Naskah beriluminasi

Naskah yang isinya diimbuhi hiasan

Naskah beriluminasi adalah naskah berisi teks yang diimbuhi hiasan seperti inisial, marjinalia, dan gambar miniatur. Dalam arti sempit, istilah ini hanya mengacu pada naskah-naskah yang dihiasi dengan sepuhan emas dan perak; namun baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam kajian ilmiah modern, istilah ini digunakan sebagai sebutan umum bagi segala macam naskah berhiasan atau berilustrasi yang dibuat di dunia Barat. Naskah-naskah sejenis yang dibuat di Timur Jauh dan Mesoamerika disebut naskah bergambar. Naskah-naskah Islam dapat disebut beriluminasi, berilustrasi, atau bergambar, meskipun pada dasarnya dibuat dengan teknik-teknik yang sama dengan naskah-naskah Barat. Artikel ini membahas tentang sejarah teknik, sosial, dan ekonomi dari naskah beriluminasi; untuk pembahasan tentang sejarah seninya, lihat miniatur.

Dalam arti sempit, naskah beriluminasi hanya meliputi naskah-naskah yang dihiasi dengan sepuhan emas atau perak. Lukisan miniatur Maiestas Domini (Kristus bersemayam di atas singgasana) dari Kitab Bestiarium Aberdeen (folio 4v) ini dapat disebut beriluminasi.
Hiasan halaman Buku Ibadat Harian Prancis dari ca. 1400 ini meliputi sebuah lukisan miniatur, inisial, dan marjinalia

Naskah-naskah beriluminasi tertua yang sintas berasal dari kurun waktu 400 sampai 600 M, dibuat di Kerajaan Orang Ostrogoth dan Kekaisaran Romawi Timur. Iluminasi dalam naskah-naskah ini tidak saja memiliki nilai seni dan nilai sejarah yang tinggi, tetapi juga telah berjasa memelihara mata rantai melek aksara yang dibentuk oleh teks-teks tak beriluminasi. Tanpa kerja keras para juru tulis biara pada penghujung Abad Antik, sebagian besar karya sastra Yunani dan Romawi mungkin sudah musnah dari Eropa. Sebagaimana yang sudah-sudah, pola sintas sebuah karya tulis sangat ditentukan oleh manfaatnya bagi segelintir umat Kristen yang melek aksara. Iluminasi pada naskah-naskah, sebagai salah satu cara untuk mempermulia dokumen-dokumen kuno, telah membantu melestarikan keberadaan dan menonjolkan nilai informasi naskah-naskah itu selama kurun waktu ketika golongan penguasa tidak lagi melek aksara, atau sekurang-kurangnya tidak lagi menguasai bahasa-bahasa yang digunakan dalam naskah-naskah itu.

Sebagian besar naskah beriluminasi yang sintas berasal dari Abad Pertengahan, tetapi banyak pula yang sintas dari Abad Pembaharuan, bersama segelintir naskah beriluminasi yang berasal dari penghujung Abad Antik. Sebagian besar naskah ini berisi teks-teks keagamaan. Akan tetapi, khususnya semenjak abad ke-13, teks-teks sekular pun semakin banyak yang diiluminasi. Sebagian besar naskah beriluminasi dibuat dalam bentuk kodeks, yang menggantikan bentuk gulungan. Sedikit sekali sisa-sisa naskah beriluminasi pada papirus yang sintas, karena papirus tidak seawet velum atau perkamen. Sebagian besar naskah dari Abad Pertengahan, baik beriluminasi maupun tidak, ditulis pada perkamen (lazimnya terbuat dari kulit anak lembu, biri-biri, atau kambing), tetapi banyak naskah yang dianggap cukup penting untuk diiluminasi ditulis pada perkamen bermutu tinggi yang disebut velum.

