Ngga Pulu
Ngga Pulu adalah sebuah puncak di sisi utara dari Gunung Carstensz di bagian barat dari Pulau Papua dengan ketinggian 4.862 meter (15.951 ft). Pengukuran trigonometri menunjukkan bahwa Ngga Pulu dulu adalah puncak tertinggi di Pulau Papua dan juga merupakan puncak tertinggi di Benua Australia-Papua. Ketinggian Ngga Pulu pada tahun 1936 adalah sekitar 4.907 m (16.099 ft), sehingga Ngga Pulu merupakan puncak tertinggi di antara Himalaya dan Andes. Namun, akibat penyusutan gletser, Ngga Pulu kehilangan ketinggiannya pada abad ke-20, sehingga akhirnya kalah tinggi dengan Puncak Jaya.
Ngga Pulu | |
---|---|
Titik tertinggi | |
Ketinggian | 4.862 m (15.951 ft) |
Puncak | 100 m (330 ft)[1] |
Koordinat | 4°3′59″S 137°11′16″E / 4.06639°S 137.18778°E |
Geografi | |
Letak | Provinsi Papua Tengah, Indonesia |
Pegunungan | Barisan Sudirman |
Pendakian | |
Pendakian pertama | 5 Desember 1936 oleh Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel |
Rute termudah | Pendakian batu/salju/es |
Nama
suntingNgga Pulu adalah satu-satunya puncak di Gunung Carstensz yang masih memakai nama lokal. Puncak Sumantri dulu disebut sebagai puncak barat daya dari Ngga Pulu, sementara Puncak Ngga Pulu yang ada saat ini dulu disebut sebagai puncak tenggara. Heinrich Harrer menyebut puncak barat daya sebagai Ngapalu di petanya yang digambar pada tahun 1962, sementara puncak tenggara ia sebut sebagai Puncak Minggu. Setelah Indonesia menguasai Pulau Papua bagian barat, pada tahun 1973, nama puncak barat daya diubah menjadi Puncak Sumantri untuk menghormati mantan Menteri Pertambangan, Soemantri Brodjonegoro, yang belum lama meninggal.
Pada tahun 2002, Pelni mulai mengoperasikan Kapal Motor (KM) baru yang diberi nama "KM Nggapulu". Selain mengangkut penumpang, kapal dengan panjang 146,5 meter dan lebar 23,4 meter tersebut juga dapat mengangkut peti kemas.[2]
Sejarah pendakian
suntingAnton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel berhasil mencapai Puncak Ngga Pulu pada tanggal 5 Desember 1936 selama Ekspedisi Carstensz di Northwall Firn. Pendaki berikutnya adalah Heinrich Harrer dkk pada tahun 1962 dan rombongan ekspedisi Jepang-Indonesia pada tahun 1964.[1]. Pada bulan September 1972, Dick Isherwood menjadi yang pertama untuk mendaki sendiri sisi utara dari Ngga Pulu setinggi 600 m (2.000 ft).[3]
Penurunan ketinggian dan es
suntingEkspedisi Carstensz pada tahun 1936 menghasilkan pengukuran setinggi 5.030 m (16.500 ft) untuk Ngga Pulu. Sebuah survei topografi Australia pada tahun 1973 menyatakan bahwa perkiraan barometrik pada tahun 1936 terlalu tinggi antara 117 dan 125 m (384 dan 410 ft), sehingga mengindikasikan bahwa tinggi dari Ngga Pulu pada tahun 1936 sebenarnya adalah 4.907 ± 10 m (16.099 ± 33 ft).[4] Semua lembah di dalam kawasan Carstensz awalnya diselimuti oleh es, sehingga Piramida Carstensz saat itu hanya merupakan sub-puncak dari Ngga Pulu, dengan perbedaan ketinggian sekitar 200 m (660 ft). Ekspedisi ilmiah Australia pada tahun 1971–73 mengukur Ngga Pulu pada 4.862 m (15.951 ft), dan penyusutan es di lembah menghasilkan perbedaan ketinggian sekitar 300 m (980 ft). Pada tahun 2000, semua gletser Pulau Papua di luar kawasan Carstensz telah hilang. Di dalam kawasan Carstensz, sebuah bekas sub-puncak, yang kini menjadi Puncak Sumantri, menjadi beberapa meter lebih tinggi daripada Ngga Pulu yang masih diselimuti oleh es. Sehingga, Ngga Pulu kini hanya berbeda ketinggian sekitar 100 m (330 ft) sebagai sub-puncak dari Sumatri setinggi 4.870-meter (15.980 ft), yang memiliki perbedaan ketinggian sekitar 350 m (1.150 ft). Penyusutan gletser telah menyebabkan perubahan ketinggian yang signifikan di dalam kawasan Carstensz. Puncak-puncak lain di Pulau Papua kemungkinan juga mengalami hal serupa, seperti Puncak Mandala, Puncak Carstensz Timur, dan Ngga Pilimsit. Ilmuwan yang memantau penyusutan gletser memperkirakan bahwa sekitar tahun 2020–2030, semua gletser di Pulau Papua akan hilang.
Referensi
sunting- ^ "Ngga Pulu, Indonesia" Peakbagger.com. Peakbagger currently gives a prominence of less than 100 m for this peak. Retrieved 2012-07-09.
- ^ "Papua Masih Membutuhkan Angkutan Laut". Liputan 6. 16 April 2002. Diakses tanggal 8 November 2023.
- ^ R.J. Isherwood, The Dugundugoo, The Alpine Journal 1973, pp 188–194.
- ^ Edward G. Anderson, Topographic Survey and Cartography in The Equatorial Glaciers of New Guinea, A.A. Balkema, Rotterdam, 1976