Mani (nabi)

Nabi sekaligus pengasas agama Mani pada abad ke-3 Masehi

Mani (𐭌𐭀𐭍𐭉/𐭬𐭠𐭭𐭩/𐮋𐮀𐮌𐮈/𐬨𐬁𐬥𐬌/𐫖𐫀𐫗𐫏, Māni dalam bahasa Persia Pertengahan; مانی, Māni dalam bahasa Persia Baru; 摩尼,Móní dalam bahasa Tionghoa; Μάνης, Manes dalam bahasa Yunani Koine dan bahasa Latin, atau Μανιχαῖος, Manikhayos dalam bahasa Yunani dan Manichaeus dalam bahasa Latin, dari nama Suryani ܡܐܢܝ ܚܝܐ, Mānī ḥayā, artinya "Mani yang hidup", lahir sekitar bulan April 216 Masehi, wafat tanggal 2 Maret 274 atau 26 Februari 277 Masehi) adalah nabi Iran[6][7][8][9] pengasas agama Mani, agama yang lebih menonjol pada Abad Kuno-Akhir.


Mani
مانی
Cap batu Mani, batu kuarsa, kemungkinan besar dari abad ke-3 Masehi, Irak. Cabinet des Médailles, Paris.[1][2] Tulisan pada cap berbunyi "Mani, Rasul Almasih", mungkin saja pernah digunakan sendiri oleh Mani untuk memeteraikan surat-suratnya.[3][1]
Sebelum
Pendahulu
Yesus
Pengganti
Petahana
Sebelum
Informasi pribadi
LahirSekitar bulan April 216 Masehi
Meninggal2 Maret 274 atau 26 Februari 277 Masehi[5]
(saat berumur 57-58 atau 60-61 tahun)
Sebab meninggalDihukum mati atas perintah Raja Bahram I
AgamaAgama Mani
KebangsaanIran
Orang tuaPātik dan Maryam
KewarganegaraanKemaharajaan Sasani
Karya terkenalKitab suci agama Mani
Pendiri dariAgama Mani

Mani lahir di atau tidak jauh dari kota Seleukia-Ktesifon (selatan dari kota Bagdad sekarang ini) di Mesopotamia,[4] yang pada masa itu dikuasai Kemaharajaan Partia. Tujuh di antara karya-karya tulis utama Mani ditulis dalam bahasa Suryani, sementara karya tulisnya yang kedelapan, yang didarmabaktikan bagi Maharaja Sasani Syapur I, ditulis dalam bahasa Persia Pertengahan.[10] Ia wafat di kota Gondisyapur.

Etimologi

sunting

Arti nama "Mani" belum dapat dipastikan.[11] Nama itu bisa saja berasal dari kata Aram-Babel Mânâ, yang berarti "cahaya". Umat Manda'i memiliki istilah mânâ raba, yang berarti "prabu nan tercerahkan".[12] Menurut tafsir-tafsir Yunani Kuno, arti nama tersebut adalah skewos (σκεῦος, bejana, perkakas) atau homilia (ὁμιλία, bercampur, rombongan, perkariban, wejangan).

Penyifatan yang sedikit menyepelekan, yakni "seseorang yang bukan siapa-siapa" (frasa Manes quidam), juga muncul di dalam risalah Hegemonius, Acta Archelai, dari abad ke-4 Masehi. Meskipun demikian, Hegemonius berjasa menyumbang keterangan terperinci tentang rupa dan perawakan Mani. Nama-nama Mani menjadi objek transformasi penggugah semangat (Manikhayos dalam bahasa Yunani dan Kubti serta Mannichaeus dalam bahasa Latin, yaitu Mannam fundens, "pencurahan mana"). Selain itu, lantaran kemungkinan besar Mani berasal dari kaum Elkesai, mungkin saja "Mani" adalah hipokorisme (nama timangan) dari nama Ibrani Menahem (Penghibur atau Pelipur).[13][14]

Sumber pustaka

sunting

Pada tahun 1969, di daerah Mesir Hulu, ditemukan sebuah kodeks perkamen yang yang diperkirakan berasal dari sekitar tahun 400 Masehi. Kodeks tersebut kini dikenal dengan nama Codex Manichaicus Coloniensis karena disimpan di Universitas Cologne. Lantaran menyandingkan suatu uraian hagiografis tentang kiprah dan perkembangan rohani Mani dengan informasi tentang risalah agama Mani, dan lantaran memuat penggalan-penggalan dari karya-karya tulisnya, kodeks ini sekarang dianggap sebagai sumber pustaka terandal mengenai Mani yang bernilai sejarah.