Sejak penghujung Abad Pertengahan, naskah-naskah mulai ditulis pada kertas.[1] Buku-buku cetak generasi perdana kadang-kadang dibuat dengan meluangkan tempat bagi rubrik-rubrik dan miniatur-miniatur, atau diberi inisial-inisial hias, atau hiasan-hiasan pada marjin halaman, akan tetapi penemuan teknik cetak menyebabkan iluminasi pada karya-karya tulis semakin lama semakin berkurang. Naskah-naskah beriluminasi masih terus dihasilkan pada permulaan abad ke-16, namun lebih sedikit jumlahnya. Sebagian besar naskah-naskah beriluminasi pada pemulaan abad ke-16 dibuat atas pesanan orang-orang kaya. Naskah adalah salah satu jenis barang yang paling banyak sintas dari Abad Pertengahan; ada ribuan jumlahnya. Naskah-naskah ini juga merupakan spesimen-spesimen terbaik dari lukisan Abad Pertengahan yang mampu sintas dan yang paling terawat, bahkan sering kali lukisan-lukisan dalam naskah-naskah ini adalah satu-satunya contoh yang tersisa dari lukisan-lukisan yang pernah dibuat di banyak tempat dan kurun waktu dalam sejarah.

Sejarah

sunting

Para sejarawan seni rupa menggolongkan naskah-naskah beriluminasi menurut jenis dan periode pembuatannya, yakni naskah penghujung Abad Antik, naskah Insular, naskah Karoling, naskah Ottonen, naskah Roman, naskah Gotik, dan naskah Abad Pembaharuan. Ada pula sejumlah kecil naskah beriluminasi dari periode-periode yang lebih kemudian. Jenis-jenis naskah, yang umumnya disarati hiasan sehingga kadang-kadang disebut pula "buku pajangan", berbeda-beda dari satu periode ke periode lain. Pada milenium pertama, sebagian besar dari naskah-naskah ini berupa Kitab Injil, misalnya Kitab Injil Lindisfarne dan Kitab Kells. Pada periode Roman, banyak dibuat Alkitab lengkap berukuran besar yang beriluminasi – salah satu Alkitab semacam ini yang ada di Swedia membutuhkan tiga tenaga pustakawan untuk mengangkatnya. Banyak Buku Mazmur juga dihiasi secara berlimpah, baik pada periode Roman maupun pada periode Gotik. Kartu-kartu atau poster-poster dalam satuan lembaran berbahan dasar velum, kulit samakan, atau kertas, juga beredar luas. Lembaran-lembaran ini berisi cerita-cerita pendek atau legenda-legenda tentang orang-orang kudus, kesatria-kesatria budiman, atau tokoh-tokoh mitos, bahkan juga tentang penjahat, peristiwa-peristiwa kemasyarakatan, atau peristiwa-peristiwa yang menakjubkan; peristiwa-peristiwa populer sering kali disadur secara bebas oleh para juru cerita dan para pelakon untuk mendukung pementasan-pementasan mereka. Jenis naskah yang terakhir adalah buku-buku ibadat harian, buku sembahyang pribadi yang lazim dimiliki oleh kaum awam yang kaya raya, dan yang sering kali dihiasi dengan iluminasi berlimpah pada periode Gotik. Buku-buku lain, baik berkaitan dengan peribadatan maupun tidak, terus-menerus diiluminasi pada semua periode. Negeri Bizantium juga terus-menerus menghasilkan naskah-naskah dengan gayanya sendiri. Berbagai macam naskah buatan Bizantium tersebar pula ke negeri-negeri Ortodoks dan Kristen Timur lainnya. Untuk kawasan, periode, dan jenis yang lain, lihat Seni rupa Abad Pertengahan. Daur ulang perkamen dengan cara mengerik permukaannya sehingga dapat digunakan kembali adalah praktik yang lazim kala itu; bekas-bekas yang tertinggal dari teks sebelumnya disebut palimpses.

Dunia Islam, khususnya Semenanjung Iberia, dengan tradisi melek aksaranya yang tak terusik sepanjang Abad Pertengahan, telah berjasa menghadirkan karya-karya tulis klasik bagi lingkaran-lingkaran keilmuan dan universitas-universitas yang lama-kelamaan semakin marak di Eropa Barat pada abad ke-12, karena menghasilkan buku-buku dalam jumlah besar dan berbahan baku kertas untuk pertama kalinya di Eropa, berisi risalah-risalah lengkap dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, terutama astrologi dan kedokteran, yang memerlukan iluminasi dalam jumlah banyak dan mampu merepresentasikan teks secara akurat.

Pada periode Gotik, semakin banyak naskah-naskah beriluminasi yang dihasilkan, dan semakin banyak naskah-naskah sekular yang diiluminasi, misalnya kronik-kronik dan karya-karya sastra. Pada periode ini pula orang-orang kaya mulai membangun perpustakaan-perpustakaan pribadi. Mungkin perpustakaan milik Filipus Si Pemberani adalah perpustakaan pribadi terbesar pada pertengahan abad ke-15. Diduga Filipus mengoleksi sekitar 600 naskah beriluminasi, sementara sejumlah rekan dan kerabatnya hanya mengoleksi beberapa lusin saja.

