangkunegaran, yang tiba pada tahun 1024 dan dipimpin oleh Patih Raden Bambang Irawan. Mereka langsung menuju wilayah sebelah timur dan melanjutkan pekerjaan Raden Prawiro Astro dalam membabat hutan untuk pemukiman. Pada akhirnya, terbentuklah pemukiman baru tersebut.
Akibat kondisi tersebut, wilayah itu dinamakan Kepatihan, karena telah menjadi perkampungan kecil yang dihuni oleh anggota rombongan. Sementara kerabat saudara Patih Raden Bambang Irawan tinggal di sebelah timurnya, yang kini dikenal sebagai Kepatihan Ngurawan atau Sentanan (berasal dari kata "sentono" yang berarti saudara dalam bahasa Jawa).
Patih Raden Bambang Irawan beserta rombongan membabat hutan untuk area lahan pemukiman, peladangan, dan persawahan ke arah utara dari Kepatihan hingga menemukan mata air yang sangat besar (kini dinamakan Umbulan). Setelah menyelesaikan pembabatan hutan, Patih Raden Bambang Irawan ingin merayakan keberhasilan tersebut. Para punggawa memasang umbul-umbul bambu berjajar di area yang telah dibabat.
Pemasangan umbul-umbul lebih padat di sebelah utara dibandingkan dengan wilayah selatan. Oleh karena itu, wilayah sebelah utara dinamakan Umbul Rejo (umbul-umbul ramai), sedangkan di sebelah selatan dinamakan Ubalan (umbul-umbul jarang). Hingga saat ini, area di dekat mata air masih dikenal sebagai Umbul Rejo, dan wilayah di sebelahnya dinamakan Ubalan.
Sistem pemerintahan pertama kali di Desa Pamotan baru terbentuk pada tahun 1830, ketika Indonesia telah diduduki oleh tentara Belanda. Kepala Pemerintahan Desa pada saat itu adalah Bapak Kertoleksono, salah satu prajurit Pangeran Diponegoro yang melarikan diri ke arah timur dan menetap di Desa Pamotan. Karena kepala pemerintahan pada masa itu juga disebut Aris, nama Bapak Kertoleksono kemudian dikenal sebagai Aris Kertoleksono dan dianggap sebagai Kepala Desa pertama di Desa Pamotan.
Setelah Bapak Aris Kertoleksono wafat, kepemimpinan pemerintahan desa dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Kerto Embat, yang lebih dikenal sebagai Bapak H. Saleh. Pengalihan kepemimpinan ini dilakukan dengan mempertimbangkan jasa-jasa ayahnya. Selanjutnya, sepeninggal H. Saleh, kepemimpinan desa diteruskan oleh putranya bernama Yasin.
Pemilihan Kepala Desa Pamotan secara langsung dan demokratis pertama kali dilaksanakan pada tahun 1953. Bapak Parto Radjak terpilih sebagai Kepala Desa melalui pilihan rakyat, sehingga menjadi Kepala Desa Pamotan pertama yang dipilih secara demokratis. Sejak tahun 1953 tersebut, pemilihan Kepala Desa selalu dilakukan secara demokratis dan dipilih langsung oleh rakyat hingga sekarang.
Versi Kedua:
Desa Pamotan pertama kali dibuka sekitar tahun 1830. Desa ini dianggap sebagai desa tertua di Kecamatan Dampit, yang ditandai dengan keberadaan pasar rakyat yang lebih awal dibandingkan dengan desa-desa lainnya, bahkan sebelum pasar rakyat ada di Dampit.
Pada masa lampau, Desa Pamotan merupakan lokasi strategis untuk mengumpulkan barang dagangan hasil hutan dan hasil bumi dari wilayah sekitarnya. Barang-barang tersebut dikumpulkan untuk dimuat dan didistribusikan ke daerah lain. Karena menjadi tempat berkumpulnya berbagai komoditas hasil hutan dan hasil bumi, lokasi tersebut memiliki banyak muatan (momotan dalam bahasa Jawa) yang akan dibawa ke daerah lain.
Berdasarkan kondisi tersebut, tempat atau desa ini kemudian dikenal dengan nama Desa Pamotan. Seiring berjalannya waktu, nama tersebut semakin melekat dan digunakan hingga sekarang.
Pemimpin pemerintahan atau Kepala Desa pertama di Desa Pamotan adalah Kertoleksono. Beliau adalah salah satu prajurit pengikut Pangeran Diponegoro yang setia kepada pemimpinnya. Ketika terjadi peperangan di daerahnya dan Pangeran Diponegoro dapat ditaklukkan oleh tentara Belanda, Kertoleksono melarikan diri ke arah timur bersama rombongannya.
Selain dikenal sebagai prajurit yang setia, Kertoleksono juga dikenal sebagai sosok yang taat dan kokoh dalam menjalankan agamanya, yaitu Islam.
Dalam perjalanannya, Kertoleksono pertama-tama singgah di desa ini, kemudian melanjutkan perjalanan ke arah timur hingga mencapai daerah Tirtoyudo. Namun, dia kemudian kembali ke Desa Pamotan karena tertarik dengan keberadaan sumber air alam yang sangat besar.
Dengan mempertimbangkan kondisi alam tersebut, akhirnya Kertoleksono memutuskan untuk menetap di desa ini. Dia mulai melakukan aktivitas membabat hutan untuk dijadikan area perladangan dan persawahan. Atas pemikiran dan jasanya dalam memimpin masyarakat untuk bergotong royong membangun saluran air, terbentuklah lahan persawahan yang sangat luas.
Melalui kepemimpinannya yang arif, Kertoleksono juga mengajak masyarakat bergotong royong membangun infrastruktur, seperti membuat jalan-jalan, termasuk jalan yang kini dikenal sebagai Jalan Jenderal Gatot Subroto.
Karena jasa-jasanya dalam memimpin, mengatur, dan mengelola sistem pemerintahan dengan bijaksana, Kertoleksono mendapatkan julukan tambahan "Aris". Sejak saat itu, beliau lebih dikenal dengan nama Aris Kertoleksono atau Mbah Aris Kertoleksono. Beliau wafat di Desa Pamotan dan dimakamkan di dekat Sungai Pamotan, di lokasi yang dikenal dengan sebutan Wakaf.
No. | Nama | Keterangan | Masa Jabatan |
---|---|---|---|
1 | Haji Saleh | Putra kedua Mbah Aris Kertoleksono | - |
2 | Yasin | Putra Bapak Haji Saleh | - |
3 | Parto Radjak | - | 1953-1969 |
4 | Mukawi | - | 1969-1976 |
5 | Mahfud | - | 1976-1990 |
6 | Bambang Tri Lukianto | - | 1990-1993 |
7 | Mardai | - | 1993-2003 |
8 | Adi Yuda Rifai | - | 2003-2013 |
9 | Citra Dewi Atmanegara, S.H., M.Hum | - | 2013-2019 |
10 | Drs. Sukoharyono | - | 2019-sekarang |