Semua keterangan lain dari Abad Pertengahan maupun sebelumnya tentang riwayat hidup Mani pada hakikatnya bersifat legenda, kalau bukan hagiografis, misalnya keterangan di dalam Kitabul Fihrist karangan Ibnu Nadim, yang konon bersumber dari Albiruni, atau mungkin pula dari polemik-polemik antiagama Mani, misalnya Acta Archelai yang ditulis pada abad ke-4. Di antara sekian banyak keterangan dari Abad Pertengahan, boleh dikata keterangan tentang riwayat hidup dan risalah Mani yang disajikan Ibnu Nadimlah yang paling andal dan berlimpah. Yang menarik adalah sedikitnya penggambaran (yang justru menonjol di dalam sumber-sumber pustaka lainnya) tokoh "Duta Ketiga" (hanya berupa penyebutan singkat nama Basyīr, "rasul kabar baik"), dan ketiadaan tema "Juru Sungging Mani" (yang justru nyaris sepenuhnya menggantikan tema "Pengasas Agama" di dalam sumber-sumber pustaka Islam lainnya).[15]

Riwayat hidup

sunting
Ayah dan ibu Mani, lukisan sutra dari abad ke-14/ke-15 yang menggambarkan ayah dan ibu Mani duduk di dalam sebuah gedung megah bak keraton.
Detai lukisan Kelahiran Mani yang menggambarkan si jabang bayi keluar secara gaib dari dada ibunya.
Penggambaran hukuman mati atas diri Mani di dalam salah satu ilustrasi kitab Syahnamah dari abad ke-14.

Karya-karya tulis Mani dan berbagai benda lain yang ditemukan pada abad ke-20 membuktikan bahwa Mani betul-betul adalah seorang tokoh sejarah.[16] Untuk kajian kritis termutakhir mengenai keterangan standar dan usulan keterangan alternatif yang radikal lih. The Founder of Manichaeism: Rethinking the Life of Mani yang ditulis Iain Gardner.[17]

Masa muda

sunting

Mani lahir tidak jauh dari kota Seleukia-Ktesifon, mungkin di kota Mardinu, distrik Nahr Kutha, negeri Babel. Menurut keterangan lain, ia lahir di kota Abrumya. Ayah Mani, Pātik (bahasa Persia Pertengahanː Pattūg;[18] bahasa Yunani Koine: Παττικιος, Patikios; bahasa Arab: Futtuq), asli Ekbatana[19] (sekarang Hamadan, Iran), adalah anggota kaum Elkesait, salah satu jemaat Kristen Yahudi. Ibunya berdarah Partia[20][21] (dari keluarga Kamsarakan, bagian dari wangsa Arsak cabang Armenia).[22] Nama ibu Mani berbeda-beda dari satu sumber ke sumber lain, salah satunya adalah Maryam.

Mani tumbuh besar di dalam ruang lingkup kehidupan beragama yang heterodoks di Babel. Kaum Elkesait kabarnya adalah jemaat Kristen Yahudi, tetapi masih mengusung beberapa akidah gnosis yang mereka warisi dari jemaat Ebioni, misalnya keimanan akan tumimbal-lahir para rasul samawi, salah seorang di antaranya adalah Almasih yang berjasad maya. Saat berumur 12 dan 24 tahun, Mani didatangi "kembaran samawinya" (sizigos), yang menyuruhnya meninggalkan jemaat ayahnya dan mewartakan risalah sejati Yesus yang termaktub di dalam injil yang baru.[23][24] Disebutkan bahwa perawakan Mani tampak seperti campuran perawakan orang Iran dan orang Mesopotamia. Di satu sisi ia terlihat bak kesatria, tetapi di sisi lain ia tampak seperti tukang sihir. Di dalam beberapa karya sastra terkemudian, ia digambarkan sebagai orang yang tampak lesu. Kemungkinan besar penyifatan semacam ini berasal dari lawan-lawannya.[25]