 
Naskah-naskah beriluminasi yang tersimpan di Ura Kidane Mehret, sebuah gedung Gereja Ortodoks Etiopia dari abad ke-16 di Semenanjung Zege, Danau Tana, Etiopia

Sampai abad ke-12, sebagian besar naskah dibuat di biara-biara untuk dijadikan koleksi perpustakaan biara atau untuk memenuhi pesanan dari dermawan kaya. Biara-biara besar sering kali menyediakan ruangan khusus bagi para rahib untuk membuat naskah yang disebut skriptorium. Di dalam ruang skriptorium tersedia area-area kerja perorangan, tempat seorang rahib dapat duduk dan mengerjakan naskah tanpa terganggu oleh rekan-rekannya. Jika tidak memiliki skriptorium, maka biara dapat menyisihkan “bilik-bilik kecil yang dikhususkan sebagai tempat menyalin buku; bilik-bilik ini harus dipilih dengan cermat agar masing-masing juru tulis dimungkinkan memiliki sebuah jendela yang menghadap ke serambi biara.”[2] Pemisahan rahib-rahib ini dari seisi biara menunjukkan betapa dihormatinya mereka dalam paguyubannya.

Pada abad ke-14, regu khusus para rahib yang menulis di ruang skriptorium biara sudah hampir sepenuhnya tergantikan oleh sanggar-sanggar skriptorium komersial perkotaan, teristimewa yang ada di Paris, Roma, dan negeri Belanda.[3] Meskipun proses pembuatan naskah beriluminasi tidak mengalami perubahan, namun pergeseran dari biara-biara ke lingkungan komersial merupakan suatu langkah yang radikal. Permintaan naskah meningkat sedemikian pesatnya sampai-sampai perpustakaan-perpustakaan biara kewalahan dalam memenuhi pesanan sehingga mulai mempekerjakan juru-juru tulis dan iluminator-iluminator dari luar biara.[4] Orang-orang ini lazimnya bertempat tinggal di dekat biara dan, pada beberapa kasus, berpakaian seperti rahib bilamana masuk ke dalam biara, namun dibiarkan pulang di kala senja. Pada kenyataannya, para iluminator sering kali dikenal dan dipuji-puji orang, dan banyak dari tanda-tanda jati diri mereka yang sintas.[5]

Mula-mula naskah “diserahkan kepada rubrikator, yang menambahkan (dengan tinta merah atau warna lain) judul-judul, judul-judul utama, inisial-inisial bab dan bagian-bagian bab, catatan-catatan, dan lain sebagainya; selanjutnya – jika akan diilustrasi – buku diserahkan kepada iluminator.”[2] Dalam kasus pembuatan naskah-naskah untuk dijual secara komersial, penulisannya “sudah barang tentu dirundingkan terlebih dahulu antara pemesan dan juru tulis (atau agen juru tulis); namun pada saat kumpulan tulisan diserahkan kepada iluminator, sudah tidak ada lagi ruang untuk berinovasi.”[6]

Teknik

sunting
 
Penulis naskah di meja kerjanya. Abad ke-14

Iluminasi merupakan suatu proses yang rumit dan sering kali menghabiskan biaya yang besar. Karya iluminasi lazimnya dikhususkan bagi buku-buku yang istimewa: Alkitab untuk altar gereja, misalnya. Orang-orang kaya sering kali memesan "buku-buku ibadat harian", yang berisi kumpulan doa-doa untuk waktu-waktu sembahyang dalam hari liturgi.

Pada permulaan Abad Pertengahan, sebagian besar buku dibuat di biara-biara, baik untuk keperluan biara itu sendiri, untuk dijadikan persembahan, maupun untuk memenuhi pesanan. Meskipun demikian, sanggar-sanggar skriptorium komersial satu demi satu bermunculan di kota-kota besar, teristimewa di Paris, dan di Italia serta negeri Belanda, dan pada penghujung abad ke-14 sudah ada industri pembuatan naskah yang signifikan. Industri ini juga melibatkan agen-agen yang bertugas mencatat pesanan-pesanan jarak jauh, beserta perincian lambang pribadi pemesan dan orang-orang kudus yang ia kehendaki (untuk penanggalan dalam buku ibadat harian). Pada penghujung Abad Pertengahan, banyak dari para pelukis adalah kaum perempuan, khususnya di Paris.

