Ordonansi Guru

Kebijakan pendidikan zaman Hindia Belanda

Ordonansi Guru adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap ulama/guru. Perlawanan sengit terhadap Ordonansi itu datang dari ulama terkemuka Haji Rasul atau Haji Abdul Karim Amrullah. Ordonansi dipandang sebagai ancaman langsung terhadap pengajaran dan penyebaran agama Islam.[1]

Pada 19 Agustus 1928 (atau Kahin menulis Agustus 1927) diadakan rapat akbar yang dihadiri sekira 800 ulama (Kahin menyebut lebih dari 2000 ulama) berpengaruh dari seluruh tanah di Minangkabau. “Haji Rasul menyampaikan pidatonya tentang bahaya perpecahan di kalangan ulama dan mengingatkan adanya perlawanan terhadap Islam,” tulis Shaleh. “Pertemuan akhirnya memutuskan untuk menolak Ordonansi Guru tersebut.”

Kendati gagal menerapkan Ordonansi Guru pada 1928, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan Ordonansi Sekolah Liar pada September 1932 untuk mengendalikan sekolah-sekolah swasta. Menurut Shaleh, penolakan ordonansi tersebut lebih luas, tidak terbatas pada kelompok muslim saja, tetapi juga kelompok atau organisasi lain yang menyelenggarakan sekolah swasta. Melihat konteksnya memang sangat baik dan menjadi guru bukan hal yang mudah pada saat itu, karena sosok guru beda dengan pegawai yang lain, guru banyak sekali pengaruhnya tidak hanya di pendidikan formal namun di lingkungan.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Gusti., Asnan, (2003). Kamus sejarah Minangkabau. Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau. ISBN 979-97407-0-3. OCLC 607810566. 

Pranala luar

sunting