Merantau ke India

sunting

Mani kemudian merantau ke India (negeri bangsa Saka, di Afganistan sekarang ini), tempat ia mendalami ajaran agama Hindu dan berbagai macam ajaran filsafat yang masih ada sampai sekarang, demikian pula dengan ajaran agama Buddha.[8] Menurut Albiruni, Mani merantau ke India lantaran diusir dari Persia,[26] tetapi keterangan ini mungkin saja keliru atau mungkin pula merujuk kepada perjalanan merantau yang kedua.[8] Dasar agama Kristen yang dihayati Mani diduga sarat dengan pengaruh ajaran Markion dan Bardaysan.[27]

Pulang merantau

sunting

Sekembalinya dari India pada tahun 242, Mani menghadap Maharaja Syapur I. Satu-satunya karya tulis Mani dalam bahasa Persia didarmabaktikan bagi Syapur, sehingga disebut Syapuragan (Kitab Syapur). Syapur tidak berpindah keyakinan ke agama Mani, dan tetap memeluk agama Mazdayasna, tetapi menyambut baik ajaran-ajaran Mani yang memadukan ajaran Kristen-Buddha-Mazdayasna, sehingga Mani dijadikan anggota sidang majelis istananya.[8][28] Konon Mani mengerjakan berbagai macam mukjizat, antara lain mengambang di udara, berpindah tempat dalam sekejap mata, dan menyembuhkan sakit-penyakit, sehingga banyak orang Iran dari kalangan atas yang terpikat menjadi pengikutnya. Ia juga terkenal piawai melukis.[8]

Penjara dan pidana mati

sunting

Pengganti Syapur, yakni Maharaja Hormizd I, yang hanya bertakhta selama satu tahun, masih melindungi Mani, tetapi penggantinya, yakni Maharaja Bahram I, adalah pengikut Kartir, rohaniwan pembaharu agama Mazdayazna yang tidak bertenggang rasa terhadap agama lain,[29] sehingga melancarkan aniaya terhadap para penganut agama Mani. Mani dijebloskannya ke dalam penjara, dan wafat dalam tempo satu bulan, pada tahun 274. Menurut sumber-sumber pustaka, menjelang akhir hayatnya, Mani menghibur murid-muridnya yang datang menjenguk, dengan mewejangi mereka bahwa kematian hanya sekadar berpulangnya jiwa ke alam cahaya.[8]

Para pengikutnya dengan sengaja menggambarkan seolah-olah Mani menghembuskan nafas terakhir di atas kayu salib, supaya sama seperti Yesus. Menurut Albiruni, Mani wafat karena dihukum mati atas perintah Maharaja Bahram. Ada cerita yang mengatakan bahwa Mani tewas dikuliti hidup-hidup, lantas kulitnya digantung di atas gapura agung kota Gondisyapur,[30] akan tetapi cerita ini tidak berpijak pada sejarah.[31] Yang lebih mungkin adalah jasadnya dimutilasi sesudah tidak lagi bernyawa, dan kepalanya saja yang dipajang di atas gapura. Peristiwa ini lantas dibumbu-bumbui lagi sehingga kemudian hari memunculkan beragam cerita simpang siur tentang akhir hayatnya.[14]

Karya tulis

sunting

Keseluruhan karya tulis Mani mencakup enam karya tulis yang aslinya ditulis dalam bahasa Suryani, dan satu karya tulis yang aslinya ditulis dalam bahasa Persia, yaitu Syapuragan. Walau tak satu pun dari kitab-kitab itu yang sintas dalam keadaan utuh, ada banyak fragmen dan nas petikan dari karya-karya tulis tersebut, antara lain petikan panjang nas Suryani dari salah satu karya tulisnya, maupun sejumlah besar materi bacaan dalam bahasa persia Pertengahan, bahasa Kubti, dan berbagai macam bahasa lainnya.

Sisa-sisa karya tulis Mani yang masih ada mencakup Syapuragan (dalam bahasa Persia Pertengahan), Kitab Para Raksasa (berupa sejumlah besar fragmen dam berbagai macam bahasa), Surat Asas (berupa kutipan panjang di dalam karya tulis Santo Agustinus), sejumlah besar fragmen Injil yang Hidup (atau Injil Agung), nas Suryani yang dikutip Teodorus Barkonai, dan Surat kepada Edesa yang termuat di dalam Kodeks Mani Cologne. Mani juga menulis kitab Arzang, kitab suci agama Mani yang unik karena memuat banyak gambar dan lukisan yang mengungkap dan menjelaskan ajaran agama Mani tentang penciptaan dan sejarah dunia.

