Lumut daun atau lumut sejati adalah tumbuhan yang termasuk dalam divisi Bryophyta sensu stricto atau Musci. Tumbuhan "lumut" secara umum biasanya merujuk pada kelompok ini. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan tidak berpembuluh dan tumbuhan berspora. Lumut ini disebut sebagai lumut sejati, karena memiliki bagian-bagian utama tumbuhan yang lengkap, yaitu akar (rizoid), batang, dan daun. Lumut ini merupakan kelompok lumut terbanyak dibandingkan lumut lainnya, yaitu sekitar 10 ribu spesies.[3] Kurang lebih terdapat 12.000 jenis lumut daun yang ada di alam ini.[4][5]

Lumut daun
Rentang waktu: Karbon[1] – sekarang
Lumut daun di tanah dan dasar pohon di Allegheny National Forest, Pennsylvania, Amerika Serikat.
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Embryophyta
Klad: Setaphyta
Divisi: Bryophyta
Schimp. sensu stricto
Kelas[2]
Sinonim
  • Musci L.
  • Muscineae Bisch.

Lumut daun merupakan tumbuhan kecil yang mempunyai batang semu dan tumbuhnya tegak. Lumut ini tidak melekat pada substratnya, tetapi mempunyai rizoid yang melekat pada tempat tumbuhnya. Bentuk daunnya berupa lembaran yang tersusun spiral. Contoh species lumut daun yang terkenal adalah lumut gambut atau Sphagnum sp. [3] menutup paling tidak 30% permukaan daratan di bumi, dengan kerapatan tertinggi terdapat di kutub utara. Gambut pada lapisan tanah gambut yang tebal dapat mengikat senyawa karbon organik dan mekanisme ini sangat penting untuk menstabilkan konsentrasi karbondioksida di atmosfer bumi.[6]

Etimologi

sunting

Takson Bryophyta diperkenalkan oleh ahli botani Jerman, Alexander Braun (1805-77), sebagai kontribusi untuk Flora der Provinz Brandenburg, der Altmark und des Herzogthums Magdeburg, karya Paul Ascherson, pada tahun 1864. Meskipun kata bryo- dalam Bryophyta sering dikaitkan dengan lumut, etimologi spesifik yang diberikan oleh Braun merujuk pada kata kerja dalam bahasa Yunani, bukan kata benda. Braun menjelaskan bahwa istilah ini berasal dari kata Yunani βρύω (brýō) yang berarti "mengeluarkan tunas, berkecambah", dan φύτον (phýton) yang berarti "tanaman", karena proses generatif yang merepresentasikan seluruh perkembangan vegetatif pada Bryophyta mirip dengan embrio pada tanaman yang lebih tinggi. Dengan kata lain, proses reproduksi dan perkembangan vegetatif pada Bryophyta dianggap sebanding dengan pembentukan embrio pada tanaman yang lebih kompleks.[7]

Dalam istilah lain, Bryophta dapat diartikan menjasdi "Bryon" yang berarti lumut dan "phyton" yang berarti tumbuhan. Jika digabungkan, istilah ini merujuk pada kelompok tumbuhan yang umumnya tumbuh di tempat-tempat lembap atau basah. Bryophyta, atau tumbuhan lumut, adalah kelompok tumbuhan non-vaskular (tidak memiliki jaringan pembuluh) yang biasanya ditemukan di habitat yang lembap, seperti hutan tropis, tepi sungai, atau tempat yang terkena embun. Mereka bergantung pada kelembapan lingkungan untuk proses reproduksi mereka, karena spora yang dihasilkan oleh lumut membutuhkan air untuk berkembang menjadi individu baru.[8]

Habitat

sunting

Habitat Bryophyta sangat beragam, memungkinkan mereka untuk hidup di berbagai tempat seperti permukaan tanah, bebatuan, maupun menempel di pohon-pohon. Keistimewaan ini membuat lumut sering disebut sebagai tumbuhan pionir. Setelah Bryophyta mengawali kehidupan di permukaan yang tandus atau keras, mereka menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan tumbuhan lain. Proses ini secara tidak langsung memfasilitasi terbentuknya ekosistem yang lebih kompleks, dengan semakin banyaknya jenis tumbuhan yang tumbuh di kawasan tersebut.[8]

Tumbuhan lumut (Bryophyta) berperan penting dalam menjaga keanekaragaman flora. Mereka tersebar luas dan memiliki kemampuan untuk hidup di berbagai habitat, seperti di atas tanah, batuan, kayu, dan terkadang di dalam air. Meskipun tumbuhan ini relatif kecil, dengan ukuran tubuh hanya beberapa milimeter, mereka memainkan peran besar dalam ekosistem. Sebagian besar tumbuhan lumut adalah tumbuhan darat (terrestrial), meskipun mereka lebih menyukai lingkungan yang lembap atau basah.[8]

Lumut memiliki warna hijau karena mengandung plastida yang menghasilkan klorofil a dan b. Sebagai tumbuhan autotrof, lumut dapat menghasilkan makanan sendiri melalui fotosintesis, yaitu proses di mana mereka menggunakan energi matahari untuk mengubah karbon dioksida dan air menjadi glukosa.[9]

Lumut daun dapat tumbuh di tanah-tanah gundul yang secara periodik mengalami kekeringan, di atas pasir bergerak, di antara rumput-rumput, di atas batu cadas, batang pohon, di rawa-rawa, dan sedikit yang terdapat di dalam air.[4] Kebanyakan lumut ini tumbuh di rawa-rawa yang membentuk rumpun atau bantalan yang dari tiap-tiap tahun tampak bertambah luas sedangkan bagian bawah yang ada dalam air mati berubah menjadi gambut yang membentuk tanah gambut. Jenis tanah ini bermanfaat untuk menggemburkan medium pada tanaman pot dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Karena habitatnya sangat luas, maka tubuhnya pun mempunyai struktur yang bermacam-macam.[3]

Di daerah kering, lumut menunjukkan adaptasi yang luar biasa untuk bertahan hidup dengan mengubah bentuk tubuhnya menjadi bantalan atau gumpalan kecil yang rapat. Bentuk ini memungkinkan lumut untuk mengurangi kehilangan air melalui penguapan dan melindungi diri dari kondisi lingkungan yang ekstrem. Ketika kondisi lebih basah atau lembap datang, lumut dapat kembali mengembang dan melanjutkan aktivitas hidupnya. Di sisi lain, lumut yang hidup di tanah hutan seringkali membentuk lapisan yang menyerupai permadani. Lapisan ini tidak hanya memberikan penampilan yang unik, tetapi juga berfungsi sebagai pengatur kelembapan di bawahnya, menciptakan kondisi mikroklimat yang mendukung kehidupan tumbuhan dan organisme lain di sekitarnya.[5]

Lumut yang tumbuh di daerah lahan gambut, seperti lumut sphagnum, dapat menutupi tanah hingga mencapai ribuan kilometer persegi. Mereka memainkan peran penting dalam pembentukan gambut, dengan kemampuan mereka untuk menyerap air dalam jumlah besar dan menyimpannya dalam jaringan mereka. Ketika lumut sphagnum tumbuh, mereka menyerap air hujan dan menghalangi penguapan, yang membantu menjaga kelembapan tanah bahkan di musim kemarau. Proses ini juga mengurangi oksigen yang tersedia untuk mikroorganisme pembusuk, memperlambat dekomposisi bahan organik dan akhirnya menghasilkan gambut.[5]

Lumut memiliki peran vital dalam pengelolaan kelembapan tanah. Mereka hampir tidak pernah mengisap air dari dalam tanah, tetapi lebih sering berfungsi sebagai pelindung tanah. Lapisan lumut yang lebat dapat mengurangi penguapan air dari permukaan tanah, yang sangat penting dalam menjaga ketersediaan air di ekosistem yang lebih kering. Dengan cara ini, lumut dapat menciptakan kondisi yang mendukung berbagai jenis kehidupan dengan menjaga kelembapan tanah tetap stabil.[4]

