Nekho II (atau Nekau; bahasa Inggris: Necho II) adalah raja Mesir kuno dari dinasti ke-26 (610 SM – 595 SM).

Nekho II diyakini adalah firaun yang disebutkan namanya di sejumlah kitab dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Kitab 2 Raja-raja mencatat bahwa Nekho berperang dengan raja Yosia dari Kerajaan Yehuda di Megido dan melukainya yang menyebabkan kematiannya.[1] (dikenal sebagai Perang Megido (609 SM)). Dalam Kitab 2 Tawarikh diberikan keterangan lebih panjang, bahwa Nekho sebenarnya maju berperang melawan tentara Babel di Karkemis dekat sungai Efrat dan raja Yosia menghalanginya, sehingga kemudian terluka parah oleh panah tentara Mesir. Raja Yosia kemudian dibawa ke Yerusalem dan mati di sana. Tertulis bahwa Nekho

mengirim utusan kepada Yosia, dengan pesan: "Apakah urusanmu dengan aku, raja Yehuda? Saat ini aku tidak datang melawan engkau, tetapi melawan keluarga raja yang sedang kuperangi. Allah memerintahkan aku supaya segera bertindak. Hentikanlah niatmu menentang Allah yang menyertai aku, supaya engkau jangan dimusnahkan-Nya!"[2]

Menurut Kitab Yeremia pasal 46:2 "Firaun Nekho, raja Mesir", berkemah di tepi sungai Efrat dekat Karkemis dipukul kalah oleh Nebukadnezar, raja Babel, dalam tahun yang keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda (diperkirakan pada musim panas tahun 605 SM). Tujuan Nekho adalah untuk menghalangi perluasan ke arah barat Kerajaan Babel dan memotong jalur perdagangannya sepanjang sungai Efrat. Namun tentara Mesir dikalahkan oleh serangan mendadak tentara Babel dan akhirnya dipukul mundur dari wilayah Suriah.

Keluarga

sunting

Nekho II adalah putra raja Psamtik I dengan permaisuri utama Mehtenweskhet. Prenomen atau nama kerajaannya Wahem-Ib-Re berarti "Dibawa keluar dari hati (atau keinginan) dewa Re."[3]

Pemerintahan

sunting

Nekho memainkan peranan penting dalam sejarah Kekaisaran Asyur, Babilonia dan Kerajaan Yehuda. Begitu naik tahta, Nekho menghadapi kekacauan dari serangan orang Kimeria dan Scythia, yang tidak hanya menjarah Asia di sebelah barat sungai Efrat, tetapi juga membantu Babilonia menghancurkan Kekaisaran Asyur. Kerajaan Asyur yang tadinya megah itu kemudian hanya menyisakan tentara, pejabat dan bangsawan yang bertahan di kota Harran di sekitar raja Ashur-uballit II. Nekho berniat membantu sisa-sisa kerajaan ini segera setelah naik tahta, tetapi tentara yang dikirimkannya terlalu sedikit dan tentara gabungan dengan Asyur dipaksa mundur ke sebelah barat sungai Efrat.

Perang pertama

sunting
 
Pandangan udara Tel Megiddo, tempat Perang Megido (609 SM).

Pada musim semi tahun 609 SM, Nekho memimpin sendiri tentara dalam jumlah besar (terutama tentara bayaran) untuk membantu Asyur. Nekho mengambil jalur pantai Via Maris ke Suriah, didukung oleh armada lautnya di Laut Tengah di sepanjang pantai, maju melalui dataran rendah Filistia dan Sharon. Ia bersiap untuk menerobos tebing bukit yang menutup bagian selatan lembah Yizreel, tetapi di sana jalannya dihalangi oleh tentara Yehuda yang dipimpin oleh raja Yosia. Raja Yosia berpihak kepada Babilonia dan menghalangi Nekho untuk membantu Asyur yang saat itu sedang berperang dengan tentara Babel. Dalam peperangan di Megido, Yosia terbunuh (Kitab 2 Raja-raja pasal 23, Kitab 2 Tawarikh pasal 35).

Herodotus mencatat peperangan ini dalam bukunya Historia, jilid 2:159:

Necos, kemudian, berhenti membangun kanal dan berperang lagi; beberapa "trireme"-nya dibangun di laut sebelah utara dan beberapa di Teluk Arab, di pantai Laut Erythrias. "Windlasses" untuk menambatkan kapal-kapal masih dapat dilihat. Ia menempatkan kapal-kapal sesuai kebutuhan, sementara ia berperang di Magdolos dengan orang Suriah, dan mengalahkannya; dan setelahnya ia merebut Cadytis (Kadesh), kota besar Suriah. Ia mengirimkan pakaian yang dipakainya dalam peperangan itu ke Branchidae di Miletus dan mempersembahkannya kepada dewa Apolo.

