Lukisan gua

Lukisan, seringkali Prasejarah, di Dinding dan Langit-Langit Gua
(Dialihkan dari Lukisan goa)

Lukisan gua adalah coretan, lukisan, atau cap yang terdapat di dinding gua atau tebing yang dibuat oleh orang-orang purba sebagai medium untuk menyampaikan pesan atau catatan-catatan peristiwa. Bentuk visual yang terdapat di dinding-dinding gua merupakan alat komunikasi antar manusia pada zaman dahulu.[1]

Salah satu lukisan gua yang ada di Maluku

Sejarah

sunting

Gambaran-gambaran gua yang dianggap cukup lama sebagai yang tertua ditemukan di Gua El Castillo Cantabria, Spanyol. Namun penghitungan yang dilakukan terhadap cap-cap tangan di gua-gua kawasan karst Leang Leang, Bantimurung, Maros, telah diumumkan tahun 2014, memberikan usia yang serupa, pada kisaran 40 000 tahun.[2] Lukisan figur tertua adalah lukisan babi di Gua Timpuseng, kawasan karst Leang Leang pula (35 000 tahun), sedikit lebih tua daripada lukisan di Gua Chauvet (Prancis) dan di Gua Coliboaia (Rumania) yang berusia 30 000 sampai 32 000 tahun.[3]

Makna pada lukisan-lukisan di gua dari Zaman Batu Tua (Paleolitikum) ini belum diketahui. Petunjuk tersebut menunjukkan bahwa fungsinya bukan sekadar dekorasi tempat tinggal, karena gua tersebut tidak memiliki tanda-tanda sebagai tempat tinggal tetap. Selain itu, guanya berada di daerah yang tidak mudah diakses. Ada teori yang menyatakan bahwa lukisan gua ini merupakan cara berkomunikasi manusia purba dengan manusia purba lainnya. Teori lain beranggapan bahwa lukisan tersebut merupakan sarana pemujaan atau upacara tertentu. Tema atau gambaran yang paling umum dalam lukisan gua tersebut adalah hewan-hewan liar besar, seperti bison, kuda, aurochs (moyang liar dari sapi Eropa), dan rusa, serta jiplakan (cap) tangan manusia yang dibubuhi pola-pola abstrak, yang disebut galur-salju jari. Spesies hewan-hewan tersebut cocok untuk perburuan oleh manusia, tetapi belum tentu ditemukan sebagai deposit tulang. Misalnya pelukis-pelukis dari Gua Lascaux meninggalkan sisa-sisa tulang rusa, tetapi spesies ini tidak muncul sama sekali dalam lukisan gua di sana, malahan kuda adalah yang paling umum digambarkan. Gambar manusia umumnya langka dan biasanya lebih skematik daripada gambar yang lebih rinci dan naturalistik dari gambar hewan. Satu penjelasan untuk ini mungkin bahwa lukisan realistis bentuk manusia.[4]

Pigmen pewarna yang digunakan yaitu, oker merah dan kuning, hematit, oksida mangan dan arang. Terkadang siluet hewan itu menggambarkan batu pertama, dan dalam beberapa gua banyak gambar hanya terukir dalam mode ini, membawa mereka sedikit keluar dari definisi yang ketat dari lukisan gua. Demikian pula, hewan besar juga merupakan objek paling umum dalam tulang diukir dan terukir banyak kecil atau gading, lebih jarang batu, potongan yang berasal dari periode yang sama. Tapi ini termasuk kelompok patung-patung Venus, yang tidak memiliki setara nyata dalam lukisan gua

Lukisan gua di Indonesia

sunting
 
Cap tangan di Gua Pettakere di Situs Prasejarah Leang Leang, Maros.

Gambar, cap (jiplakan, terutama telapak tangan), atau lukisan gua di Indonesia per 2017 ditemukan di Kalimantan (pegunungan kawasan Sangkulirang dan Pegunungan Meratus), Sulawesi Selatan (kawasan karst Leang-leang di Kabupaten Maros dan Pangkajene), Sulawesi Tenggara, Maluku (Pulau Seram dan Kepulauan Kei), dan Papua Barat (kawasan Rajaampat, seperti Teluk Speelman dan Kokas).[5]

Di Sulawesi sendiri menurut dugaan tim peneliti gua gabungan Indonesia dan Australia, terdapat paling tidak 242 gua atau cekungan dengan gambaran dari masa kuna.[6] Gua-gua ("leang") di kawasan Leang-leang memiliki lukisan dan cap yang termasuk tertua di dunia. Lukisan babi hutan (diperkirakan Sus celebensis') berusia mendekati 45 ribu tahun yang lalu ditemukan di Leang Bulu' Sipong 4[7] dan Leang Balangajia 1.[8] Lukisan dan cap di Kalimantan berusia mendekati 40 000 tahun, setua lukisan yang ada di Eropa.[9]

Makna warna

sunting

Pada penemuan di lima tempat berlainan dekat Ramasokat, ditemukan lukisan pada dinding karang yang terdiri dari dua kelompok yang berlainan. Pertama, kelompok lukisan dengan warna merah yang sudah rusak. Kedua adalah lukisan berwarna putih dengan keadaan masih baik. Menurut pendapat Roder, bahwa warna mengindikasikan tua mudanya lukisan. Roder[10] berpendapat bahwa lukisan yang berwarna merah lebih tua dari lukisan yang berwarna putih. Lukisan-lukisan ini berupa cap tangan, gambar kadal, manusia dengan perisai, dan orang dalam keadaan sikap jongkok sambil mengangkat tangan, yang semuanya berwarna merah. Sedangkan lukisan yang berwarna putih adalah lukisan-lukisan yang berupa lukisan burung dan perahu.

