Mado
Mado adalah sistem marga di Nias yang bersifat patrilineal.[1] Istilah gana dahulu digunakan di daerah Nias bagian tengah dan selatan.[2]
Asal-usul
suntingMenurut hoho mengenai riwayat asal-usul mado, orang Nias berasal dari keturunan empat orang putra dan seorang cucu Sirao, seorang raja dari langit lapis pertama yang disebut Tetehöli Ana'a. Keturunannya tersebut diturunkan (nidada/nifailo) olehnya ke Pulau Nias. Keturunan Sirao tersebut adalah:[3]
- Hiawalangi Sinada
- Gözö Helahela Danö
- Daeli Bagambölangi/Sangautalina
- Hulu Börödanö
- Silögubanua
Pembentukan
suntingDemi mempertahankan kehormatan dan nama, setelah Ayah meninggal dari beberapa anak (bagi bangsawan) akan membagi atau merebut sebagain desa dan penduduk dari klan atau öri warisan dari ayah mereka karena tidak ingin tunduk pada perintah saudara sendiri. Sehingga dalam satu öri atau klan terdapat beberapa desa lagi yang kemudian terjadi pembentukan mado-mado baru sebagai tanda bahwa penduduk itu adalah keturunan dari pemimpin öri tersebut.
Tidak heran jika mado yang awal dan tua pemilik mado lebih sedikit dari mado-mado yang baru. Sebagai contoh keturunan Hia, hanya sedikit yang menggunakan mado Hia, penduduknya lebih memakai nama dari pemimpin öri atau Si'ulu (pemimpin suatu desa) mereka.
Mado juga sangat berperan penting dikalangan masyarakat, konon bagi warga pendatang yang belum punya mado akan dianggap sebagai suatu yang kurang dihargai dan dikucilkan dalam hal adat-istiadat pada suatu desa. Sedangkan sekarang cara-cara seperti itu sudah mulai ditinggalkan masyarakat karena tuntunan agama dan rasa kepedulian terhadap sesama karena penduduk sudah berpendidikan. Untuk mengantisipasi hal tersebut seringlah terjadi adopsi mado dikarenakan faktor berikut:
- Beliau adalah pendatang, bukan penduduk asli dikampung atau öri tersebut.
- Beliau merupakan keturunan dari pernikahan silang, misalnya ayahnya si A adalah suku lain yang bukan patrilineal dan ibunya orang Nias. Maka kemungkinan anak akan mengadopsi mado ibunya jika berada ditengah-tengah masyarakat. Inilah yang sering terjadi terhadap orang-orang Tionghoa yang tinggal di Nias dengan mengadopsi mado ibunya sendiri.
Selain kedua hal yang disebut diatas, penyebab pembentukan mado dapat dilakukan secara massal oleh Si'ulu (kepala kampung) ataupun Tuhenöri (kepala öri/negeri) dalam wilayahnya, dimana baik yang sudah punya mado maupun belum punya akan dibuat mengikuti mado dari kepala negeri itu sendiri, misalnya kampung Siwalawa pernah melakukan adopsi mado secara massal menjadi mado Sarumaha. [butuh rujukan]
Mado sering dipakai untuk kebanggaan masing-masing kelompok ke kelompok lain, Misalnya jika pemimpin klan A adalah seorang yang adil, tangguh dan pemberani dalam perang, penduduk yang menggunakan mado dari namanya akan bangga bahkan sampai dibuat Hoho khusus untuk meriwayatkan cerita hidupnya secara turun-temurun.
Aturan-aturan
suntingMado merupakan semata Nama, yang kemudian menjadi nama belakang setiap pemakainya. Namun nama (mado) ini merujuk kepada sebuah golongan keluarga yang sangat luas dan turun-temurun, jadi nama (mado) ini menjadi sangat sensitif bagi golongan tertentu hingga tak semudah itu orang membuat mado atau mengadopsi sembarangan, sebab ini menjadi ujung tombak baik buruknya golongan keluarga itu walaupun dewasa ini pemuda-pemudi Nias jarang yang mengerti akan hal tersebut. hingga diberlakukan aturan-aturan tertentu disetiap öri di Nias.
Mado-mado di Nias dibuat atau diambil dari nama kakek moyang dari keturunan Sirao. Setelah itu anak dan cucu dari keturunan Sirao ini bisa membuat mado sendiri jika dia adalah Pemimpin dari sebuah klan (Tuhenöri) atau pemimpin sebuah desa (Si'ulu) dengan syarat menyembelih beberapa ekor ternak Babi. Tatkala jika keturunannya menjadi seorang Tuhenöri atau Si'ulu tidak lagi menggunakan mado ayahnya tapi membuat mado sendiri untuk pengenalan penduduknya.
Di perkampungan jika seseorang ingin berpindah atau mengubah mado-nya dan mengambil atau mengadopsi mado orang lain wajib memberitahu dan memberi alasan saat proses orahua (sejenis ruang diskusi) kepada Si'ulu dan menyembelih beberapa ternak Babi sebagai persyaratan utamanya. Biasanya orang mengganti mado-nya akan menjadi asing bagi kelompok mado yang dia miliki sebelumnya.
Kegunaan
suntingSelain pengelompokan dan pengenalan keturunan, mado atau gana berfungsi sebagai tolong-menolong dalam bidang sosial dan ekonomi. Misalnya di Öri Onolalu jika sebuah keluarga dari mado A ingin menikahkan anaknya, maka selain saudara dan Nafulu yang memberi bantuan keuangan dan ternak, klan dari mado si A akan ikut berpartisipasi membantu. Dan ini berlaku seterusnya kepada anggota mado A yang lain secara bergilir. Juga dalam hal-hal lain, misalnya butuh biaya untuk membangun rumah, melanjutkan sekolah tinggi, Möi sökhi (istilah nias selatan) dan Momböi ana'a.
Dan yang terpenting mengurus dalam hal pembatasan jodoh dalam perkawinan. Pada orang Nias berlaku exogami pada mado atau gana, artinya setiap orang dilarang menikah dengan orang yang se-mado atau se-gana-nya karena dianggap sebagai saudara sedarah.[2]
Namun, exogami ini tidak terlalu ketat, karena ternyata dalam prakteknya ada juga orang yang menikah dengan orang se-mado nya. Hal ini bukan merupakan sumbang asalkan hubungan leluhurnya sudah mencapai sepuluh angkatan ke atas dalam Bahasa Nias “Fulu Nga'ötö Niha” .
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Suzuki 1958, hlm. 48.
- ^ a b Dananjaya 1976, hlm. 99.
- ^ "Konfrotasi - Asal-usul Mado-Mado (Marga) Di Nias". konfrotasi.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-20. Diakses tanggal 2020-06-19.
Daftar pustaka
sunting- Suzuki, Peter (1958). Critical Survey of Studies on the Anthropology of Nias, Mentawei and Enggano (dalam bahasa Inggris). Dordrecht: Springer Netherlands. ISBN 978-94-015-0520-8. OCLC 851381997.
- Hidayah, Zulyani (2020). A guide to tribes in Indonesia anthropological insights from the archipelago (dalam bahasa Inggris). Singapore: Springer. ISBN 978-981-15-1835-5. OCLC 1153086221.
- Dananjaya, James (1976). "Ono Niha : Penduduk Pulau Nias". Peninjau, Volume 3-4. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi-Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.