Nekho menguasai Kadesh di Orontes dan maju bergabung dengan tentara Ashur-uballit menyeberangi sungai Efrat untuk mengepung Harran. Nekho merupakan firaun pertama sejak Thutmose III yang menyeberangi sungai Efrat. Serangan itu gagal dan ia harus mundur ke Suriah utara. Pada waktu ini Ashur-uballit lenyap dari sejarah dan Kekaisaran Asyur dikuasai oleh Babilonia.

Setelah meninggalkan sejumlah tentara, Nekho berangkat pulang ke Mesir. Dalam perjalanan ia mendapati bahwa Kerajaan Yehuda telah memilih Yoahas sebagai raja menggantikan ayahnya, Yosia. Nekho mencopot Yoahas dari tahta dan menggantikannya dengan saudara laki-lakinya, Yoyakim. Nekho membawa Yoahas ke Mesir sebagai tawanan, sampai mati di sana (2 Raja–raja 23:31; 2 Tawarikh 36:1–4).

Perang kedua

sunting

Saat itu raja Babel berencana untuk memperluas kekuasaannya di Suriah. Pada tahun 609 SM, raja Nabopolassar merebut Kummuh (Kumukh), mengisolasi tentara Mesir yang bermarkas di Karkemis. Nekho merebut kembali Kumukh pada tahun berikutnya setelah mengepungnya selama 4 bulan, dan membunuh tentara-tentara Babel. Nabopolassar mengumpulkan tentara baru yang bermarkas di Qurumati, di tepi sungai Efrat. Namun, kesehatan yang memburuk memaksa Nabopolassar kembali ke Babilon pada tahun 605 SM. Pada tahun 606 SM tentara Mesir menyerang tentara Babilon yang segera mundur. Nabopolassar yang sudah tua menyerahkan pimpinan tentara kepada putranya Nebukadnezar II, yang mengalahkan tentara Mesir dalam Perang Karkemis, dan mengejar tentara yang mundur sampai ke Hamath.[4] Impian Nekho untuk memulihkan kekuasaan Kerajaan Mesir di Timur Tengah hancur setelah Nebukadnezar menguasai seluruh tanah milik Mesir dari sungai Efrat sampai ke sungai Mesir ("Brook of Egypt") (Kitab Yeremia 46:2; 2 Raja-raja 24:7) termasuk Kerajaan Yehuda.

Proyek-proyek

sunting

Pada suatu saat selama perang di Suriah, Nekho II memulai tetapi tidak dapat menyelesaikan proyek pembuatan kanal dari cabang sungai Nil di Pelusium ke Laut Merah. Kanal ini merupakan cikal bakal Terusan Suez.[5] Dalam rangka proyek tersebut Nekho mendirikan kota baru Per-Temu Tjeku (artinya "Rumah dewa Atum di Tjeku") yang sekarang dikenal sebagai "Tell el-Maskhuta",[6] sekitar 15 km sebelah barat Ismailia. Jalur air itu dimaksudkan mempermudah perdagangan antara Laut Tengah dengan Samudera Hindia. Nekho juga membangun angkatan laut Mesir dengan merekrut orang-orang Yunani Ionia yang mengungsi. Hal ini unik karena umumnya orang Mesir tidak suka dan takut akan lautan.[7] Angkatan laut yang dibangun oleh Nekho beroperasi di sepanjang pantai Laut Tengah dan Laut Merah.[8]

Herodotus (4.42) juga mencatat bahwa Nekho mengirim ekspedisi ke Fenisia, yang membutuhkan 3 tahun untuk berlayar dari Laut Merah mengelilingi benua Afrika sampai ke muara sungai Nil.[9]

Kematian dan pengganti

sunting

Nekho II mati pada tahun 595 SM dan digantikan oleh putranya, Psamtik II, sebagai firaun Mesir. Psamtik II kemudian menghapus nama Nekho dari hampir semua monumen ayahnya dengan alasan yang tidak diketahui.

Referensi

sunting
  1. ^ 2 Raja-raja 23
  2. ^ 2 Tawarikh 35, terutama 2 Tawarikh 35:21
  3. ^ Peter Clayton, Chronicle of the Pharaohs, Thames and Hudson, 1994. p.195
  4. ^ Tawarikh Yerusalem, bagian depan (observe), baris 1-8.
  5. ^ Redmount, Carol A. "The Wadi Tumilat and the "Canal of the Pharaohs"" Journal of Near Eastern Studies, Vol. 54, No. 2 (Apr., 1995), pp. 127-135
  6. ^ Shaw & Nicholson, p.201
  7. ^ Clayton, p.196
  8. ^ Herodotus 2.158; Pliny N.H. 6.165ff; Diodorus Siculus 3.43
  9. ^ Perlu diketahui bahwa meskipun dokumen asli menulis "Laut Merah", banyak naskah kuno juga menyebut "Laut Tengah" sebagai "Laut Merah". Lihat History of Suez Canal dan lukisan Wybylack untuk lebih jelasnya.

Lihat pula

sunting

Pustaka tambahan

sunting
Informasi umum
Bacaan tambahan
  • Peter Clayton (1994). Chronicle of the Pharaohs, Thames and Hudson.
  • Nekau (II) Wehemibre., digitalegypt.ucl.ac.uk