Dalam pembuatan sebuah naskah beriluminasi, lazimnya teks dituliskan terlebih dahulu. Lembaran-lembaran perkamen atau velum, yakni kulit hewan yang diolah secara khusus menjadi media tulis, dipotong-potong menjadi lembaran-lembaran halaman dengan ukuran yang tepat. Setelah keseluruhan tata letak isi naskah direncanakan dengan matang (misalnya, letak huruf-huruf besar inisial dan gambar-gambar bingkai halaman), garis-garis penanda baris digoreskan tipis-tipis pada lembaran halaman dengan menggunakan sebatang tangkai runcing. Selanjutnya juru tulis mulai bekerja dengan buli-buli tinta dan pena bulu atau kalam yang telah diruncingkan.

Jenis huruf untuk menuliskan teks disesuaikan dengan kebiasaan dan cita rasa setempat. Huruf-huruf Romawi yang kokoh dari permulaan Abad Pertengahan lambat laun tergantikan oleh jenis-jenis huruf lain, misalnya huruf unsial dan huruf separuh unsial, khususnya di Kepulauan Britania, tempat dikembangkannya jenis-jenis huruf yang khas seperti huruf mayuskula insular dan huruf minuskula insular. Huruf hitam yang padat dan bertekstur kaya pertama kali muncul sekitar abad ke-13 dan menjadi sangat populer, khususnya pada penghujung Abad Pertengahan. Paleografi adalah kajian tentang huruf-huruf tulisan tangan yang bersejarah, dan kodikologi adalah kajian tentang aspek-aspek fisik lainnya dari kodeks-kodeks naskah.

Salah satu unsur terpenting dalam pembuatan sebuah naskah beriluminasi adalah jumlah waktu yang dihabiskan dalam tahap praproduksi untuk mempersiapkan kerangka naskah. Pada masa sebelum pembuatan naskah direncanakan dengan cermat, “selembar halaman bertulis huruf hitam, barang lumrah pada periode Gotik, akan tampak sebagai selembar halaman berisi huruf-huruf yang ditulis berimpit-impit dan berjejal-jejal, dalam suatu format yang didominasi huruf-huruf besar berhiasan, yang diturunkan dari bentuk aksara unsial atau yang disesuaikan dengan keseluruhan ilustrasi.”[7] Untuk mencegah berulangnya pembuatan naskah-naskah dan iluminasi-iluminasi yang kurang bagus semacam itu, lazimnya tulisan dibubuhkan terlebih dahulu, “dan bidang-bidang kosong disisihkan untuk dekorasi. Hal ini direncanakan dengan sangat cermat oleh juru tulis, bahkan sebelum menyentuhkan pena pada perkamen.” Jika si juru tulis dan si iluminator bukan satu orang yang sama, maka perencanaan praproduksi memungkinkan disediakannya ruang yang memadai bagi hasil karya mereka masing-masing.

Proses pembuatan iluminasi

sunting
 
Langkah-langkah umum dalam pembuatan naskah beriluminasi, mulai dari pembuatan kuras sampai dengan penjilidan
 
TAHAP-TAHAP ILUMINASI
I. Menandai kerangka gambar dengan titik-titik dari bubuk grafit II. Membuat gambar dengan gerip perak III. Memperjelas gambar dengan tinta IV. Mempersiapkan permukaan bidang gambar untuk disepuhi emas kerajang V. Menyepuhkan emas kerajang VI. Menggilap emas kerajang agar berkilau VII. Menambahkan guratan hias agar emas kerajang semakin lekat VIII. Membubuhkan warna-warna dasar IX. Menambahkan warna-warna gelap agar gambar terkesan timbul X. Menambahkan detail-detail gambar XI. Membubuhkan detail tambahan dengan warna-warna terang XII. Memperjelas sekeliling gambar dengan tinta guna merampungkan iluminasi
 
Sebuah iluminasi manuskrip abad ke-13, gambar peristiwa pembunuhan Thomas Becket tertua yang diketahui

Tahap-tahap di bawah ini adalah garis-garis besar dari seluruh rangkaian kegiatan dalam pembuatan iluminasi-iluminasi pada satu halaman naskah:

