Manipulasi video
Manipulasi video adalah salah satu jenis manipulasi media dengan mengubah atau memodifikasi konten video menggunakan berbagai teknik pemrosesan video dan penyuntingan video. Perubahan ini bisa dengan mengganti wajah seseorang dan menambah atau menghapus objek dalam video. Tujuan dari manipulasi video bisa sangat beragam, mulai dari tujuan kreatif seperti membuat karya seni visual hingga tujuan yang kurang baik seperti menyebarkan informasi palsu atau berita bohong.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, teknik manipulasi video yang semakin canggih telah berdampak pada makin maraknya misinformasi, termasuk pemalsuan dalam (deepfake). Selain itu, teknologi ini juga sering kali dimanfaatkan untuk kampanye politik.
Sejarah
suntingKonsep manipulasi video bisa ditelusuri kembali ke tahun 1950-an, ketika pita Quadruplex 2 inci yang digunakan dalam perekam kaset video masih disunting dengan cara dipotong dan disambung secara manual. Setelah dilapisi dengan ferrofluida, kedua ujung pita yang akan disambung, dicat dengan campuran serbuk besi dan karbon tetraklorida, sebuah senyawa beracun dan karsinogenik untuk membuat jejak dalam pita terlihat apabila dilihat melalui mikroskop, sehingga dapat disejajarkan pada alat penyambung yang didesain untuk penyuntingan video.[1]
Seiring dengan berkembangnya perekam kaset video pada tahun 1960-an hingga 1990-an, kemampuan merekam melalui pita magnetik yang sudah ada menjadi mungkin. Hal ini mengarah pada konsep melapisi bagian-bagian tertentu dari film untuk memberikan ilusi satu video yang direkam secara konsisten. Ilusi ini merupakan contoh manipulasi video pertama yang dapat diidentifikasi.
Pada tahun 1985, Quantel merilis The Harry, sistem penyuntingan video dan penggabungan efek digital pertama. Sistem ini merekam dan menerapkan efek pada video digital 8-bit yang tidak terkompresi dengan maksimal panjang 80 detik. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1991, Adobe merilis versi pertama Premiere for Mac, sebuah program yang sejak saat itu menjadi standar industri untuk penyuntingan video dan sekarang umum digunakan untuk manipulasi video. Pada tahun 1999, Apple merilis Final Cut Pro, yang bersaing dengan Adobe Premiere dan digunakan dalam produksi film-film besar seperti The Rules of Attraction danNo Country for Old Men.[2]
Deteksi wajah menjadi subjek penelitian utama pada awal tahun 2000-an yang terus dipelajari hingga saat ini. Pada tahun 2017, seorang pengembang perangkat lunak amatir bernama "DeepFakes" mengubah video pornografi dengan mengganti wajah selebritas secara digital dengan wajah-wajah yang ada di dalam video aslinya. Kata "deepfake" kemudian menjadi istilah bagi penggunaan algoritma dan teknologi pemetaan wajah untuk memanipulasi video.[3]
Bentuk
suntingManipulasi video mencakup berbagai teknik pengubahan atau penyesuaian konten visual dalam sebuah video, mulai dari yang sederhana seperti mengubah kecepatan pemutaran atau warna, hingga yang lebih kompleks seperti mengganti wajah seseorang, menambahkan atau menghapus objek, atau bahkan menciptakan adegan yang sebenarnya tidak ada.[4] Beberapa bentuk manipulasi video yang umum ditemui antara lain pemalsuan dalam, di mana wajah seseorang diganti dengan wajah orang lain secara sangat realistis, serta teknik-teknik penyuntingan video yang memungkinkan penambahan efek visual yang rumit.[3]
Menurut tim pemeriksa fakta dari The Washington Post, manipulasi video dapat diidentifikasi menjadi enam teknik utama yang kemudian dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori besar. Pertama, manipulasi konteks meliputi tindakan seperti menempatkan potongan video di luar konteks aslinya (misrepresentasi) dan mengisolasi segmen pendek untuk menciptakan narasi yang berbeda. Kedua, penyuntingan yang menipu melibatkan penghapusan bagian penting dari video dan menyambung potongan-potongan video yang tidak berhubungan untuk menghasilkan narasi palsu. Terakhir, transformasi jahat mencakup modifikasi langsung pada bingkai video atau bahkan pembuatan video palsu menggunakan teknologi canggih seperti pemalsuan dalam. Semua teknik ini bertujuan untuk menyesatkan penonton dan menyebarkan informasi yang tidak benar.[5]
Pendeteksian
suntingMengenali video manipulasi membutuhkan ketelitian dan pengetahuan dasar tentang teknik penyuntingan video. Tanda-tanda umum video hasil manipulasi antara lain ketidaksesuaian warna kulit atau objek dengan lingkungan sekitar, bayangan yang aneh atau tidak konsisten, gerakan yang tidak natural, atau gerakan mulut yang tidak sinkron dengan audio.[6] Video manipulasi seringkali memiliki kualitas yang tidak konsisten, terutama pada bagian yang dimanipulasi. Sumber yang tercantum dalam video juga sering kali tidak kredibel, sehingga diperlukan pemeriksaan fakta.[7]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ "Edit Suite: Once Upon a Time: The History of Videotape Editing - Videomaker". Videomaker (dalam bahasa Inggris). 1997-07-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-22. Diakses tanggal 2018-11-14.
- ^ "Fun Facts and Dates in Digital Editing 'Firsts' - The Beat: A Blog by PremiumBeat". The Beat: A Blog by PremiumBeat (dalam bahasa Inggris). 2011-12-10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-04. Diakses tanggal 2018-11-14.
- ^ a b Image and video manipulation: The generation of deepfakes. DigiDoc Research Group & Ediciones Profesionales de la Información SL. 2022. ISBN 978-84-120239-9-2.
- ^ Schellmann, Hilke (2018-10-15). "Deepfake Videos Are Getting Real and That's a Problem". Wall Street Journal (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-17.
- ^ "Seeing Isn't Believing: The Fact Checker's guide to manipulated video". The Washington Post.
- ^ Powell, Charissa. "Research Guides: Evaluating Online Information: Video Manipulation". guides.lib.udel.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-17.
- ^ Marcon, Federico, dkk. "Detection of Manipulated Face Videos over Social Networks: A Large-Scale Study". National Library of Medicine.