Ajaran

sunting
 
Detail lukisan Milad Jemaat Mani, menampilkan tujuh tokoh awam membawa persembahan ke dalam rumah ibadat berisi arca Mani yang dikawal tiga orang pilihan.

Ajaran Mani bertujuan "memadukan",[32] meneruskan, dan menyempurnakan ajaran agama Kristen, agama Mazdayasna, agama Buddha, ajaran Markion,[32] agama Yahudi Helenistis maupun Rabani, gerakan-gerakan gnosis, agama bangsa Yunani Kuno, agama bangsa Babel maupun agama-agama Mesopotamia lainnya,[33] dan kelompok-kelompok pemujaan rahasia.[34][12] Yang menjadi landasannya adalah paham dualisme kebaikan dan kejahatan yang selamanya terus saling memerangi. Paham dualisme semacam ini merupakan salah satu unsur "mitologis yang lumrah" dari sang waktu menurut banyak ajaran berbagai aliran kebatinan yang dengan sengaja diserap dan dimanfaatkan Mani.[34]

Pada pertengahan usia dua puluhan, Mani tiba pada kesimpulan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui didikan, penyangkalan diri, puasa, dan berpantang sanggama. Menurut cendekiawan Iran abad ke-10, Albiruni, Mani mendaku diri sebagai Paraklitus yang dijanjikan di dalam Perjanjian Baru, sekaligus sebagai Penutup Para Nabi.[35] Meskipun demikian, menurut Lodewijk J. R. Ort, istilah Penutup Para Nabi "sangat mungkin dipetik Albiruni dari Quran dengan maksud untuk menjelaskan pendakuan diri maupun pernyataan-pernyataan agamawi yang dikemukakan Mani".[36] Oleh karena itu Lodewijk J. R. Ort menyimpulkan bahwa tidak ada penandasan definitif di dalam kitab-kitab suci agama Mani tentang sifat khatam dari kemunculan Mani.[37]

Menurut mitologi Kristen, Yesus, bukan Mani, yang akan menjalankan penghakiman terakhir pada akhir zaman.[38]

Meskipun agamanya tidak dapat disifatkan setepat-tepatnya sebagai suatu gerakan Gnostisisme Kristen ragam perdana, Mani memang mendaku diri sebagai "rasul Yesus Kristus",[32] dan syair agama Mani yang masih ada saat ini kerap menakzimkan Yesus maupun ibunya, Maria. Ajaran agama Mani juga menyatakan bahwa Mani adalah titsan tokoh-tokoh agama terdahulu, antara lain Yesus, Zarathustra, dan Sidarta Gautama.

Para pengikut Mani ditata seperti jemaat Gereja, dipilah menjadi dua golongan, yakni golongan "orang-orang pilihan" (electi) dan golongan "sidang pendengar" (auditores). Hanya golongan electi yang diwajibkan untuk menjalankan syariat agama Mani dengan sempurna, sementara golongan auditores merawat mereka dengan harapan kelak terlahir kembali menjadi electi.

Khazanah pengetahuan Kristen dan Islam tentang Mani

sunting

Sumber-sumber Kristen dari Abad Kuno-Akhir di Eropa

sunting

Landasan khazanah pengetahuan Kristen tentang Mani di Dunia Barat adalah karya tulis Sokrates Skolastikus, sejarawan yang berkarya pada abad ke-5 Masehi. Menurut keterangan Sokrates, ada seseorang bernama Skitianus, orang Sarasen, yang beristrikan seorang perempuan Mesir, "memasukkan ajaran Empedokles dan Pitagoras ke dalam agama Kristen"; ia memiliki seorang murid bernama "Budas, dulunya bernama Terebintus," yang merantau ke Persia, dan di sana mengaku-ngaku lahir dari seorang perawan, lantas menulis empat buah kitab, yang pertama adalah kitab Rahasia-Rahasia, yang kedua adalah kitab Injil, yang ketiga adalah kitab Khazanah, dan yang keempat adalah kitab Kepala-Kepala. Tatkala sedang menjalankan upacara mistik, ia jatuh ditolak daimon dari atas jurang dan tewas seketika.[39]

