Nasib akhir alam semesta

Nasib akhir alam semesta adalah sebuah topik dalam kosmologi fisik yang batasan teoretisnya menjelaskan dan mengevaluasi skenario evolusi dan nasib akhir alam semesta. Berdasarkan bukti pengamatan yang tersedia, memprediksi nasib dan evolusi alam semesta telah menjadi pertanyaan kosmologis yang valid, berada di luar batasan kepercayaan mitologis atau teologis yang sebagian besar tidak dapat diuji. Beberapa kemungkinan masa depan telah diprediksi oleh hipotesis ilmiah yang berbeda. Misalnya hipotesis untuk menentukan apakah alam semesta mungkin telah ada untuk durasi yang terbatas dan tak terbatas, atau untuk menjelaskan cara dan keadaan permulaannya.

Pengamatan yang dilakukan oleh Edwin Hubble selama tahun 1930-an-1950-an menemukan bahwa galaksi tampak bergerak menjauh satu sama lain, yang mengarah ke teori Dentuman Besar yang diterima saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa awal alam semesta sangat padat, sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu, dan telah berkembang dan (rata-rata) menjadi kurang padat sejak saat itu.[1] Konfirmasi Dentuman Besar sebagian besar tergantung pada tingkat laju ekspansi, kepadatan rata-rata materi, dan sifat fisik massa-energi di alam semesta.

Ada konsensus kuat di antara para kosmolog bahwa bentuk alam semesta dianggap "datar" (garis paralel tetap akan paralel) dan akan terus mengembang selamanya.[2][3]

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan asal usul dan nasib akhir alam semesta meliputi pergerakan rata-rata galaksi, bentuk dan struktur alam semesta, serta jumlah materi gelap dan energi gelap yang dikandung dalam alam semesta.

Referensi

sunting
  1. ^ Wollack, Edward J. (10 December 2010). "Cosmology: The Study of the Universe". Universe 101: Big Bang Theory. NASA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 May 2011. Diakses tanggal 27 April 2011. 
  2. ^ "WMAP- Shape of the Universe". map.gsfc.nasa.gov. 
  3. ^ "WMAP- Fate of the Universe". map.gsfc.nasa.gov. 

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting