Nasionalisme Bavaria

ideologi politik yang menegaskan kesatuan budaya bersama orang Bavaria

Nasionalisme Bavaria adalah ide atau gagasan dari orang-orang Bavaria (sebuah negara bagian di Jerman) yang ingin memisahkan diri (separatisme) atau menuntut untuk mendapatkan hak otonomi yang lebih besar untuk negara bagian Bavaria di Jerman.[1][2][3][4][5]

Bendera negara bagian Bavaria

Sejarah

sunting

Pra–Perang Dunia I

sunting

Ide tentang nasionalisme Bavaria muncul sekitar tahun 1871. Ide ini berkembang karena memiliki keterkaitan dengan konflik antara Austria yang saat itu didominasi oleh Katolik dengan Prusia yang mayoritas Protestan, orang-orang Bavaria sendiri secara kebudayaan dan tradisi lebih dekat dengan Austria Katolik ketimbang Prusia Protestan. Saat perang terjadi, orang Bavaria mendukung pihak Austria melawan Prusia, tetapi perang tersebut kemudian berakhir pada 1871 dan Prusia keluar sebagai pihak pemenang. Sebagai pihak pemenang, Prusia menuntut pihak yang kalah (termasuk Bavaria) untuk membayar ganti rugi perang, yaitu dengan menganeksasi wilayah Bavaria ke dalam wilayah Prusia yang kemudian tergabung menjadi Kekaisaran Jerman. Meskipun telah bersatu dengan Kekaisaran Jerman, orang Bavaria tetap menolak dominasi Prusia atas sistem sosial-politik di Jerman. Oleh karena itulah Bavaria secara tegas terus melawan Prusia–Jerman dan menuntut kemerdekaan atas wilayah Bavaria dikembalikan seperti sebelum Perang Austria–Prusia.[6]

Pasca–Perang Dunia I

sunting

Saat meletus Perang Dunia I (1914-1918) antara Blok Sentral yang terdiri dari Kekaisaran Jerman, Austria-Hungaria, Kesultanan Utsmaniyah, Bulgaria dan Italia (Italia kemudian keluar dan bergabung dengan Blok Sekutu) melawan Blok Sekutu atau yang juga disebut Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya (dan koloninya), Prancis (dan koloninya), dan Rusia (dan koloninya) yang kemudian diikuti oleh negara-negara lainnya seperti, Amerika Serikat, Jepang, Italia, dan lain-lain.[7]

Pihak Jerman dan Austria yang sempat berperang pada 1871 justru menjadi sekutu pada Perang Dunia I, hal ini berdampak terhadap sikap politik orang Bavaria yang sebelumnya menolak Jerman, menjadi pendukung Jerman. Namun, ketika Perang Dunia I berakhir pada 1918 dan dimenangkan oleh Blok Sekutu, muncul revolusi di negara-negara yang kalah perang, termasuk di Jerman. Revolusi di Jerman memaksa Kaisar Wilhelm turun takhta dan Kerajaan Jerman runtuh dan berubah menjadi Republik Weimar, selain itu juga sentimen separatisme Bavaria kembali muncul dan mengancam integrasi Jerman.[5]

Pra–Jerman Nazi

sunting

Pada 1923, Bavaria mendapatkan hak otonominya dan menjadi sebuah "kerajaan" di dalam Republik Weimar, pemerintahan Bavaria dipimpin oleh Gustav Ritter von Kahr dan Partai Rakyat Bavaria. Dibawah kepemimpinan von Kahr, Bavaria secara politis menyatakan diri bebas dari Jerman, kemudian berupaya untuk melakukan kudeta terhadap kekuasaan Jerman di tanah Bavaria, tetapi usaha von Kahr dan Partai Rakyat Bavaria menemui kegagalan karena munculnya Partai Nazi yang saat itu sudah dipimpin oleh Adolf Hitler menggantikan Anton Drexler sudah mulai besar dan bergerak untuk merebut pemerintahan Bavaria dan melawan pemerintahan Republik Weimar, atau yang dikenal sebagai peristiwa Beer Hall Putsch. Akhirnya Partai Rakyat Bavaria harus berkompetisi dengan Partai Nazi untuk mendapatkan simpati orang Bavaria yang memang membenci pemerintah Jerman saat itu.[5]

Periode Jerman Nazi dan Perang Dunia II

sunting

Saat Partai Nazi memenangkan pemilihan tahun 1932 dan Adolf Hitler naik menjadi Kanselir Jerman pada 1933, kemudian Republik Weimar dibubarkan. Banyak orang-orang Bavaria kemudian mendukung Partai Nazi, karena kebencian mereka pada komunisme dan antisemitisme tertampung dalam manifesto perjuangan Nazi. Dukungan orang Bavaria terhadap Nazi juga terus berlangsung selama Perang Dunia II, terutama saat Jerman memutuskan untuk menyudahi hubungan dengan Uni Soviet dan melakukan kampanye ke Rusia. Namun ketika Perang Dunia II berakhir dan Jerman menjadi salah satu pihak yang kalah (bersama-sama Italia dan Jepang), orang Bavaria tidak lagi bersimpati pada Nazi dan justru mencari dukungan dari pihak Sekutu agar mau menekan pemerintahan Jerman yang baru untuk memberikan kemerdekaan pada Bavaria.[5]

Periode Jerman Barat

sunting

Pada 1950-an wilayah Bavaria yang masuk kedalam wilayah Jerman Barat cukup memberikan kontribusi dalam politik Jerman saat itu. Sekitar 5% sampai 20% pemilih di Bavaria memilih Partai Bavaria, partai ini juga menjadi salah satu anggota koalisi pemerintahan federal pada 1954 sampai 1957, di bawah kepemimpinan Wilhelm Hoegner.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ "How is Bavaria different from the rest of Germany? - Quora". www.quora.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-06. 
  2. ^ Millar, Joey (2017-07-18). "German independence shock bid: One-third of Bavarians want to quit Angela Merkel's Germany". Express.co.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-04. 
  3. ^ (www.dw.com), Deutsche Welle. "A free and independent Free State of Bavaria? | Germany | DW | 18.09.2014". DW.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-06. 
  4. ^ "Bavarian Separatism and the Franconian Issue". GeoCurrents (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-06. 
  5. ^ a b c d e Minahan, James (2002-05-30). Encyclopedia of the Stateless Nations: Ethnic and National Groups Around the World A-Z [4 Volumes] (dalam bahasa Inggris). ABC-CLIO. ISBN 9780313076961. 
  6. ^ "Seven Weeks' War | 1866". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-07. 
  7. ^ Napoleon. "Sejarah Perang Dunia I". Harian Sejarah (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-04.