Mandi Merang
Mandi Merang atau Keramas Merang adalah salah satu bentuk tradisi masyarakat Betawi. Tradisi untuk menyucikan diri ini biasanya dilakukan menjelang bulan suci Ramadan.
Alwi Shahab mengisahkan tradisi itu sudah ada sejak tahun 1950-an di sungai-sungai di Jakarta dan sekitarnya. Kala itu air sungainya masih bersih dan sering digunakan untuk keperluan mandi, mencuci, bahkan berwudhu. Sehari menjelang bulan puasa, para perempuan berkemben biasanya melakukan siraman (mandi dan keramas) untuk membersihkan seluruh tubuh di dekat sungai tersebut.[1]
Siraman itu menggunakan merang. Merang adalah bekas tangkai padi yang sudah kering.[2] Batang padi itu dibakar lalu direndam. Selanjutnya, dioleskan ke seluruh tubuh lalu dibilas dengan air. Saat itu, merang menjadi pengganti sampo dan sabun. Ritual siraman tidak hanya dimaksudkan untuk membersihkan badan, tetapi juga disimbolkan untuk membersihkan 'hati'. Masyarakat yang masih melakukan tradis ini menganggap kegiatan keramas bersifat wajib. Jika membersihkan diri sebelum Ramadan, mereka percaya ibadah akan menjadi lebih khusyuk.[3]
Saat ini, masih ada daerah yang melaksanakan tradisi mandi merang, yakni di sekitar Sungai Cisadane, Tangerang. Keramas Merang disebut sebagai bagian budaya yang mengandung kearifan lokal.[4] Tradisi ini bertujuan sebagai ajang silaturahim antarmasyarakat sekaligus untuk mengingatkan masyarakat agar mau selalu menjaga kebersihan serta kelestarian sungai.
Referensi
sunting- ^ "Tradisi Mandi Merang dan Itikaf di Kampung-Kampung Betawi | Republika Online". Republika Online. Diakses tanggal 2017-10-01.
- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2017-10-01.
- ^ Ferdian, Rikhi. "Sambut Ramadan, Warga Tangerang Gelar Tradisi Keramas Bersama di Kali Cisadane". Okezone.com. Diakses tanggal 2017-10-01.
- ^ Kirom. Moerti, Wisnoe, ed. "Jelang puasa, warga ritual Keramas Merang di Sungai Cisadane". Merdeka.com. Diakses tanggal 2017-10-01.