Lumut daun, yang merupakan salah satu bentuk lumut yang paling dikenal, biasanya tumbuh tegak dan berukuran kecil. Daunnya tersusun teratur mengelilingi tangkai tanaman dalam pola spiral, yang memudahkan penyerapan air dan nutrisi dari atmosfer atau lingkungan sekitar mereka. Struktur ini memungkinkan lumut daun bertahan hidup di berbagai habitat, mulai dari hutan hujan tropis hingga daerah yang lebih dingin atau kering. Keberadaan lumut daun yang teratur dan kompak juga memberikan kontribusi penting terhadap ekosistem dengan membantu dalam proses filtrasi dan pengendalian erosi tanah..[4]

Reproduksi

sunting

Pada lumut daun, alat-alat kelaminnya terkumpul pada ujung batang atau ujung cabang-cabangnya, dan dikelilingi oleh daun-daun yang letaknya paling atas. Ada lumut daun berumah satu, yaitu jika terdapat anteridium dan arkegonium, sedangkan yang bersifat berumah dua jika kumpulan anteridium dan arkegonium terpisah tempatnya. Apabila anteridium ini sudah masak, maka akan membuka pada ujungnya, hal ini terjadi karena sel-sel dinding yang letaknya di ujung menjadi berlendir dan mengembang sehingga kutikulanya pecah. Hal tersebut juga terjadi pada arkegonium yang sel telurnya telah siap untuk dibuahi. Pada arkegonium, tepi bagian dindingnya terbuka dan akan membengkok ke luar dan berbentuk seperti corong. Apabila ada hujan, air ini sangat membantu spermatozoid menuju sel telur, dan sel telur ini menghasilkan sakarose untuk menarik spermatozoid dan gerakannya disebut sebagai gerak kemotaksis. Setelah terjadi pembuahan, akan terbentuk zigot, selanjutnya akan berkembang menjadi embrio kemudian berkembang menjadi sporofit.[3]

Pada tempat yang sesuai, spora akan berkecambah membentuk protonema. Protonema ini terdiri atas benang berwarna hijau, fototrof, bercabang-cabang, dan dapat dilihat dengan mata biasa karena mirip seperti hifa cendawan. Dari protonema, muncul rizoid yang tidak berrwarna dan memilki banyak sel degan sekat-sekat, dimana rizoid ini masuk ke dalam tanah bercabang-cabang. Pada keadaan cukup cahaya, protonema akan membentuk kuncup yang dapat berkembang menjadi tumbuhan lumut. Terjadinya kuncup diawali dengan adanya tonjolan-tonjolan ke samping pada cabang protonema. Lama-kelamaan pada ujungnya akan terjadi sel berbentuk piramida yang meristematik. Jika sel piramida terputus, akan tumbuh anakan baru dari sel tersebut.[5]

Terbentuknya banyak kuncup menyebabkan tumbuhan lumut tersusun seperti rumpun. Alat kelamin Musci terkumpul pada ujung batang atau ujung cabang dan dikelilingi oleh daun paling atas. Ada yang berumah satu dan ada yang berumah dua. Pada Musci, kapsul sporanya memiliki kolumela yang terletak di tengah dan dikelilingi oleh ruang yang berisi spora. Pada sporogonium muda, ruang sporanya diselimuti oleh jaringan asimilasi dan dibatasi oleh epidermis dari udara luar. Kolumela inilah yang berfungsi sebagai pemberi makanan dan penyimpan air bagi spora yang baru terbentuk. Di bawah kapsul spora terdapat mulut kulit. Susunan kapsul yang telah masak sangat khusus.Hal ini ditandai dengan mudahnya kapsul pecah sehingga spora terhambur keluar. Dengan bantuan seta, kapsul dapat terangkat sehingga spora yang terhambur mudah tertiup angin. Perkembangan embrio lebih cepat dari perkembangan dinding sel arkegonium sehingga embrio bertambah panjang dan menyebabkan robeknya dinding arkegonium. Bagian atas yang tetap menyelubungi kapsul spora disebut kaliptra dan bagian bawahnya sebagai sarung pada pangkal seta yang disebut vaginula.[4][5]

Lumut (Bryophyta) memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat dengan ganggang hijau, yang menunjukkan adanya hubungan filogenetik yang erat antara keduanya. Diperkirakan bahwa keduanya memiliki nenek moyang yang sama, yang berkembang menjadi kelompok tumbuhan darat pertama yang mampu hidup di lingkungan luar air. Sebagai bagian dasar dari pohon filogenetik tumbuhan darat, Bryophyta memiliki struktur tubuh yang sederhana dengan dua fase kehidupan utama: gametofit (fase seksual) dan sporofit (fase aseksual), yang umumnya memiliki masa hidup yang pendek.[8]

Klasifikasi

sunting

Bryophyta, dengan sekitar 16.000 spesies, terbagi menjadi tiga kelas utama: lumut hati (Hepaticeae), lumut daun (Musci), dan lumut tanduk (Anthocerotae). Setiap kelas ini memiliki ciri khas dan subkelompoknya masing-masing yang mencerminkan keragaman spesies dan adaptasi yang mereka miliki terhadap lingkungan.[10]

  1. Hepaticeae (Lumut Hati): Kelas ini mencakup dua bangsa utama, yaitu Marchantiales dan Jungermaniales. Lumut hati memiliki bentuk tubuh yang lebih pipih dan sering kali tampak seperti hati atau segi empat. Mereka dapat ditemukan tumbuh di tempat lembap dan memiliki kemampuan untuk menyerap air dengan efisien. Lumut hati umumnya tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan lumut daun dan memiliki lebih sedikit jaringan pembuluh.[11]
  2. Musci (Lumut Daun): Kelas ini adalah yang paling banyak spesiesnya dan terdiri dari tiga bangsa utama, yaitu Andreaeales, Sphagnales, dan Bryales. Lumut daun memiliki tubuh yang lebih tegak dan lebih besar dibandingkan dengan lumut hati. Beberapa spesies dalam kelas ini, seperti lumut sphagnum, dapat membentuk lapisan gambut yang sangat besar dan penting dalam ekosistem, khususnya di rawa-rawa. Lumut daun memiliki struktur yang lebih berkembang dengan kemampuan untuk mengangkut air dan nutrisi melalui jaringan pembuluh yang sederhana.[11]
  3. Anthocerotae (Lumut Tanduk): Kelas ini hanya mencakup satu bangsa, yaitu Anthocerothales. Lumut tanduk memiliki struktur tubuh yang lebih menyerupai tanduk, dengan sporofit yang muncul seperti tanduk kecil yang menonjol dari gametofitnya. Meskipun lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan lumut hati atau lumut daun, lumut tanduk memiliki peran ekologis yang penting di beberapa habitat.[11]

Contoh

sunting

Budidaya

sunting

Lumut sering dianggap sebagai gulma di halaman rumput, namun terkadang sengaja untuk tumbuh secara estetika yang dicontohkan oleh tukang taman Jepang. Di taman di kuil tua, lumut biasanya menjadi penghias dalam pemandangan hutan. Lumut dianggap menambah rasa tenang, tua, dan hening pada pemandangan taman. Lumut juga digunakan dalam bonsai untuk menutupi tanah dan memberikan kesan usia.[13] Namun, aturan budidaya belum diregulasi dengan jelas. Sementara ini, lumut dikumpulkan dengan cara menggunakan sampel yang ditransplantasikan dari alam ke dalam kantong penahan air. Beberapa spesies lumut sulit untuk dipelihara jauh dari lokasi alaminya karena syarat tumbuh uniknya berupa kombinasi cahaya, kelembapan, bahan kimia substrat, perlindungan dari angin, dll.

Hijauan di atap dan dinding

sunting

Lumut terkadang dimanfaatkan sebagai hijauan di atap. Penggunaan lumut dibandingkan tanaman lainnya dikarenakan pertimbangan beban berat, peningkatan penyerapan air, tidak memerlukan pupuk, dan toleransi kekeringan yang tinggi. Karena lumut tidak mempunyai akar sejati, maka dibutuhkan media tanam yang lebih sedikit dibandingkan tumbuhan tingkat tinggi dengan sistem perakaran yang luas. Dengan pemilihan spesies yang tepat untuk iklim setempat, lumut di atap hijau tidak memerlukan irigasi setelah tumbuh dan perawatan rendah.[14] Lumut juga digunakan pada kebun vertikal di dinding.

