Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur. Dikenal juga sebagai otitis eksterna fungal. Otomikosis umumnya mengenai pinna dan liang telinga luar yang merupakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan jamur. Otomikosis juga dapat mengenai telinga tengah. Otomikosis dapat dijumpai di berbagai wilayah demografi dengan kelembaban tinggi di daerah tropis dan subtropis.[1][2][3]

Prevalensi otomikosis sekitar 9% sampai 25% dari pasien yang datang dengan gejala dan tanda klinis otitis eksterna. Otomikosis lebih sering ditemukan pada wanita dibanding pria dengan kelompok usia 21-40 tahun. Otomikosis juga dapat terjadi pada anak-anak dan lansia. Kejadian otomikosis semakin meningkat sehubungan dengan faktor predisposisi seperti: status imunokompromais (pada penderita AIDS, Diabetes Mellitus), penggunaan steroid, dermatitis, penggunaan antibiotik spektrum luas, penggunaan antibiotik tetes telinga tanpa indikasi, penggunaan alat bantu dengar, infeksi telinga kronis, perforasi membran timpani, mastoidektomi, frekuensi berenang, menyelam, tidak adanya serumen, trauma akibat prosedur invasif pada telinga, permasalahan kulit kronik, kekurangan gizi pada anak-anak, dan perubahan hormonal selama menstruasi dan kehamilan.[4][3][5]

Etiologi

sunting

Penyebab otomikosis tersering adalah jamur saprofit yang banyak terdapat di alam dan lingkungan sekitar. Terdapat 61 spesies jamur berbeda yang diidentifikasi sebagai penyebab otomikosis. Namun, spesies terbanyak penyebab otomikosis, sebagai berikut:[6][7]

  1. Aspergillus flavus
  2. Aspergillus niger
  3. Candida albicans
  4. Aspergillus fumigatus

Gejala dan tanda

sunting

Otomikosis ditandai dengan keluhan nyeri (otalgia), keluar cairan (otorrhea), gangguan pendengaran hingga hilang pendengaran, telinga rasa penuh, gatal, dan mendengung (tinitus). Tetapi otomikosis dapat pula tanpa keluhan. Otomikosis yang tidak bergejala dan tidak ditangani berpotensi menyebabkan hilangnya pendengaran. Otomikosis biasanya hanya mengenai salah satu telinga. Pada pemeriksaan menggunakan otoskop dapat ditemukan pembengkakan (edema), kemerahan (hiperemis) kulit liang telinga luar, pengelupasan epitel superfisial, penumpukan debris yang berbentuk hifa, serta supurasi.[1][8][9]

Pada tahap awal infeksi, pertumbuhan jamur terlihat sebagai spora berwarna putih atau hitam pada infeksi yang disebabkan Aspergillus spp atau adanya deposit “creamy” atau kental pada infeksi yang disebabkan oleh Candida spp. Pada tahap selanjutnya akan tampak kotoran berwarna putih kotor seperti serpihan kertas basah, lengket, berbintik-bintik yang memenuhi liang telinga dan peradangan yang semakin luas pada liang telinga.[10]

Pemeriksaan penunjang

sunting

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kultur debris liang telinga menggunakan media Saboraud's dextrose dan dieramkan pada suhu kamar. Dalam satu minggu akan tampak koloni filamen berwarna putih yang pada pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai hifa-hifa lebar dan diujungnya ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya.[8]

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan sampel debris pada preparat yang telah difiksasi larutan KOH 15-30%. Selanjutnya pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan hifa lebar berseptum dan kadang dapat ditemukan spora kecil jamur.[8]

Diagnosis banding[11]

sunting

Kondisi lain yang dapat memiliki gejala mirip dengan otomikosis, antara lain:

  • Otitis eksterna bakterial
  • Kolesteatoma
  • Otitis media kronik
  • Perforasi membran timpani
  • Dermatitis seboroik
  • Furunkulosis

Penanganan

sunting

Umumnya otomikosis yang ditangani dengan baik, dapat sembuh dalam 2 sampai 3 minggu. Penanganan terdiri dari debridemen lokal dengan mengangkat jamur dari liang telinga dan pemberian obat antijamur baik lokal maupun sistemik yang dapat diberikan pada kasus berat dan tidak merespon dengan terapi lokal. Pada otomikosis ringan, dapat diberikan penanganan dengan cairan asam asetat. Selama pengobatan, liang telinga harus terjaga agar tetap kering dan bersuasana asam untuk mencegah pertumbuhan jamur serta menghindari faktor risiko seperti berenang, menyelam, atau membersihkan serumen sampai habis. Tindakan pembersihan liang telinga dapat dilakukan dengan menggunakan lidi kapas/kapas yang dililitkan pada aplikator, pengait serumen, atau suction.[1][5][8]

Terapi antijamur spesifik terdiri dari:[8][12]

  1. Nistatin yang menghambat sintesis sterol pada membran sitoplasma. Nistatin yang diberikan dapat berupa krim, ointment, atau bubuk.
  2. Azoles sebagai agen sintetis yang mengurangi konsentrasi ergosterol yang merupakan sterol penting dalam membran sitoplasma normal.
  3. Klotrimazol, paling banyak digunakan sebagai azol topikal merupakan agen terapi yang paling efektif dalam penanganan otomikosis dan tidak berefek ototoksik. Klotrimazol memiliki efek bakterisid (membunuh bakteri) sehingga dapat diberikan pada infeksi campuran bakteri dan jamur. Klotrimazol tersedia dalam bentuk bubuk, lotion, dan solusio.

