Operasi ekstrateritorial

Operasi ekstrateritorial dalam hukum internasional adalah penegakan hukum atau operasi militer yang dilakukan di luar wilayah atau yurisdiksi negara asal pasukan, biasanya di wilayah negara berdaulat lain. Sesuai hukum internasional, aktivitas ini sangat terbatas dan tergolong pelanggaran kedaulatan negara apabila negara lain melaksanakan penegakan hukum atau operasi militer tanpa seiziin negara tujuan:[1]

Batasan pertama dan utama yang ditetapkan oleh hukum internasional terhadap sebuah negara adalah—bila tidak ada izin negara tujuan—negara itu tidak boleh melaksanakan kekuasaannya dalam bentuk apapun di wilayah negara lain.

Penegakan hukum

sunting

Pemolisian kejahatan transnasional dan internasional merupakan tantangan bagi badan penegak hukum nasional karena yurisdiksinya membatasi intervensi langsung yang boleh diambil badan nasional di yurisdiksi negara lain. Bila dilaksanakan secara ekstrateritorial, hanya aktivitas penegakan hukum dasar (penangkapan dan penahanan) yang boleh dilakukan.[3] Batasan ketat terhadap operasi penegakan hukum ekstrateritorial mendorong kerja sama antara badan penegak hukum negara berdaulat, membentuk badan supranasional seperti Interpol sebagai penghubung kerja sama, dan menempatkan kewajiban tambahan bagi negara seperti aut dedere aut judicare ("ekstradisi atau pengadilan") untuk memulai pengadilan terhadap jenis-jenis kejahatan transnasional tertentu, termasuk pembajakan pesawat sipil, penyanderaan warga sipil, dan tindakan terorisme lainnya, serta kejahatan terhadap diplomat dan "orang yang dilindungi secara internasional".[4]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Stigall 2013, hlm. 16-17.
  2. ^ S.S. Lotus (Fr. v. Turk.), 1927 P.C.I.J. (ser. A) No. 10, ¶ 45 (Sept. 7); quoted in Stigall 2013, hlm. 16
  3. ^ Stigall 2013, hlm. 18.
  4. ^ Stigall 2013, hlm. 19-21.

Daftar pustaka

sunting