Perempuan pemilik rumah tempatnya menginap mengubur jenazahnya, mengambil harta bendanya, lalu membeli seorang budak lelaki berumur tujuh tahun, Kubrikus namanya. Budak ini dimerdekakan dan dididiknya, dia serahi harta benda dan kitab-kitab peninggalan Budas Terebintus. Kubrikus kemudian berkelana di Persia, mengganti namanya menjadi Manes, dan menyiarkan ajaran-ajaran Budas Terebintus seakan-akan buah pikirannya sendiri. Lantaran mendengar kabar bahwa dia mampu mengerjakan mukjizat, Raja Persia memanggilnya ke istana untuk menyembuhkan putranya yang sakit, tetapi si anak raja akhirnya wafat sehingga Manes dijebloskan ke dalam penjara. Dia berhasil lolos, kabur ke Mesopotamia, tetapi jejak pelariannya terlacak, sehingga dirinya dapat dibekuk, lalu dikuliti hidup-hidup atas perintah Raja Persia, kulitnya lantas diisi sekam dan digantung di depan gapura kota.[39]

Menurut Hieronimus, Arkelaus menulis riwayat disputasinya dengan "Manichæus" di dalam bahasa Suryani, dan kemudian hari karya tulisnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Terjemahan Yunaninya sudah hilang, tetapi karya tulis tersebut, selain dari kutipan-kutipan yang tercantum di dalam karya-karya tulis pujangga lain, hanya tersedia dalam bentuk terjemahannya dari versi Yunani ke dalam bahasa Latin, kendati versi terjemahan Latin ini masih diragukan kekunoan maupun kesesuaiannya dengan karya tulis asli, dan kemungkinan besar baru dihasilkan selepas abad ke-5 Masehi. Fotius meriwayatkan bahwa Heraklianus, Uskup Kalsedon, di dalam kitab yang ditulisnya untuk melawan para pengikut Mani, mengemukakan bahwa Disputasi Arkelaus ditulis oleh seseorang bernama Hegemonius, pujangga yang juga tidak dapat dijejaki keberadaannya, waktu penulisannya pun tidak jelas.[39]

Di dalam versi terjemahan Latin tersebut dikisahkan bahwa "Manes", sesudah pelariannya dari istana, berangkat dari Arabion, sebuah puri di tapal batas wilayah, menuju kota Kascar atau Karcar, yang kabarnya terletak di Mesopotamia jajahan Romawi. Ia berharap dapat meyakinkan seorang tokoh Kristen terkemuka di kota itu untuk menjadi pengikutnya, Marselus namanya, yang sudah ia kirimi surat dengan mukadimah "Manichæus Rasul Yesus Kristus, bersama semua orang kudus dan perawan, beruluk salam damai sejahtera kepada Marselus." Ia datang bersama serombongan pengikut yang terdiri atas dua puluh dua (atau dua belas) orang pemuda dan perawan.[39]

Atas permintaan Marselus, ia berdebat melawan Uskup Arkelaus mengenai soal-soal agama. Lantaran dikecundangi Arkelaus, ia pulang ke Persia. Di tengah perjalanan, ia menantang seorang imam di kota Diodorides untuk berdebat. Arkelaus datang menggantikan imam itu dan sekali lagi mengalahkan Manes. Lantaran takut umat Kristen akan menyerahkannya kepada bangsa Persia, ia pun kembali ke Arabion.[39]

Selanjutnya Arkelaus menuturkan riwayatnya tentang "si Manes ini" kepada khalayak ramai lewat wejangan yang disampaikan sedemikian rupa sehingga mirip sekali dengan rangkuman di dalam karya tulis Sokrates Skolastikus. Keterangan-keterangan tambahan yang dapat disarikan dari wejangan tersebut adalah bahwasanya Skitianus hidup "sezaman dengan para Rasul", bahwasanya Terebintus mengaku diberi nama "Budas" tanpa sekehendaknya, bahwasanya Manes dulu diasuh sesosok malaikat di daerah pegunungan, bahwasanya kedok penipuan Manes pernah disingkap oleh seorang nabi Persia bernama Parkus, dan oleh Labdakus, putra Mitra.[39]

