Museum Nasional van Wereldculturen

museum di Belanda

Nationaal Museum Nasional van Wereldculturen (NMVW) (terj.National Museum of World Cultures) merupakan payung organisasi museum yang mengelola beberapa museum etnografi di Belanda, didirikan pada tahun 2014. Museum yang dikelola meliputi Tropenmuseum (terj. Tropical Museum/Museum Tropikal) di Amsterdam, Afrika Museum (Museum Afrika) in Berg en Dal, dan Museum Volkenkunde (terj. Ethnology Museum/Museum Etnologi) in Leiden. NMVW juga bekerja sama dengan Wereldmuseum (terj. World Museum/Museum Dunia) di Rotterdam.[1] NMVM ini juga termasuk ke dalam bagian organisasi-organisasi nasional Belanda untuk penelitian mengenai studi asal-usul dan proyek-proyek pengembalian warisan budaya ke negara-negara asal, seperti bekas jajahan Belanda atau Indonesia saat ini.

Tropenmuseum, Amsterdam, Belanda

Struktur dan koleksi

sunting

NMVW didirikan pada tahun 2014 hasil dari pengabunganTropenmuseum di Amsterdam, Museum Volkenkunde di Leiden, dan Afrika Museum di Berg en Dal. Organisasi ini juga mengawasi Wereldmuseum di Rotterdam, dimana koleksinya merupakan milik kota Rotterdam. Menurut situs web museum, koleksinya yang dimiliki mencapai "hampur 450.000 obyek dan 260.000 gambar fotografi yang merupakan bagian dari koleksi nasional atau daerah serta 350.000 gambar yang memiliki nilai dokumentasi.[2]

NMVW didirikan dengan latar belakang diskrusus pabrik di Belanda dan negara eropa lainnya mengenai sejarah kolonial dari koleksi etnografi serta seruan untuk mengembalikan warisan budaya Afrika ke negara-negara asalnya. Sekitar 40% dari kolekasi museum diperkirakan didapat dalam konteks kolonialisme. Dikutip dari Stijn Schoonderwoerd, mantan Direktor NMVW, "Hal ini membuat kami mempertanyakan sejarah kolonialisme kami, dan kami melihat bahwa kami memiliki potensi untuk mengajukan banyak pertanyaan mengenai identitas, kontrol, kekuasaan, ketidaksetaraan, dan dekolonisasi.”[3]

Menurut artikel yang diterbitkan oleh NMVW, yang dipublikasikan di Majalah UNESCO Courier edisi Oktober/Desember 2020,[4] Museum mulai membuat panduan mengenai repatriasi pada 2017. "Sebelumnya, tindakan ini telah dilaksanakan lebih dari beberapa dekade tetapi diklaim ditangani secara ad hoc." Pada Maret 2019, sebuah dokumen berjudul Return of Cultural Objects: Principles and Process diterbitkan, hal ini untuk menegaskan bahwa "misi keseluruhan museum untuk menangani sejarah yang panjang, rumit dan kusut yang telah menghasilkan koleksi yang dimiliki museum.” Ini mencakup “komitmen untuk menangani dan mengevaluasi secara transparan klaim pengembalian benda-benda budaya sesuai dengan standar saling menghormati, bekerja sama, dan ketepatan waktu.”[3]

Dalam kolaborasi dengan Rijksmuseum di Amsterdam serta Expertise Centre for the Restitution of Cultural Goods and the Second World War di National Institute for War, Holocaust and Genocide Studies (NIOD),[5] NMVW berfokus pada Indonesia dengan proyek untuk mengkosolidasi penelitian masa ekspedisi militer masa kolonial dan jaringan perdagangan.[3]

Repatriasi warisan budaya

sunting

Pada Maret 2020, Menteri Budaya Belanda mengembalikan keris emas kepada Duta Besar Indonesai di Hague berdasarkan penelitian asal muasal yang dilakukan oleh pihak museum. Keris itu dimiliki oleh Pangeran Diponegoro, pemimpin pemberontakan dan Pahlawan Nasional Indonesia yang berperang selama lima tahun melawan kolonial Belanda pada tahun 1825 s.d 1830. Beberapa barang miliknya seperti sadel dan tombak telah dikembalikan ke Indonesia pada 1970an.[3]

Pada Januari 2021, Pemerintahan Belanda menyetujui mekanisme pusat untuk repatriasi warisan kolonial. Atas rekomendasi komisi penasehat, diumumkan bahwa Belanda akan mengembalikan benda apa pun dalam koleksi nasional yang ditemukan telah diambil secara ilegal dari bekas koloni Belanda. Sampai saat ini, grup peneliti dari sembilan museum dan dari Vrije Universiteit meluncurkan proyek senilai €4,5 juta pada Juni 2021 untuk mengembangkan panduan praktikal untuk museum di Belanda mengenai koleksi dari masa kolonial.[6]  

Lihat juga

sunting

Sumber

sunting

  Artikel ini mengandung teks dari karya konten bebas. Licensed under CC BY-SA 3.0 IGO License statement: The Netherlands: Museums confront the country’s colonial past, Hickley, Catherine, UNESCO. UNESCO Courier, no 3, 2020. Untuk mengetahui cara menambahkan teks berlisensi terbuka ke artikel Wikipedia, baca Wikipedia:Menambahkan teks berlisensi terbuka ke Wikipedia. Untuk informasi tentang mendaur ulang teks dari Wikipedia, baca ketentuan penggunaan.

Referensi

sunting
  1. ^ Nationaal Museum van Wereldculturen. "NMVW - Collections". collectie.wereldculturen.nl. Diakses tanggal 2021-04-19. 
  2. ^ Nationaal Museum van Wereldculturen. "NMVW - About". collectie.wereldculturen.nl. Diakses tanggal 2021-04-19. 
  3. ^ a b c d Hickley, Catherine (2020-10-08). "The Netherlands: Museums confront the country's colonial past". UNESCO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-04-19.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama ":0" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ UNESCO (2020-11-05). "The UNESCO Courier, October – December 2020". UNESCO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-04-19. 
  5. ^ Institute for War, Holocaust and Genocide Studies (NIOD) (2012-07-04). "About NIOD". www.niod.nl (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-04-19. 
  6. ^ Hickley, Catherine (2021-03-10). "Forging ahead with historic restitution plans, Dutch museums will launch €4.5m project to develop a practical guide on colonial collections". www.theartnewspaper.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-04-20. 

Bacaan lebih lanjut

sunting

Pranala luar

sunting
  • Halaman web Museum Nasional Kebudayaan Dunia di Belanda (dalam bahasa Inggris)
  • Halaman web Museumovermensen.nl ( terj. "Museum about people" (dalam bahasa Belanda)
  • Halaman web AfrikaMuseum.nl (dalam bahasa Inggris)