Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri
Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri adalah museum umum yang menempati gedung cagar budaya yang bernama Balai Kerapatan Tinggi Siak. Balai ini dibangun pada tahun 1886 pada masa pemerintahan Sultan Siak ke-11, yaitu Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Gedung dirancang oleh seorang Arsitek bernama Tengku Sulung Putra. Pembangunn museum dilakukan dengan bergotong royong oleh para penduduk yang mendalami wilayah Datuk Empat Suku. Sebelumnya, Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri digunakan sebagai tempat penobatan raja, musyawarah kerajaan dan pengadilan hukum. Kepemilikan Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Siak, sedangkan pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak.[1] Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri berlokasi di Jalan Sultan Ismail, Kampung Dalam, Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.[2] Jenis koleksi yang dipamerkan di museum ini adalah warisan budaya kesukuan, peninggalan sejarah, dan peninggalan arkeologi. Koleksi unggulan museum ini yaitu Ruang Persidangan.[1]
Pendirian
suntingMuseum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri yang merupakan bekas Balai Kerapatan Tinggi Siak, dibangun pada tahun 1886 dalam masa pemerintahan Sultan Siak ke-11 yaitu Sultan Syarif Hasyim.[3] Pembangunan Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri dilakukan dengan bergotong royong oleh penduduk yang berada di wilayah Datuk Empat Suku. Datuk Empat Suku terdiri dari Datuk Suku Tanah Datar, Datuk Suku Pesisir, Datuk Suku Lima Puluh, dan Datuk Suku Kampar. Bangunan yang digunakan sebagai museum, pada awalnya merupakan Balai Rung Sri yang digunakan sebagai tempat penobatan gelar Sultan, tempat bermusyawarah para petinggi kerajaan, tempat persidangan dan juga sebagai tempat menerima para tamu kerajaan. Fungsinya yang sangat banyak membuat Balai Rung Sri juga dikenal dengan nama Balai Kerapatan Tinggi.[4]
Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri berlokasi di Jalan Sultan Ismail, Kampung Dalam, Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.[2] Lokasi museum ini berada di tepi Sungai Siak berhadapan dengan muara Sungai Mempura dengan pintu masuk dari sungai dan jalan raya.[4]
Arsitektur
suntingGedung Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri berbentuk podium dua lantai. Gedungnya berbentuk segi empat dengan ukuran 30,8 meter × 30,2 meter. Ruang utama terletak di lantai kedua dengan pintu masuk berupa tangga beton, sedangkan pintu keluar melalui dua tangga, yaitu tangga besi atau tangga kayu yang berbentuk spiral. Arsitektur bangunan disebut sebagai “sangkar burung sirindit”. Di lantai kedua terdapat tiga ruangan utama yaitu ruang sidang, ruang panitera, dan ruang tunggu persidangan. Di dalam ruang utama terdapat singgasana Kerajaan Siak yang berwarna emas dengan motif sulur dan naga. Di lantai bawah terdapat tiga buah ruangan sebagi kantor dan ruang Kadi Kerajaan Siak.[4]
Gedung Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri memiliki tiga tangga untuk naik ke lantai dua. Tangga utama menghadap ke Sungai Siak. Tangga menghadap ke timur terbuat dari besi, sedangkan tangga yang menghadap ke barat terbuat dari kayu. Selain itu, di gedung ini juga terdapat toilet dan tempat beristirahat.[5]
Kolom bangunan Museum Budaya dan Sejarah Siak Balai Rung Sri merupakan perpaduan antara kolom bergaya Ionic, Yunani dan kolom kayu. Bangunan ini dibangun dengan langgam bergaya Neoklasik.[6] Pada tahun 1937, pemerintah Hindia Belanda merenovasi gedung ini. Pintu keluar dari balai dibuat menjadi dua tangga yang berbeda. Di sebelah kanan terdapat tangga besi, sedangkan di sebelah kiri terdapat tangga kayu. Tangga kayu dan besi ini memiliki makna tertentu pada masa persidangan. Turun melalui tangga besi menyatakan bahwa pelaku tidak bersalah, sedangkan turun dari tangga kayu bermakna bahwa pelaku bersalah.[6]
Koleksi
suntingTiga ruangan pada lantai pertama digunakan sebagai penyimpanan koleksi museum. Ruangan pada lantai pertama berisi koleksi parang, alat penggiling karet, alat penangkap ikan, alat permainan rakyat, congklak dan layang-layang. Pada lantai pertama museum juga terdapat foto-foto kegiatan dari Sultan Siak ke-11, yaitu Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin. Foto tersebut diambil di Belanda saat acara penobatan Ratu Wilhelmina pada tahun 1889. Foto ini menampilkan Sultan Syarif Hasyim bersama Sultan Kutai Kertanegara dan Raja Solo. Selain itu juga terdapat foto dari Sultan Siak kedua belas, Sultan Syarif Kasim II yang menggunakan baju kebesarannya. Pada bagian tengah lantai dua terdapat sebuah ruang utama yang menyimpan singgasana Kerajaan Siak serta tiruan dari mahkota kerajaan Siak. Di depan singgasana kerajaan, terdapat kursi-kursi kayu yang membentuk susunan ruang persidangan. Foto hitam putih di depan singgasana menggambarkan persidangan yang dipimpin oleh Sultan Siak. Koleksi surat-surat Kerajaan Siak dipajang di koridor lantai dua. Surat-surat ini dicetak di atas kertas mengilap dengan ukuran 50 sentimeter persegi yang menceritakan kegiatan Sultan. Surat-surat ini bertahun 1927 sampai dengan 1936 dengan tulisan berbahasa Belanda dan menggunakan ejaan Van Ophujsen.[6]
Referensi
sunting- ^ a b Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid I (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 92. ISBN 978-979-8250-67-5.
- ^ a b "Budaya Kita". referensi.data.kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-14. Diakses tanggal 2020-06-20.
- ^ Nusantara, Solusi Sistem. "Selaksa Taman 'Negeri Istana' | Gaya Hidup". www.gatra.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-20.
- ^ a b c "Balai Kerapatan Tinggi". Situs Resmi Pemerintah Kab. Siak (dalam bahasa Inggris). 2015-08-27. Diakses tanggal 2020-06-20.
- ^ HTMLmate. "Museum Sejarah dan Budaya Balairung Sri (Balai Kerapatan Tinggi | Pesona Siak - The Official Guide of Siak Regency". pesonasiak.id. Diakses tanggal 2020-06-20.
- ^ a b c kas, arief (2020-02-11). "Megah & Mewah! Inilah Ruangan Rapat Sultan Siak". detikcom. Diakses tanggal 2020-06-20.