Keterangan tambahan lainnya adalah bahwasanya di dalam disputasinya dengan Arkelaus, Manes menjabarkan ajarannya tentang bola langit, dua benda penerang, perpindahan jiwa, dan perang Principia melawan Allah, dan bahwasanya "Korbisus" atau Korbikus, yang kira-kira berumur 60 tahun, menerjemahkan kitab-kitab Terebintus. Bahwasanya tiga pengikutnya diangkat menjadi murid utama, yaitu Tomas, Adas, dan Hermas. Tomas diutus ke tanah Mesir, Adas diutus ke negeri bangsa Saka, sementara Hermas tetap mendampinginya. Tomas dan Adas pulang ketika Manes mendekam di dalam penjara. Bahwasanya mereka diutus untuk mengumpulkan kitab-kitab umat Kristen, yang kemudian ia pelajari. Versi terjemahan Latin meriwayatkan bahwa sekembalinya ke Arabion, Manes dibekuk dan dihadapkan kepada Raja Persia, yang kemudian memerintahkan supaya ia dikuliti hidup-hidup. Jasadnya dibiarkan terhantar menjadi santapan burung-burung, sementara kulitnya diisi angin lalu digantung di gapura kota.[39]

Sumber-sumber Islam dari Abad Pertengahan

sunting
 
Juru Sungging Mani mempersembahkan lukisannya kepada Raja Bukhram-Gur (Bahram), lukisan dari abad ke-16, karya Ali Sir Nawa'i, Syakrukhia (Taskent).
 
Arca Mani di Kelenteng Cao An, Tiongkok

Mani digambarkan sebagai seorang pelukis yang memelopori sebuah gerakan sektarian melawan agama Mazdayasna. Lantaran ditindas Raja Syapur I, dia melarikan diri ke Asia Tengah. Di sana dia mengumpulkan murid dan dengan lukisan-lukisannya menyemarakkan sebuah Tsighil (atau picturarum domus Chinensis) beserta sebuah rumah ibadat lain yang dinamakan Ghalbita. Sesudah terlebih dahulu menyiapkan sebuah gua yang bermata air, kepada murid-muridnya dia mengaku hendak pergi ke surga dan akan pulang setahun kemudian. Dia berpesan kepada mereka supaya mencari dirinya di gua itu bilamana sudah tiba waktunya untuk pulang. Setahun kemudian, murid-muridnya datang ke gua itu dan mendapati dia di dalamnya. Kepada mereka, diperlihatkannya sebuah kitab berhiaskan gambar-gambar yang disebut Ergenk atau Estenk Arzang, yang menurut pengakuannya dia bawa dari surga.[39]

Sesudah peristiwa itu, pengikutnya bertambah banyak. Mereka bahkan ikut menyertai kepulangannya ke Persia selepas kemangkatan Syapur. Raja yang baru, Hormisdas, menjadi pengikut Mani dan melindungi agamanya, bahkan membangun sebuah puri baginya. Raja berikutnya, Bahram atau Varanes, mula-mula mendukung Mani. Sesudahnya menyuruhnya berdebat dengan beberapa orang guru Mazdayasna, Bahram menghukum Mani dengan cara dikuliti hidup-hidup. Kulitnya lantas digembungkan dengan isian dan digantung. Semenjak itu, sebagian besar pengikutnya berhijah ke India dan Tiongkok.[39]