  1. Membuat gambar dengan gerip perak
  2. Menyepuhkan emas
  3. Membubuhkan warna-warna utama
  4. Melanjutkan tiga tahap pertama serta membuat kerangka gambar-gambar hiasan tepi halaman
  5. Menggambar rinceau (hiasan sulur-suluran) sebagai hiasan marjin halaman
  6. Mewarnai gambar-gambar hiasan marjin halaman[8]

Iluminasi dan hiasan biasanya telah direncanakan pada saat naskah akan mulai dikerjakan, demikian pula dengan bidang kosong yang harus disisihkan untuk menampungnya. Meskipun demikian, penulisan teks lazimnya dikerjakan terlebih dahulu sebelum naskah diberi iluminasi. Pada permulaan Abad Pertengahan, teks dan iluminasi sering kali dikerjakan sekaligus oleh orang-orang yang sama, biasanya oleh para rahib. Akan tetapi pada puncak Abad Pertengahan, teks dan iluminasi lazimnya dikerjakan secara terpisah, kecuali untuk inisial-inisial dan hiasan-hiasan tambahan pada huruf yang berulang. Pada abad ke-14, sudah ada sanggar-sanggar kriya yang memproduksi naskah-naskah, dan pada permulaan abad ke-15, sebagian besar naskah-naskah terbaik diproduksi di sanggar-sanggar ini untuk memenuhi pesanan, bahkan pesanan dari biara-biara. Bilamana penulisan teks sudah rampung, ilustrator pun mulai bersiap-siap untuk bekerja. Gambar-gambar yang rumit telah dirancang sebelumnya, kemungkinan besar pada papan-papan berlapis lilin, buku sketsa pada masa itu. Gambar-gambar rancangan itu selanjutnya disalin ke permukaan velum (kemungkinan besar dengan menggunakan jarum atau alat gores lainnya, seperti pada pembuatan Kitab Injil Lindisfarne). Sekian banyak naskah setengah jadi dari berbagai periode dengan jelas menyingkap metode-metode yang pernah digunakan dalam pembuatan naskah.

Pada semua periode, sebagian besar naskah yang dihasilkan tidak memuat gambar. Pada permulaan Abad Pertengahan, naskah-naskah cenderung dihasilkan dalam dua kategori berdasarkan tujuan pembuatannya, yakni untuk dijadikan buku-buku pajangan yang sarat dengan iluminasi, atau untuk keperluan belajar-mengajar yang hanya dihiasi dengan inisial-inisial hias dan hiasan-hiasan tambahan pada huruf. Pada periode Roman, lebih banyak lagi naskah yang diberi hiasan atau inisial-inisial beriwayat, dan naskah-naskah yang diperuntukkan bagi keperluan belajar-mengajar kerap memuat sejumlah gambar, meskipun sering kali tidak diwarnai. Kecenderungan ini semakin meningkat pada periode Gotik, manakala sebagian besar naskah yang dihasilkan sekurang-kurangnya memiliki hiasan-hiasan tambahan pada huruf di bagian-bagian tertentu, dan lebih banyak lagi naskah yang memuat gambar. Buku-buku pajangan, khususnya yang dihasilkan pada periode Gotik, dihisi dengan bingkai-bingkai hias atau motif sulur-suluran, yang sering kali disisipi droleri-droleri kecil. Satu lembar halaman naskah buatan periode Gotik dapat memuat beberapa jenis hiasan sekaligus: sebuah miniatur dalam bingkai, sebuah inisial beriwayat di awal sebait teks, dan sebuah bingkai hias yang disisipi gambar-gambar droleri. Seringkali jenis hiasan yang berbeda dikerjakan oleh seniman yang berbeda pula.

Pemakaian warna dalam naskah-naskah beriluminasi

sunting

Jika sepuhan emas merupakan salah satu tampilan yang paling memukau dari naskah-naskah beriluminasi, maka paduan warna-warna yang berani menghasilkan berlapis-lapis dimensi pada iluminasi. Dari sudut pandang religius, "bermacam-macam warna yang digunakan dalam ilustrasi buku, tidaklah kurang layak mewakili bermacam-macam rahmat dari hikmat surgawi."[2] Jika para pujangga religius menganggap dirinya mengejawantahkan sebagian dari kemuliaan Allah yang tak terhingga dalam karya-karya mereka, maka banyak ilustrasi dapat dihubungkan dengan "sejarah dari teks-teks yang hendak diilustrasi serta kebutuhan dan cita rasa para pembacanya."[9] Warna menjadikan gambar-gambar dalam lembaran naskah tampak hidup dan memukau sidang pembaca. Tanpa warna, dampak dari gambar naskah akan hilang sepenuhnya.

Pewarnaan

sunting

Para seniman Abad Pertengahan memiliki perbendaharaan warna yang kaya; di bawah ini adalah daftar sebagian pewarna yang digunakan. Selain itu, bahan-bahan aneh seperti air seni dan kotoran telinga juga digunakan dalam meramu pewarna.[10]

Warna Pewarna
Merah Pewarna dari serangga, antara lain:

Pewarna dari bahan kimiawi dan mineral, antara lain:

Kuning Pewarna dari tumbuh-tumbuhan, antara lain:
  • Reseda, diolah dari tanaman Reseda Luteola;
  • Kunyit, dari tanaman Curcuma Longa; dan
  • Kuma-kuma, jarang digunakan karena harganya yang mahal, dari tanaman Crocus Sativus.

Pewarna dari mineral, antara lain:

Hijau
Biru Pewarna dari tumbuh-tumbuhan, antara lain:

Pewarna dari bahan kimiawi dan mineral, antara lain:

Putih
Hitam
Emas
  • Emas kerajang, emas yang ditempa tipis-tipis, atau serbuk emas, direkatkan dengan gom arab atau telur; emas yang direkatkan dengan telur disebut emas cangkang.
Perak
  • Perak, baik perak kerajang maupun serbuk, sama seperti emas; dan
  • Timah kerajang, sama seperti emas.

Penyepuhan

sunting
 
Sakramentarium Tyniec dari abad ke-11, ditulis dengan tinta emas pada latar belakang ungu.

Sebuah naskah beriluminasi dianggap sungguh-sungguh beriluminasi jika satu atau lebih iluminasi dalam naskah itu dihiasi emas kerajang atau emas urai yang disepuhkan dengan teknik upam. Sepuhan emas pada sebuah iluminasi menyiratkan berbagai makna sehubungan dengan teks naskah. Jika teks bersifat religius, maka pembubuhan emas merupakan tanda pengagungan terhadap teks itu. Pada abad-abad permulaan agama Kristen, “naskah-naskah Injil kadangkala ditulis seluruhnya dengan tinta emas.”[11] Selain menjadikan teks tampak memukau, juru-juru tulis kala itu juga menganggap penggunaan emas sebagai tindakan memuliakan Allah. Sebagai contoh, “lukisan riwayat hidup Kristus dibuat jauh lebih indah dan berlatar belakang emas di tengah-tengah sekian banyak gambar adegan perburuan, perlombaan, dan sosok-sosok ganjil.”[12] Selain itu, emas juga digunakan jika si pemesan naskah ingin memamerkan kekayaannya. Kelak pembubuhan emas pada naskah-naskah terlampau sering dilakukan, “sehingga nilainya sebagai penanda status melalui naskah pun merosot.”[13] Selama kurun waktu ini, harga emas menjadi sangat murah sehingga pembubuhan emas pada naskah-naskah beriluminasi hanya dihargai sebesar sepersepuluh dari biaya pembuatan naskah.[14] Dengan menambahkan kemewahan dan kedalaman pada naskah, penggunaan emas dalam pembuatan iluminasi telah menghasilkan karya-karya seni yang masih dihargai sampai sekarang.

Pembubuhan emas kerajang atau emas urai pada sebuah iluminasi adalah suatu proses yang sangat rumit sehingga hanya iluminator-iluminator termahir saja yang sanggup mengerjakannya. Hal pertama yang menjadi bahan pertimbangan seorang iluminator bilamana akan membubuhkan emas adalah apakah emas kerajang ataukah emas urai yang harus digunakan. Bilamana iluminator hendak menggunakan emas kerajang, maka emas akan ditempa dan dipipihkan sampai “lebih tipis daripada kertas tertipis.”[14] Pemakaian emas kerajang semacam ini memungkinkan berbagai bagian dari teks dapat dibingkai dengan garis emas. Ada sejumlah cara menyapukan emas pada sebuah iluminasi, salah satu cara yang terpopuler adalah mencampur emas dengan perekat hewani kemudian “tuang ke dalam air dan luluhkan dengan jari.”[15] Setelah menjadi lunak dan liat di dalam air, emas pun siap untuk disapukan pada lembaran naskah. Para iluminator harus sangat berhati-hati ketika menyapukan emas kerajang pada naskah agar tidak merusak warna yang sudah lebih dahulu dibubuhkan pada iluminasi. Emas kerajang “mudah lekat pada segala macam pewarna yang sudah lebih dahulu dibubuhkan sehingga dapat merusak keseluruhan rancangan, selain itu penggilapannya dilakukan dengan pengerahan tenaga sehingga berisiko meluberkan lukisan-lukisan yang sudah lebih dahulu dibuat di sekitarnya.” Pembubuhan emas secara tidak cermat dapat merusak bagian-bagian iluminasi yang sudah lebih dahulu dikerjakan sehingga keseluruhan lembaran terpaksa harus diganti.

