Melintas Badai

film Indonesia

Melintas Badai adalah film Indonesia tahun 1985, diadaptasi dari novel dengan judul yang sama. Film ini dibintangi oleh Marissa Haque dan Ray Sahetapy. Di film ini sang sutradara Sophan Sophian selalu tetap ingin bicara tentang masalah sosial dan khusus dalam film ini menentang adat orang tua yang tidak tahu diri. Kekhususan lain film ini adalah pada pengadeganan. Cerita tidak berjalan lurus begitu saja, tetapi ada sorot balik dan melompat.

Melintas Badai
SutradaraSophan Sophian
ProduserFerry Angriawan
Ditulis olehSlamet Rahardjo
PemeranMarissa Haque
Ray Sahetapy
Rima Melati
Rina Hassim
Tetty Liz Indriati
El Manik
Ratno Timoer
Anton Indracaya
Dolly Martin
Wahab Abdi
Harry Capri
HIM Damsjik
Leroy Osmani
Abdi Wiyono
Suprianto Djarot
Ida Leman
Penata musikIdris Sardi
PenyuntingSK Syamsuri
DistributorVirgo Putra Films
Tanggal rilis
1985
Durasi101 menit
NegaraIndonesia

Sinopsis

sunting

Martin (Ray Sahetapy) dan Emmy (Marissa Haque)yang kawin lari. Mereka meninggalkan Bukittinggi dan mengadu nasib di Jakarta. Adegan melompat pada interogasi polisi, karena Martin menganiaya sopir yang menabrak seorang anak. Nasib tidak begitu ramah. Emmy terpaksa menjadi buruh cuci, sementara Martin tidak juga dapat pekerjaan. Martin yang campuran Jawa-Manado dan besar di Sumatra ini, ditunjukan sangat peka akan ketidakadilan dan solidaritas. Anak yang tertabrak taksi, ditolongnya dengan memberikan darahnya. Ia menolak uang pemberian ayah anak itu, Max Woworuntu, pengacara. Ternyata anaknya sendiri kena musibah sama dan ia tidak bisa menyumbang darahnya, hingga anaknya meninggal. Kegeramannya ditumpahkan ke sopir taksi yang menabrak anak, seperti dimulai di awal film. Dari sini cerita maju. Ditahan polisi, ia bersahabat dengan Sarip, orang Mentawai, yang sering berkicau akan membunuh kemiskinan, karena dianggapnya sebagai biang masalah sosial. Sarip ini "kebetulan" berlatar belakang "sama" dengan Martin. Istri dan anaknya mati ditabrak taksi. Ia lalu mengamuk dan merusak taksi dan mikrolet, tetapi ia ditahan dan jadi residivis bukan lantaran itu. Hal ini baru terungkap di bagian akhir film. Saat ditahanan Martin didatangi mertuanya yang memaksanya menandatangani surat cerai. Akibatnya, Emmy menderita penyakit psikis berkepanjangan sampai akhirnya orangtuanya menyadari kesalahannya. Karena pengakuan Sarip dan usaha Pengacara Max Woworuntu yang diminta tolong oleh Emmy, Martin akhirnya bebas. Sarip dibawa ke Nusa Kambangan, tetapi lari, tertembak dan mati di pangkuan Martin yang baru saja bebas. Emmy-Martin berakhir bahagia.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ JB Kristanto, Katalog Film Indonesia 1926-1995, PT Grafiasri Mukti,Jakarta, 1995 hal 291-292

Pranala luar

sunting