Baca juga

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Grenet, Frantz (2022). Splendeurs des oasis d'Ouzbékistan. Paris: Louvre Editions. hlm. 93. ISBN 978-8412527858. 
  2. ^ "Believers, Proselytizers, & Translators The Sogdians". sogdians.si.edu. 
  3. ^ GULÁCSI, ZSUZSANNA (2010). "The Prophet's Seal: A Contextualized Look at the Crystal Sealstone of Mani (216-276 C.E.) in the Bibliothèque nationale de France" (PDF). Bulletin of the Asia Institute. 24: 164. ISSN 0890-4464. JSTOR 43896125. 
  4. ^ a b Taraporewala, I.J.S., Manichaeism, Iran Chamber Society, diakses tanggal 12 Januari 2015 
  5. ^ SASANIAN DYNASTY, diakses tanggal 12 Januari 2015 
  6. ^ Boyce, Mary (2001), Zoroastrians: their religious beliefs and practices, Routledge, hlm. 111, Ia adalah orang Iran, berdarah bangsawan Partia... 
  7. ^ Ball, Warwick (2001), Rome in the East: the transformation of an empire, Routledge, hlm. 437, Agama Mani adalah sebuah agama sinkretis yang didakwahkan Mani, nabi asal Iran .
  8. ^ a b c d e f Sundermann, Werner (2009-07-20), "MANI", Encyclopedia Iranica, Sundermann, Menurut Fehrest, Mani termasuk nasab Arsak, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu, setidaknya jika pembacaan al-ḥaskāniya (ayah Mani) dan al-asʿāniya (ibu Mani) masing-masing dibetulkan menjadi al-aškāniya dan al-ašḡāniya (penyunting Flügel, 1862, hlm. 49, ll. 2 & 3). Konon kabarnya leluhur ayah Mani berasal dari Hamadan dan dengan demikian mungkin saja berkebangsaan Iran (penyunting Flügel, 1862, hlm. 49, 5–6). Kompendium Tionghoa, yang menjadikan ayahnya sebagai seorang raja lokal, menerangkan bahwa ibunya berasal dari wangsa Jinsajian, yang menurut Henning adalah wangsa Kamsarakan, keluarga bangsawan Armenia yang berasal dari wangsa Arsak (Henning, 1943, hlm. 52, n. 4 = 1977, II, hlm. 115). Apakah keterangan itu adalah kebenaran, atau fiksi, atau kedua-duanya? Keterangan tersebut dianggap bernilai sejarah oleh sebagian besar sejarawan, tetapi kemungkinan bahwa darah ningrat wangsa Arsak yang mengalir di dalam tubuh Mani hanyalah legenda tidak dapat diketepikan begitu saja (bdk. Scheftelowitz, 1933, hlmn. 403–404). Bagaimanapun juga, sudah diketahui bahwa Mani memang suka membanggakan asal usulnya sebagai anak Babel, negeri yang masyhur sejak dulu kala, tetapi tidak pernah mengaku-ngaku memiliki kaitan dengan kalangan atas Iran. 
  9. ^ Bausani, Alessandro (2000), Religion in Iran: from Zoroaster to Baha'ullah, Bibliotheca Persica Press, hlm. 80, Sekarang dapat kami pastikan bahwa Mani mewarisi darah Iran, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibunya .
  10. ^ Henning, W.B., The Book of Giants, BSOAS, Jld. XI, Bagian 1, 1943, hlmn. 52–74: "...Mani, yang tumbuh besar dan menghabiskan sebagian besar umurnya di salah satu daerah di dalam wilayah kedaulatan Kemaharajaan Persia, dan yang ibunya berasal dari keluarga Partia yang ternama, tidak memanfaatkan khazanah warisan mitologis Iran. Tidak diragukan lagi bahwa nama-nama Iran seperti Sām, Narīmān, dll., yang muncul di dalam Kitab Para Raksasa versi bahasa Persia dan bahasa Sogdia, tidak muncul di dalam edisi asalnya, yang ditulis Mani dalam bahasa Suryani."
  11. ^ O. Klima, Manis Zeit und Leben, Praha, 1962.
  12. ^ a b Arendzen, John (1910-10-01). "Manichæism". The Catholic Encyclopedia. Jld. 9. New York: The Encyclopedia Press, Inc.
  13. ^ J. Tubach dan M. Zakeri ‘Mani’s Name,’ dalam J van Oort, O Wermelinger dan G Wurst editors, Augustine and Manichaeism in the Latin West: Proceedings of the Fribourg-Utrecht International Symposium of the IAMS (Nag Hammadi and Manichaean Studies 49), Leiden, 2001, hlmn. 274-275.
  14. ^ a b Sundermann, Werner (2009-07-20). "MANI". Encyclopædia Iranica (dalam bahasa Inggris). Encyclopædia Iranica Foundation. Diakses tanggal 2023-03-02. 
  15. ^ W. Sundermann, "Al-Fehrest, iii. Representation of Manicheism.", Encyclopaedia Iranica, 1999.
  16. ^ Böhlig, Manichäismus, 5ff.
  17. ^ Gardner, Iain. The founder of Manichaeism: rethinking the life of Mani. Cambridge University Press, 2020.‏
