Pistol mitraliur

Kelas senjata api otomatis
(Dialihkan dari Machine pistol)

Pistol mitraliur (bahasa Inggris: submachine gun, biasa disingkat SMG) adalah sebuah senjata api yang menggabungkan kemampuan menembak otomatis senapan mesin dengan amunisi pistol. Konsep senjata api seperti ini pertama kali dicoba pada tahun 1900-an, yaitu pistol yang diberi popor dan menembak secara otomatis.

MP5 merupakan salah satu pistol mitraliur modern yang banyak digunakan oleh satuan kepolisian.

Rancangan yang sungguh-sungguh baru muncul pada akhir Perang Dunia I, sebagai pengembangan dari pistol berpopor sebelumnya, dan untuk digunakan pada perang parit. Pistol mitraliur mulai banyak digunakan pada Perang Dunia II, sebagai senjata untuk prajurit garis depan dan pasukan khusus. Saat, pistol mitraliur banyak digunakan oleh satuan polisi dan satuan paramiliter. Pistol mitraliur sangat cocok untuk digunakan pada pertempuran jarak dekat di perkotaan, di mana kemampuan menghujani peluru ke target lebih penting dari jarak jangkauan dan akurasi. Pistol mitraliur juga dibuat populer pada tahun 1920-an dan 30-an sebagai senjata mafia, khususnya pistol mitraliur Thompson, yang dikenal dengan julukan "Tommy Gun". Sejak saat itu, popularitas Tommy Gun sebagai senjata mafia mendorong maraknya penggunaan pistol mitraliur dalam tindakan kriminal seperti gangster, sindikat narkoba dan terorisme. Pistol mitraliur populer di kalangan kelompok kriminal dan gerilyawan di berbagai belahan dunia karena ukurannya yang relatif lebih kecil dibandingkan senapan serbu.

Sejarah

sunting

Perang Dunia I

sunting

Pistol mitraliur muncul pada akhir Perang Dunia I. Dan pistol mitraliur ditempa oleh kerasnya pertempuran di peperangan parit, yang telah menjadi pertempuran yang konyol dan brutal, menggunakan pistol, granat, bayonet, sampai alat gali yang ditajamkan.

 
Pistol mitraliur Jerman Bergmann MP18.

Italia adalah negara pertama yang mengembangkan senjata tipe pistol mitraliur, dengan julukan Villar Perosa. Diperkenalkan pada tahun 1915, senapan ini sering dianggap sebagai pistol mitraliur pertama karena menembakan peluru pistol 9 mm Glisenti. Senapan ini sebenarnya dikembangkan untuk dipakai senjata pesawat terbang, tetapi akhirnya sampai ke tangan infanteri, untuk digunakan sebagai senjata jarak dekat dan sebagai senapan mesin ringan. Desain unik ini akhirnya dikembangkan menjadi pistol mitraliur tradisional, Beretta M1918.

Tapi pistol mitraliur yang pertama adalah senapan buatan Jerman, Bergmann MP18, walaupun Beretta 1918 sudah dipakai duluan sebelum MP18, MP18 sudah menjalani tes prototip sejak tahun 1916. Desain Bergmann dibuat khusus sebagai pistol mitraliur, dengan popor khusus pistol otomatis, dan menggunakan peluru 9mm Parabellum dengan magazen keong.

Pistol mitraliur Thompson juga sedang dikembangkan pada waktu yang sama dengan desain Bergmann dan Beretta, tetapi pengembangan ditunda ketika Amerika Serikat dan si perancang senjata ikut memasuki perang. Desain Thompson baru diselesaikan setelahnya, dengan desain mekanisme yang berbeda dari Beretta 1918 dan MP18, tetapi terlambat menjadi pistol mitraliur desain khusus pertama yang dipakai di medan perang, karena Perang Dunia I sudah usai.

Masa di antara dua perang

sunting
 
Pistol mitraliur Thompson yang dipakai angkatan bersenjata Amerika Serikat.

Pada masa di antara perang, pistol mitraliur terkenal menjadi senjata mafia, yaitu gambaran ikonik gangster dengan jas panjang menembakan pistol mitraliur Thompson dengan magazen drum. Ini sempat mengakibatkan beberapa perencana militer untuk menghindari dipakai pistol mitraliur. Tapi akhirnya pistol mitraliur secara bertahap diterima oleh militer, dengan sejumlah negara merancang desain masing-masing, mulai tahun 1930-an.

Uni Soviet mengembangkan PPD-34 dan PPD-38, Prancis mengembangkan MAS-35 menjadi MAS-38. Jerman memperbarui MP18 menjadi MP28/II dan MP34. Dan pada akhirnya Nazi Jerman mengadopsi MP38, yang uniknya, tidak memakai bagian-bagian dari kayu. Italia juga banyak memperbaiki desain mereka, dengan tujuan utama mengurangi biaya produksi, serta memperbaiki kualitas dan berat.

