Al-Ma'mun
Abu al-Abbas Abdullah bin Harun al-Rasyid (bahasa Arab: أبو العباس عبد الله بن هارون الرشيد, translit. Abū al-ʿAbbās ʿAbd Allāh bin Hārūn ar-Rašīd; 14 September 786 – 9 Agustus 833), lebih dikenal dengan gelarnya, al-Ma'mun (bahasa Arab: المأمون, translit. al-Maʾmūn), adalah khalifah Abbasiyah ketujuh, yang memerintah dari tahun 813 sampai kematiannya pada tahun 833. Ia menggantikan saudara tirinya al-Amin setelah perang saudara yang dimenangkan olehnya. Al-Ma'mun dikenal sebagai khalifah yang berpendidikan tinggi dan memiliki minat yang besar terhadap keilmuan.[1]
al-Ma'mun المأمون | |||||
---|---|---|---|---|---|
Khalifah Kekhalifahan Abbasiyah ke-7 | |||||
Berkuasa | 27 September 813 – 7 Agustus 833 | ||||
Pendahulu | al-Amin | ||||
Penerus | al-Mu'tashim | ||||
Kelahiran | Baghdad, Kekhalifahan Abbasiyah | 14 September 786||||
Kematian | 7 Agustus 833 Tarsus, Kekhalifahan Abbasiyah, sekarang Provinsi Mersin, Turki | (umur 46)||||
Pemakaman | |||||
Istri | |||||
Keturunan |
| ||||
| |||||
Dinasti | Abbasiyah | ||||
Ayah | Harun ar-Rasyid | ||||
Ibu | Umm Abdullah Marajil | ||||
Agama | Islam Mu'tazilah |
Di masa kepemimpinan al-Ma'mun aktivitas penerjemahan manuskrip-manuskrip Yunani marak dilakukan, sehingga menyebabkan berkembangnya pembelajaran dan ilmu pengetahuan di Kekhalifahan Abbasiyah. Ia juga mendukung penerbitan buku matematika yang sekarang dikenal sebagai "Aljabar" karya al-Khwarizmi.[2] Disamping dukungannya terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat. Al-Ma'mun terkenal karena dukungannya terhadap aliran rasionalis Mu'tazilah dan memenjarakan Imam Sunni, Ahmad bin Hanbal, peristiwa ini dikenal sebagai mihna. Kepemimpinannya juga menandai dimulainya kembali perang skala besar dengan Kekaisaran Bizantium dan keberhasilan penumpasan pemberontakan diseluruh wilayah Kekhalifahan Abbasiyah.[1]
Kelahiran dan keluarga
suntingKelahiran
suntingDia dilahirkan pada pertengahan bulan Rabiul Awwal tahun 170 H (sekitar tanggal 14 September 786), di mana pada saat itu pula bertepatan dengan meninggalnya saudara ayahnya, Al-Hadi yang kemudian digantikan oleh ayah al-Ma'mun yaitu Harun ar-Rasyid.[3]
Ibu dari al-Ma'mun adalah seorang umm walad Persia bernama Marajil yang kemudian dinikahi ayahnya, namun ibunya meninggal hanya beberapa hari setelah melahirkan al-Ma'mun.[3]
Keluarga
suntingAl-Ma'mun merupakan orang kedua yang berkuasa di keturunan Harun ar-Rasyid, selain itu saudara-saudara lainnya adalah al-Amin dan al-Mu'tasim yang menjadi khalifah sedangkan lainnya adalah al-Qasim dan al-Mu'taman. Keturunan al-Ma'mun tidak ada yang meneruskan menjadi khalifah, kekuasaan diteruskan oleh saudaranya yakni al-Mu'tasim, dan kemudiam anak dari al-Mu'tasim yang bernama al-Watsiq.[3]
Menjadi khalifah
suntingPertikaian dengan al-Amin
suntingPada 802, Harun ar-Rasyid, ayah dari al-Ma'mun dan al-Amin memerintahkan al-Amin untuk menggantikannya dan al-Ma'mun menjadi gubernur Khurasan dan sebagai khalifah setelah al-Amin. Dilaporkan bahwa al-Ma'mun lebih tua dari dua saudaranya, tetapi ibunya berasal dari Persia, sedangkan ibu Al-Amin merupakan anggota keluarga Abbasiyah yang terkenal yakni Zubaidah binti Ja'far.[4]
Setelah kematian ar-Rasyid pada tahun 809, hubungan antara dua saudara tersebut memburuk. Sebagai balasan atas gerakan al-Ma'mun di luar kekhalifahan, al-Amin mengangkat anaknya sendiri, Musa, sebagai penggantinya. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap wasiat ar-Rasyid, yang mengakibatkan terjadinya perang saudara di mana al-Ma'mun merekrut pasukan Khurasani yang dipimpin oleh Thahir bin Husain (meninggal 822), mengalahkan pasukan Al-Amin dan mengepung Baghdad. Pada 813, al-Amin dieksekusi dan al-Ma'mun menjadi khalifah.[4]
Penumpasan pemberontakan Muhammad Jafar
suntingTerjadi berbagai gangguan di Iraq selama beberapa tahun pertama masa kekuasaan al-Ma'mun, ketika khalifah berada di Merv, Khurasan. Pada 13 November 815, Muhammad Jafar menyatakan dirinya sebagai khalifah di Mekkah. Ia dikalahkan dan dilepaskan dari jabatan.[4]
Pengangkatan Ali ar-Ridha sebagai penerus
suntingPada tahun 201 H (817) al-Ma'mun mengangkat Ali ar-Ridha, Imam Syi'ah ke-8 dari Dua Belas Imam sebagai penerus kekhalifahan, hal ini tidak diterima oleh kalangan Baghdad khususnya keluarga Bani Abbasiyah. Hal ini merupakan gerakan politik dari al-Ma'mun dikarenakan sebagian besar Persia bersimpati kepada Bani Hasyim, khususnya keturunan Ali dan Fatimah. Kalangan Bani Abbasiyah kemudian mengangkat Ibrahim bin al-Mahdi sebagai khalifah, dengan gelar al-Mubarak.[4]
Al-Ma'mun kemudian menyiapkan pasukan dan terjadilah pertempuran antara dua pasukan, Imam Reza menginformasikan Ma'mun yang berada di Baghdad dan al-Ma'mun pergi dari kota tersebut pada hari itu juga sewaktu akhir bulan puasa, 12 April 818.[4]
Dukungan terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat
suntingKekuasaan al-Ma'mun ditandai oleh upayanya menuju sentralisasi kekuasaan dan kepastian suksesi. Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan dibuka untuk masyarakat umum selama pemerintahannya. Dukungannya terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat menjadikan era kekuasaan al-Ma'mun sebagai puncak dari Zaman Keemasan Islam.[1]
Dalam suatu kampanye militer, al-Ma'mun mengalahkan kaisar Bizantium dalam sebuah pertempuran dan dia menolak harta rampasan perang berupa budak wanita ataupun emas, sebaliknya dia justru meminta salinan Almagest, ringkasan pemikiran Ptolemeus tentang astronomi yang ditulis sekitar tahun 150 M. Sebagai bagian dari perjanjian damai dengan kaisar Bizantium, al-Ma'mun menerima sejumlah salinan manuskrip Yunani setiap tahun.[2]
Selama masa pemerintahannya, ilmu kimia berkembang pesat. Pelopor ilmu ini adalah Jabir bin Hayyan dan muridnya Yusuf Lukwa, yang dilindungi oleh al-Ma'mun. Meskipun mereka tidak berhasil dalam ekperimen transmutasi emas, metode kimianya sangat membantu dalam pengembangan senyawa farmasi.[5]
Al-Ma'mun turut menjadi pelopor kartografi, ketika dirinya menugaskan sekelompok besar astronom dan ahli geografi untuk membuat peta dunia. Peta tersebut saat ini terdapat pada ensiklopedia yang tersimpan di Topkapi Sarayi, sebuah Museum di Istanbul. Peta tersebut menunjukkan sebagian besar benua Eurasia dan Afrika dengan garis pantai dan laut-laut utama. Peta tersebut menggambarkan dunia sebagaimana yang diketahui oleh para penjelajah yang menggunakan siklus angin muson untuk berdagang dalam jarak yang sangat jauh.[6]
Al-Ma'mun melakukan dua operasi astronomi di dataran Mesopotamia yang bertujuan untuk mencapai akurasi pengukuran derajat. Kawah Almanon di Bulan diberi nama sebagai pengakuan atas kontribusinya terhadap bidang astronomi.[7]
Pemenjaraan ulama tradisionalis (Minha)
suntingAl-Ma'mun memperkenalkan kebijakan politik yang dikenal sebagai mihna dengan tujuan untuk memusatkan kekuasaan agama dalam lembaga politik dan menguji kesetiaan rakyatnya. Mihna harus dijalani oleh para elit, sarjana, hakim, dan pejabat pemerintah lainnya, dan terdiri dari serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan teologi dan keimanan. Pertanyaan utamanya adalah tentang sifat penciptaan Al-Qur'an. Jika orang yang diinterogasi menyatakan bahwa ia percaya bahwa Al-Qur'an diciptakan, alih-alih kekal (qadim) bersama Tuhan, ia bebas untuk melanjutkan kehidupan dan profesinya.[8]
Kebijakan minha didasari oleh simpati al-Ma'mun terhadap teologi Mu'tazilah. Teologi Mu'tazilah dipengaruhi oleh rasionalisme Yunani, yang menyatakan bahwa masalah teologi harus diputuskan melalui penalaran logis. Ini bertentangan dengan posisi tradisionalis dan literalis Ahmad bin Hanbal dan ulama tradisional lainnya, yang menurutnya segala sesuatu yang perlu diketahui orang beriman tentang iman dan praktik dijabarkan secara harfiah dalam Al-Qur'an dan Hadits. Hal ini berkaitan dengan posisi Mu'tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan dan tidak kekal bersama Tuhan, hal tersebut bertentangan dengan pendapat tradisionalis Sunni bahwa Al-Qur'an kekal bersama Tuhan.[8]
Referensi
suntingSumber
sunting- ^ a b c al-Ṭabarī, Abū Jaʿfar Muḥammad ibn Jarīr (1987-01-01). The History of al-Ṭabarī Vol. 32: The Reunification of the ʿAbbāsid Caliphate: The Caliphate of al-Maʾmūn A.D. 813-833/A.H. 198-218 (dalam bahasa Inggris). SUNY Press. ISBN 978-0-88706-058-8.
- ^ a b Gutas, Dimitri (1998). Greek Thought, Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early ʻAbbāsid Society (2nd-4th/8th-10th Centuries) (dalam bahasa Inggris). Psychology Press. ISBN 978-0-415-06132-2.
- ^ a b c AS-SUYUTHI. Tarikh Khulafa`: Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006. ISBN 979-592-175-4
- ^ a b c d e As-Suyuthi, Imam (2013). Tarikh khulafa' (dalam bahasa Melayu). Dewan Pustaka Darussofiah. ISBN 978-967-11789-0-4.
- ^ E.J. Brill's First Encyclopaedia of Islam 1913-1936 (dalam bahasa Inggris). BRILL. 1987. ISBN 978-90-04-08265-6.
- ^ Recknagel, Charles (2008-04-08). "World: Historian Reveals Incredible Contributions Of Muslim Cartographers". Radio Free Europe/Radio Liberty (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2025-01-12.
- ^ "Al-Manon". USGS Planetarynames. Diakses tanggal 2025-01-12.
- ^ a b Zaman, Muhammad Qasim (1997). Religion and Politics Under the Early ʻAbbāsids: The Emergence of the Proto-Sunnī Elite (dalam bahasa Inggris). BRILL. ISBN 978-90-04-10678-9.
Didahului oleh: Al-Amin |
Khalifah Bani Abbasiyah (813–833) |
Diteruskan oleh: Al-Mu'tasim |