  18. ^ D. N. MacKenzie. A Concise Pahlavi Dictionary. Routledge Curzon, 2005.
  19. ^ Mani (Iranian religious leader) di Encyclopædia Britannica
  20. ^ Henning, Walter Bruno (1943). The Book of the Giants. University of London. hlm. 52–74. Perlu diingat bahwa Mani, yang tumbuh besar dan menghabiskan sebagian besar umurnya di salah satu daerah di wilayah Kemaharajaan Persia, dan yang ibunya berasal dari salah satu keluarga Partia yang ternama, tidaklah memanfaatkan khazanah warisan mitologis Iran. Tidak dapat diragukan lagi bahwa nama-nama Iran seperti Sām, Narīmān, dll., yang muncul di dalam Kitab Para Raksasa versi bahasa Persia dan abhasa Sogdia, tidak dijumpai di dalam edisi asli, yang ditulis Mani dalam bahasa Suryani. 
  21. ^ W. Eilers (1983), "Iran and Mesopotamia" in E. Yarshater, The Cambridge History of Iran, vol. 3, Cambridge: Cambridge University Press, p. 500: "Mani, a Parthian on his mother's side, was born at Ctesiphon in the last decade of the Arsacid era (AD 216). "
  22. ^ Sundermann, Werner (2009), "Mani, the founder of the religion of Manicheism in the 3rd century CE", Iranica, ...ibunya berasal dari keluarga Jinsajian, yang menurut Henning adalah keluarga Kamsarakan, bagian dari wangsa Arsak Armenia. 
  23. ^ Wearring, Andrew (2008-09-19). "Manichaean Studies in the 21st Century". Sydney Studies in Religion (dalam bahasa Inggris). ISSN 1444-5158. 
  24. ^ Henrichs, Albert (1979). "The Cologne Mani Codex Reconsidered". Harvard Studies in Classical Philology. 83: 339–367. doi:10.2307/311105. ISSN 0073-0688. JSTOR 311105. 
  25. ^ Hajianfard, Ramin (2016). Mani and the Foundation of Manichaeism: Great Events in Religion: An Encyclopedia of Pivotal Events in Religion History. Santa Barbara: ABC-CLIO. hlm. 188. ISBN 9781610695657. OCLC 938999818. 
  26. ^ Sachau, Edward C. (1910). Alberuni's India. London. 
  27. ^ Dimitri Obolensky (2004). The Bogomils: A Study in Balkan Neo-Manichaeism. Cambridge University Press. ISBN 9780521607636. 
  28. ^ Marco Frenschkowski (1993). "Mani (iran. Mānī<; bahasa Yunani Koine: Μανιχαῑος < ostaram. Mānī ḥayyā »der lebendige Mani«)". Dalam Bautz, Traugott. Biographisch-Bibliographisches Kirchenlexikon (BBKL) (dalam bahasa Jerman). 5. Herzberg: Bautz. cols. 669–80. ISBN 3-88309-043-3. 
  29. ^ Shahbazi, A. Sh. (2016-07-26). "Bahrām I". Encyclopædia Iranica (dalam bahasa Inggris). Encyclopædia Iranica Foundation. Diakses tanggal 2023-03-02. 
  30. ^ Al-Biruni. The Chronology of Ancient Nations. 
  31. ^ Bevan, A. A. (1930). "Manichaeism". Encyclopaedia of Religion and Ethics, Jilid VIII. Penyunting James Hastings. London.
  32. ^ a b c Turner, Alice K. (1993). The History of Hell (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1). United States: Harcourt Brace. hlm. 50. ISBN 978-0-15-140934-1. 
  33. ^ Widengren, Geo Mesopotamian elements in Manichaeism (King and Saviour II): Studies in Manichaean, Mandaean, and Syrian-gnostic religion, Lundequistska bokhandeln, 1946.
  34. ^ a b Hopkins, Keith (July 2001). A World Full of Gods: The Strange Triumph of Christianity. New York: Plume. hlm. 246, 263, 270. ISBN 0-452-28261-6. OCLC 47286228. 
  35. ^ al-Biruni, Muhammad ibn Ahmad; Eduard Sachau (penyunting); The Chronology of Ancient Nations; hlm. 190; W. H. Allen & Co.; London: 1879
  36. ^ Mani: a religio-historical description of his personality. By L. J. R. Ort. Leiden, E. J. Brill, 1967. hlm. 123–124. 
  37. ^ L. J. R. Ort (1967). Ibid Mani: A Religio-historical Description of His Personality. hlm. 124. Sayangnya karya tulis tersebut terputus sesudah kedatangan Mani disebutkan [...] tidak dapat dikatakan bahwa bagian ini memuat penandasan tentang sifat khatam dari kemunculan Mani 
  38. ^ Gilles Quispel. “Hermes Trismegistus and the Origins of Gnosticism.” Vigiliae Christianae, jld. 46, no. 1, 1992, hlm. 15. JSTOR website Temu balik tanggal 24 Juni 2023.
  39. ^ a b c d e f g h i John M. Robertson, Pagan Christs (edisi ke-2, 1911), § 14. The Problem of Manichæus, tersaji daring di http://www.sacred-texts.com

Sumber

sunting

Pranala luar

sunting