Perang Dunia II

sunting
 
Pistol mitraliur MP40 Jerman.

Pada awal Perang Dunia II, dalam invasi Nazi Jerman ke Polandia, produksi MP38 baru dimulai dan baru beberapa ribu yang dipakai, tetapi pistol mitraliur ini ternyata sangat digemari, khususnya dalam pemakaiannya di perkotaan. Dari desain MP38, dirancanglah pistol mitraliur serupa, yaitu MP40, yang lebih aman dan lebih murah untuk diproduksi. MP40 dirancang untuk menggunakan alumunium, dan berhasil dibuat lebih ringan dari MP38 karena memakai besi cetak yang lebih ringan dari besi machined.

Inggris pada awalnya mengadopsi pistol mitraliur Lanchester yang merupakan tiruan dari MP28/II Jerman. Tapi karena tingginya biaya yang dibutuhkan serta lamanya waktu produksi, Inggris merancang pistol mitraliur mereka sendiri, yaitu Sten. Saking murah dan mudah diproduksinya Sten, pada akhir Perang Dunia II Jerman juga meniru rancangan Sten dan membuat tiruannya, yang diberi nama MP 3008.

Amerika Serikat beserta sekutunya memakai pistol mitraliur Thompson, yaitu versi M1, yang sedikit lebih sederhana dari versi awal, dan menggunakan magazen box. Tapi pistol mitraliur Thompson masih termasuk mahal untuk diproduksi, dan pada tahun 1942 Amerika mengadopsi pistol mitraliur M3 "Grease gun", diikuti versi M3A1 pada tahun 1944. Pistol mitraliur M3 tidak lebih efektif, tetapi lebih murah karena terbuat dari besi cetak.

Pada akhir Perang Dunia II, pihak yang paling banyak memakai pistol mitraliur adalah Uni Soviet, bahkan ada batalyon dan divisi yang hanya dipersenjatai pistol mitraliur saja. PPSh-41 buatan Uni Soviet terkenal karena rata-rata tembakannya yang sangat tinggi dibanding pistol mitraliur lain pada era Perang Dunia II (900 peluru/menit). Karena ditangan seorang prajurit tak berpengalaman sekalipun, seperti prajurit wamil dan partisan di daerah pendudukan Nazi di Eropa Timur dan Balkan, banyaknya jumlah peluru yang ditembakan bisa membuatnya sangat mematikan. Ini salah satu faktor yang nanti akan mengakibatkan dikembangkannya senapan serbu.

Setelah Perang Dunia II

sunting
 
Pistol mitraliur modern FN P90.

Setelah Perang Dunia II, pemakaian pistol mitraliur di satuan militer mulai berkurang. Pistol mitraliur mulai digantikan oleh senapan serbu, yang merupakan penengah antara pistol mitraliur dengan senapan tempur. Dan pistol mitraliur hanya secara terbatas dipakai oleh pasukan khusus, kru tank dan pesawat, dan satuan anti-teroris.

Pistol mitraliur juga masih banyak dipakai pada konflik-konflik bersenjata pada masa Perang Dingin oleh para gerilyawan dan partisan seperti Vietcong pada masa Perang Vietnam.

Pistol mitraliur masih banyak dipakai oleh satuan kepolisian dan anti-teroris, tetapi dengan dikembangkannya rompi anti-peluru yang semakin kuat dan canggih, mereka pun mulai banyak beralih memakai senapan serbu dan karabin yang lebih pendek. Tetapi pistol mitraliur juga sudah mulai berkembang, pistol mitraliur modern seperti FN P90 dan HK MP7 dibuat untuk menggunakan peluru yang merupakan campuran antara peluru pistol dengan peluru senapan laras panjang, yang diharapkan bisa memiliki daya tembus dan jangkauan yang lebih baik. Jenis senjata seperti ini juga kerap disebut Personal Defence Weapon (PDW).

Pemakaian pistol mitraliur di Indonesia

sunting

Di Indonesia, pistol mitraliur mulai dipakai pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia. Umumnya senjata ini diperoleh setelah terjadi pertempuran, di mana pistol mitraliur yang tertinggal diambil untuk tambahan senjata. Pistol mitraliur yang banyak dipakai adalah Sten (khusus buatan ke-2 dan ke-3), Carl Gustav M/45 buatan Swedia, pistol mitraliur Owen buatan Australia, Thompson, dan Bergmann MP18. Pistol mitraliur tersebut terbukti ampuh dalam setiap pertempuran melawan tentara Belanda sampai masa penyerahan kedaulatan RI tahun 1949. Kini pemakaian pistol mitraliur hanya dibatasi untuk pasukan khusus saja.

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting