Nama Sumatra (juga dieja sebagai Sumatera) berasal dari nama kerajaan Samudra (terletak di pesisir timur Aceh). Kata samudra sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti "lautan". Sumatra pada awalnya adalah eksonim, dan penghuni asli Sumatra sendiri menyebut pulau mereka antara lain dengan nama Pulau Perca, Andalas, dan Pulau Emas. Nama lain yang juga sempat disematkan terhadap Sumatra adalah Suwarnadwipa dan Suwarnabhumi, yang dapat diartikan sebagai "Pulau Emas".

Sumatra/Sumatera

sunting

Asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudra (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudra menjadi Shumathra,[1] dan kemudian menjadi Sumatra, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.[2] Sumber lain menyebutkan bahwa nama Sumatra sudah dikenal dari abad ke-11, di zaman Sriwijaya, yaitu gelar seorang raja Sriwijaya Haji Sumatrabhumi ("Raja tanah Sumatra"),[3] berdasarkan berita China ia mengirimkan utusan ke China pada tahun 1017.

Peralihan Samudra (nama kerajaan) menjadi Sumatra (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudra Hindia dan di sana tertulis pulau "Samatrah". Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama "Camatarra". Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama "Samatara", sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama "Samatra". Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu "Camatra", dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya "Camatora". Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: "Somatra". Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: "Samoterra", "Samotra", "Sumotra", bahkan "Zamatra" dan "Zamatora".

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kadang-kadang dieja dengan swarabakti menjadi "Sumatera".[4]

Pulau Perca

sunting


Andalas

sunting


Pulau Emas

sunting


Suwarnadwipa

sunting


Suwarnabhumi

sunting


Referensi

sunting
  1. ^ Hamka (1950) Sedjarah Islam di Sumatera Medan : Pustaka Nasional. hal 7
  2. ^ Nicholaas Johannes Krom, De Naam Sumatra, BKI, 100, 1941.
  3. ^ Munoz. Early Kingdoms. hlm. 175. 
  4. ^ "Mana yang baku, Sumatera atau Sumatra?".