Moseri

sunting

Tren pengumpulan lumut di akhir abad ke-19 menyebabkan dibangunnya gudang lumut di banyak taman di Inggris dan Amerika. Lumut biasanya dibuat dari kayu berpalang, dengan atap datar, terbuka ke sisi utara (menjaga keteduhan). Sampel lumut dipasang pada celah antar bilah kayu. Seluruh lumut kemudian akan dibasahi secara teratur untuk mempertahankan pertumbuhan.[15]

Bentang tirta

sunting

Bentang tirta menggunakan banyak lumut air sebagai hiasan. Lumut akan tumbuh subur pada tingkat nutrisi, cahaya, dan panas yang rendah, dan mudah berkembang biak. Pemakaian lumut membantu menjaga kandungan kimia air yang cocok untuk ikan akuarium.[16] Tanaman ini tumbuh lebih lambat dibandingkan tanaman akuarium lainnya, dan cukup kuat.[17]

Penghambatan pertumbuhan

sunting

Lumut dapat menjadi gulma yang mengganggu dalam proses pembibitan dalam kontainer dan rumah kaca.[18] Pertumbuhan lumut yang kuat dapat menghambat kemunculan bibit dan penetrasi air serta pupuk ke akar tanaman.

Pertumbuhan lumut dapat dihambat dengan beberapa cara:

  • Mengurangi ketersediaan air melalui drainase.
  • Meningkatkan sinar matahari langsung.
  • Meningkatnya jumlah tanaman kompetitif seperti rumput.
  • Meningkatkan pH tanah dengan pemberian kapur.
  • Mengganggu lumut secara manual dengan penggaruk
  • Penerapan bahan kimia seperti besi sulfat (misalnya pada halaman rumput) atau pemutih (misalnya pada permukaan padat).
  • Dalam operasi pembibitan dalam wadah, bahan mineral kasar seperti pasir, kerikil, dan serpihan batu digunakan sebagai lapisan atas yang cepat kering dalam wadah tanaman untuk mencegah pertumbuhan lumut.

Penerapan produk yang mengandung besi sulfat atau Amonium besi(II) sulfat akan membunuh lumut; bahan-bahan ini biasanya terdapat dalam produk pengendalian lumut komersial dan pupuk. Belerang dan zat besi merupakan nutrisi penting untuk beberapa tanaman pesaing seperti rumput. Membunuh lumut tidak akan mencegah pertumbuhan kembali kecuali kondisi yang mendukung pertumbuhannya diubah.[19]

Manfaat

sunting

Tradisional

sunting

Masyarakat pra-industri memanfaatkan lumut yang tumbuh di daerah mereka.

Suku Sámi di Amerika Utara dan suku sirkumpolar lainnya menggunakan lumut sebagai alas tidur.[20] Lumut juga telah digunakan sebagai isolasi, baik untuk tempat tinggal maupun pakaian. Secara tradisional, lumut kering digunakan di beberapa negara Nordik dan Rusia sebagai penyekat antara batang kayu di kabin kayu, dan suku-suku di Amerika Serikat bagian timur laut dan Kanada bagian tenggara menggunakan lumut untuk mengisi celah di rumah panjang kayu. Masyarakat sirkumpolar dan alpine telah menggunakan lumut sebagai insulasi pada sepatu bot dan sarung tangan. Ötzi si Manusia Es memiliki sepatu bot yang dipenuhi lumut.[21]

Penelitian terbaru yang menyelidiki sisa-sisa Neanderthal yang ditemukan dari El Sidrón, mendapati bahwa makanan mereka terdiri dari kacang pinus, lumut, dan jamur. Hal ini berbeda dengan bukti dari lokasi lain di Eropa yang menunjukkan pola makan yang lebih bersifat karnivora.[22] Sedangkan, di Finlandia, lumut gambut telah digunakan untuk membuat roti di masa kelaparan.[23]

