Nestorius adalah uskup Konstantinopel yang termasuk mazhab para teolog Antiokhia.[1] Pemikirannya yang kontroversial mengenai Theotokos dan Kristus membuat dirinya memiliki banyak penentang.[2] Hal inilah yang mengakibatkan dirinya kemudian dipecat dan diekskomunikasi.[3]

Biografi

sunting

Nestorius adalah seorang pengkhotbah popular yang menjadi uskup Konstantinopel pada tahun 428.[1] Ia termasuk mazhab para teolog Antiokhia dalam pandangannya mengenai pribadi Yesus Kristus.[1] Pemikiran-pemikiran Nestorius sangat dipengaruhi oleh Theodore dari Mopsuestia.[2] Ia dipecat menjadi seorang uskup pada tahun 431 dan meninggal sesudah tahun 451.[4]

Pada tahun 1910, karya Nestorius yang berjudul ”Liber Heraclidis (Pasar Heracleides)” ditemukan kembali setelah sekian lama menghilang.[1] Di dalam karyanya, Nestorius tetap berpegang pada ortodoksi serta menegaskan keesaan Yesus Kristus.[1] Namun, Nestorius tidak berhasil mencapai maksud yang sebenarnya ingin diungkapkannya.[1]

Pemikiran

sunting

Theotokos

sunting

Theotokos merupakan sebuah “shibboleth “ atau sebuah semboyan.[4] Theotokos berarti “melahirkan Allah” atau “Bunda Allah”.[2] Hal ini menjadi sebuah dasar yang menyatakan bahwa Maria bukanlah ibu dari Logos, tetapi hanya ibu dari tabiat manusiawinya.[2]

Setelah menjabat sebagai uskup Konstantinopel, ia diminta memberikan tanggapan mengenai Theotokos.[4] Jika ia mengiakan, maka hal itu berarti kesatuan keilahian dan kemanusiaan Yesus disahkan.[4] Namun, jika ia menolak semboyan tersebut, maka hal ini akan mengarah pada berbagai pertanyaan yang mengaitkan Apollinarianisme dengan orang-orang yang memakai ungkapan” Yang melahirkan Allah”.[4] Nestorius pun menganggap bahwa gelar yang diberikan kepada Maria tersebut akan menjadi sebuah bahan tertawaan di antara orang-orang kafir.[4]

Nestorius menerima pemakaian Theotokos apabila ditambahkan dengan ungkapan Anthropotokos(yang melahirkan manusia).[4] Selain itu, ia pun berpendapat bahwa lebih baik menganggap Maria sebagai Christotokosyang melahirkan Kristus”.[4] Nestorius menetapkan Maria tidaklah melahirkan Logos ilahi, tetapi manusia Yesus yang dipersatukan dengan yang ilahi.[4]

Kristus

sunting

Latar belakang Nestorius menolak gelar ”Bunda Allah” bagi Maria disebabkan adanya hubungan ajarannya mengenai tabiat Kristus yang menyatakan: “ Apabila Kristus sunguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia, maka itu adalah suatu keduaan, bukanlah suatu keesaan.[3] Nestorius mengikuti pemikiran Theodore mengenai Allah yang berdiam di dalam Kristus, seperti tinggal dalam sebuah rumah ibadah dan keberdiaman ini merupakan akibat dari kehendak ilahi yang baik: ”Kesatuan Allah firman dengan mereka (tubuh dan jiwa manusia) bukanlah kesatuan hipostasis atau tabiat, melainkan kesatuan kehendak”.[2] Nestorius juga menegaskan tiga “pribadi” atau prosopa di dalam Kristus: satu prosopon Logos, satu prosopon tabiat atau hakikat manusiawi, dan satu prosopon kesatuan ”.[2] Ia berpendapat bahwa jika Yesus sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, maka harus ada satu prosopon dari kesatuan itu ”.[2] Akan tetapi, prosopon ketiga menimbulkan pertentangan di semua pihak penentangnya ”.[2]

Menanggapi kondisi tersebut, ia menggunakan kata ”kebersamaan” untuk menjelaskan kesatuan antara Allah dan manusia yang ada di dalam pikirannya”.[2] Nestorius mengajarkan pengandaian Yesus yang menjadi sebuah rumah kudus bagi Firman (Logos) Allah.[3] Dengan demikian, Logos yang kekal dan oknum Yesus yang bebas serta dapat diubah tetap tinggal menjadi dua hal yang berbeda.[2] Beberapa perbuatan Kristus yang dilakukan oleh Logos, misalnya mukjizat-mukjizat dan hal yang menyangkut manusia Yesus, misalnya sengsara dan kematian-Nya mengungkapkan Firman yang mendiami Yesus dengan lebih sempurna ” .[3] Antara Yesus dan Logos tidak ditemukan keesaan hakikat, melainkan keesaan kehendak yang teguh, sebab kedua-duanya berkasih-kasihan.[3]

Perdebatan dengan Cyrillus

sunting

Khotbah Nestorius di Konstantinopel yang menyangkal perawan Maria adalah Theotokos ”melahirkan Allah” membuat geram Cyrillus, uskup Aleksandria.[2] Cyrillus membuat surat kepada Nestorius untuk menerima ajaran theotokos.[1] Namun, Nestorius bersikeras menolak permintaan Cyrillus. Kondisi ini membuat Cyrillus menulis surat yang berisi tuntutan pada Nestorius untuk tunduk padanya dalam jangka waktu 10 hari.[1] Ia pula meminta Nestorius menandatangani 12 anathema, yaitu mengutuk 12 pernyataan yang berisi apa yang oleh Cyrillus dianggap sebagai paham sesat.[1] Namun, Nestorius menolak permintaan tersebut.[1]

Perbedaan pandangan keduanya dapat disimpulkan sebagai berikut: Nestorius berbicara tentang Yesus dan Allah Firman, sedangkan Cyrillus percaya bahwa Yesus adalah Firman.[1] Menurut Nestorius, Yesus adalah manusia yang dipersatukan dengan Firman menggunakan cara yang sempurna.[1] Namun, Cyrillus menegaskan bahwa Ia adalah Fiman yang menjelma.[1] Selain itu, pemikiran Nestorius bersumber pada teologi Origenes sedangkan Cyrillus seorang pengikut Ireneus dan Athanasius.[5]

Perdebatan ini kemudian dilanjutkan dalam Konsili Efesus tahun 431.[4] Di dalam Konsili ini, dalam Rumusan Penyatuan kembali dengan tegas menyatakan doktrin dua tabiat.[2] Akan tetapi, konsili ini tidak mendukung gagasan Nestorius mengenai”kebersamaan” dan tidak juga mendukung pengertian yang dimintai lawan utama Nestorius, Cyrillus dari Aleksandria(412-444).[2] Menanggapi hasil tersebut, Cyrillus dan pengikutnya kemudian membuka suatu sidang muktamar dan mengutuk Nestorius.[4] Di lain pihak, suatu kontra-sinode diadakan oleh Nestorius untuk menyerang sinode yang diselenggarakan oleh Cyrillus.[4] Akan tetapi, Cyrillus yang menggunakan berbagai cara, ia berhasil mendapatkan pengakuan atas sinodenya sebagai Konsili Oikumenis III.[4]

Konsili Chalcedon(451) menjadi mediasi di antara Nestorius dan Cyrillus [5] Ajaran yang dianggap salah dari kedua belah pihak ditolak dan menyatakan kedua tabiat Kristus adalah:”tak terbagi, tak terpisah”(melawan Nestorius), akan tetapi “tak bercampur, tak berubah”(melawan kaum Cyrillus)[5]

Dampak Kosili Chalcedon terhadap Kaum Nestorian

sunting

Keputusan Konsili Chalcedon tidak memberikan kepuasan bagi para pengiku Nestorius dan Cyrillus.[5] Hal ini mengakibatkan mereka membentuk gereja baru.[5] Kaum Nestorian pindah ke daerah Persia.[5]Gereja Nestorian berkembang dengan baik hingga abad ke-13.[5] Saat ini, anggota yang tersisa hanya ± 50.000orang yang sebagian besar tinggal di Irak Utara.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Tony Lane. Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m Linwood. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
  3. ^ a b c d e H. Berkhof. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m Bernhard Lohse. Pengantar Sejarah: Dogma Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
  5. ^ a b c d e f g h VAN Den End. Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.