Masjid Raya Teluk Bayur
0°59′44″S 100°22′11″E / 0.995672°S 100.369707°E
Masjid Raya Teluk Bayur | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Peletakan batu pertama | Akhir abad ke-19 |
Masjid Raya Teluk Bayur atau dulunya dikenal sebagai Surau Ateh adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang terletak di kawasan pelabuhan Teluk Bayur, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Meski masjid yang sebelumnya hanya berupa surau ini tercatat telah berdiri sejak akhir abad ke-17, tetapi bangunan yang berdiri di lokasi sekarang baru dibangun pada masa penjajahan Belanda sekitar akhir abad ke-19.
Saat ini, selain digunakan untuk aktivitas ibadah umat Islam, masjid satu lantai ini juga digunakan sebagai sarana pendidikan agama dan pesantren kilat bagi pelajar.
Sejarah
suntingMenurut Abdul Baqir Zein dalam bukunya yang berjudul Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, masjid ini telah berdiri sejak akhir abad ke-17, tetapi masih berupa surau yang letaknya tidak di lokasi masjid ini berdiri sekarang.[1] Surau tersebut didirikan oleh seorang saudagar asal Arab bernama Abdullah, yang diketahui tewas akibat dibunuh setelah terlibat dalam perlawanan terhadap Kompeni yang hendak menguasai kawasan Teluk Bayur pada tahun 1696.[2][3]
Masjid yang berdiri saat ini dibangun menyusul dilakukannya perluasan kawasan Teluk Bayur menjadi pelabuhan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1888.[1] Saat itu, seluruh aktivitas perdagangan dan transportasi laut berlangsung di pelabuhan tersebut, termasuk pemberangkatan para calon haji yang akan menunaikan ibadah haji setelah sebelumnya mengikuti kegiatan manasik di Masjid Raya Ganting.[4] Karena letaknya yang berdekatan dengan pelabuhan Teluk Bayur, masjid ini, yang saat itu juga masih berupa surau, menjadi lebih ramai dari biasa ketika musim haji karena dipadati banyak orang yang hendak melepaskan para calon haji.[2]
Pada awalnya, bentuk masjid ini dibuat sederhana, dengan dinding berbahan kayu beratapkan daun pua.[1] Pada tahun 1911, untuk pertama kalinya dilakukan pemugaran, salah satunya penggantian dinding dengan batu karang menggunakan semen yang didatangkan dari pabrik semen di kawasan Indarung.[1]
Rujukan
sunting- Catatan kaki
- Daftar pustaka
- Zein, Abdul Baqir (1999). Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani. ISBN 979-561-567-X.