Para patron seni iluminasi

sunting

Biara-biara menghasilkan naskah-naskah untuk dipakai sendiri; naskah-naskah yang disarati iluminasi pada awalnya cenderung dibuat untuk keperluan peribadatan, sementara naskah-naskah koleksi perpustakaan biara berisi teks-teks yang tampak lebih bersahaja. Pada periode yang terdahulu, naskah-naskah sering kali dibuat atas pesanan para penguasa untuk dipakai sendiri atau dijadikan cendera mata diplomatik. Banyak naskah kuno yang dihasilkan dengan cara seperti ini, bahkan sampai permulaan Zaman Modern. Sejak buku ibadat harian menjadi populer, orang-orang kaya mulai gemar memesan buku-buku ibadat harian beriluminasi untuk dijadikan sarana penanda status di tengah-tengah masyarakat, sehingga buku-buku semacam ini kadang-kadang memuat potret atau lambang pribadi si pemesan: "Dalam lukisan yang menggambarkan kisah Perjanjian Baru, sosok Kristus akan dibuat lebih besar daripada sosok seorang rasul, dan sosok seorang rasul akan dibuat lebih besar daripada sosok-sosok figuran, sementara si pemesan yang rendah hati atau si pelukis sendiri akan ditampilkan sebagai sosok kecil di sudut lukisan."[9][16][17] Penanggalan dalam buku-buku ibadat harian ini pun dibuat lebih bersifat pribadi, yakni dengan menonjolkan tanggal-tanggal peringatan orang-orang kudus setempat atau santo-santa pelindung anggota-anggota keluarga si pemesan. Pada penghujung Abad Pertengahan, banyak naskah yang dibuat untuk didistribusikan melalui suatu jaringan agen. Pada naskah-naskah ini terdapat bagian-bagian yang sengaja dikosongkan untuk nantinya diisi sendiri oleh pembeli dengan lukisan lambang yang dikehendaki.

Detail dan keindahannya yang memukau menunjukkan bahwa penambahan iluminasi tidak pernah dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Penambahan iluminasi memiliki manfaat ganda, yakni menambah nilai suatu karya tulis dan, yang jauh lebih penting, menyajikan gambar-gambar—bagi golongan buta aksara dalam masyarakat—yang "menjadikan bacaannya terasa lebih hidup dan mungkin pula lebih tepercaya.”[18]