Lihat Juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ DOI:10.1130/G33122.1
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  2. ^ Goffinet, Bernard (2004). "Systematics of the Bryophyta (Mosses): From molecules to a revised classification". Monographs in Systematic Botany. Molecular Systematics of Bryophytes. Missouri Botanical Garden Press. 98: 205–239. ISBN 1-930723-38-5. 
  3. ^ a b c d Buku sekolah elektronik [Kistinnah, Endang Sri Lestari] (2009). Biologi 1 : Makhluk Hidup dan Lingkungannya Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-129-3 (no. jilid lengkap) / ISBN 978-979-068-131-6.  Periksa nilai |author-link1= (bantuan)
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ardianrisqi Kelas Lumut sejati. Diarsipkan 2010-03-23 di Wayback Machine. Diakses 23 Februari 2011
  5. ^ a b c d e f g h i Tjitrosoepomo, Gembong (Januari 2023). Taksonomi Tumbuhan: Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta (edisi ke-12 (Revisi)). Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786233591454. 
  6. ^ Buku sekolah elektronik [Anshori, Djoko Martono] (2009). Biologi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)-Madrasah Aliyah (MA) Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-129-3 ( no.jil.lengkap) / ISBN 978-979-068-130-9.  Periksa nilai |author-link1= (bantuan)
  7. ^ "Definition of BRYOPHYTE". www.merriam-webster.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-06. 
  8. ^ a b c d Lukitasari, Marheny (2019-12-07). MENGENAL TUMBUHAN LUMUT (Bryophyta): DESKRIPSI, KLASIFIKASI, POTENSI DAN CARA MEMPELAJARINYA. Cv. Ae Media Grafika. ISBN 978-602-6637-29-1. 
  9. ^ Najmi, Indah (2009). Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Jember: Jurusan Biologi: Fakultas MIPA IKIP PGRI. 
  10. ^ "Bryophyte - Mosses, Liverworts, Hornworts | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). 2024-11-15. Diakses tanggal 2024-12-06. 
  11. ^ a b c Sharma, O. P. (2014). Bryophyta (dalam bahasa Inggris). McGraw Hill Education. ISBN 978-1-259-06287-2. 
  12. ^ a b c d e f g Sujadmiko, Heri; Vitara, Pantalea Edelweiss (2021). Tumbuhan Lumut di Kampus UGM. Sleman, DI Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786023869442. 
  13. ^ Chan, Peter (1993). Bonsai Masterclass. New York City: Sterling Publishing Co. ISBN 978-0-8069-6763-9. 
  14. ^ "RoofTopGarden". Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 April 2011. Diakses tanggal 15 Desember 2024. 
  15. ^ "What is Moss? - To delete". Botanica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-15. 
  16. ^ "A Guide to Keeping and Growing Aquatic Moss". Aquascaping Love (dalam bahasa Inggris). 2016-04-12. Diakses tanggal 2024-12-15. 
  17. ^ "Mosses -". Aquasabi (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-15. 
  18. ^ Haglund, William A.; Russell and Holland (Summer 1981). "Moss Control in Container-Grown Conifer Seedlings" (PDF). Tree Planter's Notes(USFS). 32 (3): 27–29. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 19 Juli 2011. Diakses tanggal 15 Desember 2024. 
  19. ^ Steve Whitcher; Master Gardener (1996). "Moss Control in Lawns". Gardening in Western Washington. Washington State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-05. Diakses tanggal 2007-02-10. 
  20. ^ Mathews, Daniel; Audubon Society of Portland (1988). Cascade-Olympic natural history. Internet Archive. Portland, OR : Raven Editions in conjunction with the Audubon Society of Portland. ISBN 978-0-9620782-0-0. 
  21. ^ Kimmerer, Robin Wall (2019). Gathering moss: a natural and cultural history of mosses. Corvallis, Oregon: Oregon State University Press. ISBN 978-0-87071-499-3. 
  22. ^ Weyrich, Laura S.; Duchene, Sebastian; Soubrier, Julien; Arriola, Luis; Llamas, Bastien; Breen, James; Morris, Alan G.; Alt, Kurt W.; Caramelli, David (2017-04). "Neanderthal behaviour, diet, and disease inferred from ancient DNA in dental calculus". Nature (dalam bahasa Inggris). 544 (7650): 357–361. doi:10.1038/nature21674. ISSN 1476-4687. 
  23. ^ Engman, Max; Kirby, David Gordon (1989). Finland: people, nation, state. London Bloomington: C. Hurst Indiana university press. ISBN 978-1-85065-055-3.