Pagang gadai dalam konsep ekonomi mirip sistem barter berupa proses pertukaran sementara suatu barang atau benda yang kedua barang tersebut memberikan keuntungan pada dua belah pihak. Dalam suatu daerah atau kampung misalnya pihak A sebagai penggadai sedang mengalami krisis ekonomi dan ingin mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kemudian ia menyerahkan barang miliknya berupa sawah, ladang, kebun kopi dan kebun karet kepada pihak B sebagai orang yang memagang atau warga lain untuk mengolah dan menikmati hasilnya. Kemudian, pihak B akan menyerahkan sejumlah uang kepada pihak A sebagai penggadai.[1]

Sistem

sunting

Dalam sistem pagang gadai ini, batas waktu yang digunakan tidak terbatas, hal tersebut tergantung kepada kesepakatan antara dua belah pihak. Biasanya kesepakatan pagang gadai ini akan berakhir apabila pihak yang menggadai telah menyanggupi untuk mengembalikan barang, benda, atau lahan yang telah ia gadaikan sebelumnya. Jika dilihat dari sosial ekonomi konsep pagang gadai berdampak pada solidaritas antar warga dan dinilai sebagai salah satu jalan keluar dari himpitan krisis ekonomi. Dalam pepatah minang disebutkan “untuang tatabuih gadaian lamo, tabangkik juo batang tarandam” artinya semoga tertebus gadaian yang lama, terbangkit juga batang yang terendam.

Menurut pendapat narasumber, jika dilihat dalam perspektif ekonomi sistem pagang gadai bisa mempermudah warga dalam menyelesaikan masalah keuangan mereka. Selain itu, sistem pagang gadai ini terkadang juga sudah ada di dalam adat, seperti satu suku, serta dinilai sebagai cara yang efisien untuk menjaga nama baik jorong dari pihak luar. Maksudnya ialah setiap warga dalam melihat warga lain sebagai bagian dari dirinya, yang harus diberikn bantuan ketika berada dalam persoalan atau masalah. Melalui sistem pagang gadai tersebut, semangat untuk memperbaiki ekonomi pun meningkat dan hal ini pula yang menjadi faktor penting untuk mendorong pemuda Jorong Matur Katik untuk pergi merantau.[1]

Praktik

sunting

Di Jorong Matur Katik, Nagari Matua Hilia, pagang gadai biasanya diaplikasikan pada masa-masa krisis ekonomi di Sumatera Barat.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Asnan, Gusti (2003). Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau. hlm. 39–40. ISBN 979-97407-0-3.