Pencegahan

sunting

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:[13][14]

  • Membiarkan sedikit serumen (kotoran telinga) di liang telinga, sebagai antibakteri dan antijamur alami
  • Mengeringkan telinga setelah berenang dan mandi
  • Menggunakan penutup telinga saat berenang/menyelam
  • Tidak menutup telinga dengan kapas
  • Tidak membersihkan telinga dengan sabun yang dapat mengganggu pH serumen

Komplikasi

sunting

Studi menunjukkan kekambuhan otomikosis pada 8.89% penderita. Otomikosis yang tidak ditangani dengan baik, tidak membaik dengan terapi, atau terpapar air yang mengandung jamur dapat berkembang menjadi otomikosis kronik. Otomikosis dapat menginfeksi bagian telinga yang lebih dalam seperti membran timpani, telinga dalam, bahkan menginfeksi tulang tengkorak, infeksi mastoid, dan meningoensefalitis.[13][15]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Edward, Yan; Irfandy, Dolly (2012-09-01). "Otomycosis". Jurnal Kesehatan Andalas. 1 (2). doi:10.25077/jka.v1i2.59. ISSN 2615-1138. 
  2. ^ Munguia-Vazquez, Raymundo; Daniel, Sam (2008-05-01). "Ototopical antifungals and otomycosis: A review". International journal of pediatric otorhinolaryngology. 72: 453–9. doi:10.1016/j.ijporl.2007.12.005. 
  3. ^ a b Barati, B; Okhovvat, S A R; Goljanian, A; Omrani, M R (2011-12). "Otomycosis in Central Iran: A Clinical and Mycological Study". Iranian Red Crescent Medical Journal. 13 (12): 873–876. ISSN 2074-1804. PMC 3371907 . PMID 22737432. 
  4. ^ Sudrajad, Hadi dkk (2018). "Efektivitas asam asetat 2% dalam alkohol 70% dibanding ketokonazol 2% topikal pada terapi otomikosis". ORLI. 48 (1): 27. 
  5. ^ a b Koltsidopoulos, Petros; Skoulakis, Charalampos (2019-05-29). "Otomycosis With Tympanic Membrane Perforation: A Review of the Literature". Ear, Nose & Throat Journal (dalam bahasa Inggris): 014556131985149. doi:10.1177/0145561319851499. ISSN 0145-5613. 
  6. ^ "View of Study of Etiological factors, mycological profile and treatment of Otomycosis | International Journal of Medical Research and Review". ijmrr.medresearch.in. Diakses tanggal 2020-05-07. 
  7. ^ "Clinical and mycological studies of otomycosis". www.pjms.com.pk. Diakses tanggal 2020-05-07. 
  8. ^ a b c d e Marlinda, Lita, dkk (2016). "Otomikosis Auris Dextra pada Perenang". Medila Unila. 6 (1): 69. 
  9. ^ Anwar, Khurshid; Gohar, Muhammad Shahid (2014). "Otomycosis; clinical features, predisposing factors and treatment implications". Pakistan Journal of Medical Sciences. 30 (3): 564–567. doi:10.12669/pjms.303.4106. ISSN 1682-024X. PMC 4048507 . PMID 24948980. 
  10. ^ Sulaiman, Eman dkk (2015). "Potency of Vinegar Therapy in Otomycosis Patients". Journal of Medicine and Health. 1 (2): 146. 
  11. ^ "VisualDx Cookie Check". www.visualdx.com. Diakses tanggal 2020-05-07. 
  12. ^ Mishra, Prasun dkk (2017). "Otomycosis treatment: Topical drops vs Cream - A Prospective Randomized Study" (PDF). Clinics in Surgery. 2 (1747). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-07-26. Diakses tanggal 2020-05-07. 
  13. ^ a b "Otomycosis: Symptoms, causes, and treatment". www.medicalnewstoday.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-07. 
  14. ^ general_alomedika (2019-03-24). "Edukasi dan Promosi Kesehatan Otitis Eksterna". Alomedika. Diakses tanggal 2020-05-07. 
  15. ^ Viswanatha, Borlingegowda; Naseeruddin, Khaja (2011-01-14). "Fungal Infections of the Ear in Immunocompromised Host: a Review". Mediterranean Journal of Hematology and Infectious Diseases. 3 (1). doi:10.4084/MJHID.2011.003. ISSN 2035-3006. PMC 3103236 . PMID 21625307.