Galeri

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ Buku Misa Silos dari permulaan abad ke-11, ditulis pada bahan yang tidak lazim dalam pembuatan buku-buku pada masa itu, berasal dari Spanyol, dekat pusat pembuatan kertas kaum Muslim di Al-Andaluz. Penulisan naskah pada kertas lama-kelamaan semakin lazim dilakukan, tetapi perkamen yang lebih mahal masih lebih sering digunakan dalam pembuatan naskah-naskah beriluminasi sampai akhir periode itu.
  2. ^ a b c Putnam A.M., Geo. Haven. Books and Their Makers During The Middle Ages. Jil. 1. New York: Hillary House, 1962. Print.
  3. ^ De Hamel, 45
  4. ^ De Hamel, 57
  5. ^ De Hamel, 65
  6. ^ De Hamel, Christopher. Medieval Craftsmen: Scribes and Illuminations. Buffalo: University of Toronto, 1992. hal. 60.
  7. ^ Anderson, Donald M. The Art of Written Forms: The Theory and Practice of Calligraphy. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc, 1969. Print.
  8. ^ Calkins, Robert G. "Stages of Execution: Procedures of Illumination as Revealed in an Unfinished Book of Hours." International Center of Medieval Art 17.1 (1978): 61–70. JSTOR.org. Web. 17 April 2010. <http://www.jstor.org/stable/766713>
  9. ^ a b "Manuscript." http://arts.jrank.org/pages/9716/Manuscript.html. Web. 17 April 2010.
  10. ^ "Iberian manuscripts (pigments)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-03-29. Diakses tanggal 2017-08-18. 
  11. ^ De Hamel, Christopher. The British Library Guide to Manuscript Illumination: History and Techniques. Toronto: University of Toronto, 2001. Print, 52.
  12. ^ Brehier, Louis. “Illuminated Manuscripts.” The Catholic Encyclopedia. Jil.9. New York: Robert Appelton Company, 1910. 17 April 2010 http://www.newadvent.org/cathen/09620a.htm
  13. ^ De Hamel, Christopher. Medieval Craftsmen: Scribes and Illuminations. Buffalo: University of Toronto, 1992. Print, 49.
  14. ^ a b Brehier, Louis. “Illuminated Manuscripts.” The Catholic Encyclopedia. Jil.9. New York: Robert Appelton Company, 1910. 17 April 2010 http://www.newadvent.org/cathen/09620a.htm, halaman 45.
  15. ^ Blondheim, D.S. "An Old Portuguese Work on Manuscript Illumination." The Jewish Quarterly Review, New Series 19.2 (1928): 97–135. JSTOR. Web. 17 April 2010. <http://www.jstor.org/stable/1451766>.
  16. ^ Hamel, Christopher de (29 Desember 2001). The British Library Guide to Manuscript Illumination: History and Techniques (edisi ke-1). University of Toronto Press, Scholarly Publishing Division. hlm. 20. ISBN 0-8020-8173-8. 
  17. ^ "Heraldry". Glossary for Illuminated Manuscripts. British Library. n.d. Diakses tanggal 14 Desember 2015. 
  18. ^ Jones, Susan. "Manuscript Illumination in Northern Europe". In Heilbrunn Timeline of Art History. New York: The Metropolitan Museum of Art, 2000–. http://www.metmuseum.org/toah/hd/manu/hd_manu.htm (Oktober 2002)

Bacaan lebih lanjut

sunting
  • Bland, David. A History of Book Illustration: The Illuminated Manuscript and the Printed Book (London: Faber & Faber, 1958)
  • Coleman, Joyce, Mark Cruse, and Kathryn A. Smith, eds. The Social Life of Illumination: Manuscripts, Images, and Communities in the Late Middle Ages (Series: Medieval Texts and Cultures in Northern Europe, jil. 21. Turnhout: Brepols Publishing, 2013). xxiv + 552 halaman tinjauan daring
  • De Hamel, Christopher. A History of Illuminated Manuscript (Phaidon, 1986)
  • De Hamel, Christopher. Medieval Craftsmen: Scribes and Illuminations. Buffalo: University of Toronto, 1992.
  • Lazaris, Stavros. "L’illustration des disciplines médicales dans l’Antiquité: hypothèses, enjeux, nouvelles interprétations", dalam: La Collezione di testi chirurgici di Niceta (Firenze, Biblioteca Medicea Laurenziana, Plut. 74.7). Tradizione medica classica a Bisanzio, M. Bernabò (ed.), Roma, 2010, hal. 99-109 [1].
  • Lazaris, Stavros. "L’image paradigmatique: des Schémas anatomiques d’Aristote au De materia medica de Dioscoride", Pallas, 93 (2013), hal. 131-164 [2].
  • Lazaris, Stavros. "Art et science vétérinaire à Byzance: Formes et fonctions de l’image hippiatrique". Turnhout: Brepols, 2010 [3]
  • Morgan, Nigel J., Stella Panayotova, dan Martine Meuwese. Illuminated Manuscripts in Cambridge: A Catalogue of Western Book Illumination in the Fitzwilliam Museum and the Cambridge Colleges (London: Harvey Miller Publishers bekerja sama dengan Modern Humanities Association. 1999- )
  • Rudy, K.M. Piety in Pieces: How Medieval Readers Customized their Manuscripts (Open Book Publishers, 2016)
  • Wieck, Roger. "Folia Fugitiva: The Pursui of the Illuminated Manuscript Leaf". Jurnal Walters Art Gallery, Jil. 54, 1996.

Pranala luar

sunting

Gambar

sunting

Sumber

sunting

Modern

sunting