Nilai-Nilai

sunting

Sebagaimana telah disebut pada bagian atas bahwa lukisan yang terdapat pada dinding gua-gua di Sulawesi Selatan tidak hanya cap tangan. Namun, yang sangat menarik perhatian para peneliti prasejarah adalah cap tangan. Kosasih [11] mengatakan bahwa tujuan pembuatan lukisan itu ada kaitannya dengan kepercayaan mereka (bersifat religius). Artinya, karya seni tersebut dibuat tidak terkait langsung dengan tujuan artistik (menambah keindahan suatu objek yang dilukis), tetapi suatu usaha untuk dapat berkomunikasi dengan kekuatan supranatural. Oleh karena itu, para peneliti memperkirakan bahwa ide melukis dinding gua pada awalnya merupakan suatu permohonan kepada kekuatan tertentu agar apa yang diinginkan dapat tercapai, sesuai dengan apa yang dilukis. Mengenai lukisan cap tangan itu sendiri, Hendrik Robbert Van Heekeren [12] mengatakan bahwa lukisan itu ada hubungannya dengan upacara kematian dan kehidupan di alam lain (kehidupan setelah mati). Lebih jauh, Van Heekeren, dengan menggunakan studi etnoarchaelogy, mengaitkan antara cap tangan dan religi. Ia menyatakan bahwa cap tangan menggambarkan suatu perjalanan arwah yang telah meninggal yang sedang meraba-raba menuju ke alam arwah. Selain itu, cap tangan juga merupakan suatu tanda belasungkawa dari orang-orang yang dekat dengan yang mati. Umumnya lukisan yang ada di dinding gua-gua yang terdapat di Sulawesi Selatan berada pada tempat yang sulit dijangkau oleh tangan manusia (mendekati atap gua), sebagaimana yang terdapat di gua Leang-leang (Kabupaten Maros) dan gua Garunggung (Kabupaten Pangkep).

  • Sympathetic magic, yakni keyakinan akan adanya kekuatan dalam berburu (hanting magic), dan keyakinan akan adanya kekuatan dalam aspek kesuburan (fertility magic). Lukisan yang dapat dilihat berdasarkan Sympathetic Magic yang ada di kepulauan Maluku adalah lukisan yang ada di Di Kampung Dudumahan, pantai utara Pulau Nuhu Rowa. Salah satu lukisannya dianggap unik adalah pola manusia berjenis kelamin wanita dengan alat kelamin mencolok. Dari sini berdasarkan Sympathetic Magic bisa dikatakan berhubungan dengan masalah kesuburan. Kesuburan menjadi salah satu harapan manusia dalam hidupnya, manusia selalu mencari kesuburan baik dari segi alam maupun kelahiran. Kesuburan ini menjadi salah satu indikator manusia mampu bertahan hidup di dunia.
  • Rites magic, yaitu kekuatan gambar-gambar binatang dan manusia dalam satu ritual upacara magis. Berusaha lukisan-lukisan dari rites magic dimana manusia selalu mengadakan ritual-ritual upacara yang berhubungan dengan sebuah keyakinan kepada sang pencipta. Lukisan gua yang menggambarkan tentang rites magic terdapat dalam gua Pulau Seram dan Kepulauan Kei, di gua ini banyak gambar-gambar manusia, binatang, matahari dll. Pembuatan lukisan ini menunjukkan bahwa manusia pada masa itu berusaha untuk menujukan tingkat kecerdasan kemampuan mereka dalam melaksanakan kepercayaannya. Kepercayaan merupakan suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Kepercayaan ini menjadi sebuah landasan manusia untuk menjalankan hidupnya, maka untuk itu manusia pada masa itu berusaha untuk mengabadikan hal-hal yang berhubungan dengan sebuah kepercayaan masyarakat.

Semua yang digambarkan dalam lukisan gua pada masa prasejarah merupakan sebuah bentuk refleksi dari kehidupan yang di jalani pada masanya. Kehidupan mereka bergantung pada alam. Gua sebagai tempat mereka berteduh dan beristirahat atau sebagai tempat tinggal yang dijadikan sebagai salah satu tempat untuk mengekspresikan perjalanan hidup. Lukisan ini merupakan sebuah perwakilan kata-kata manusia pada masa itu yang ingin disampaikan kepada masyarakat lainnya dan akhirnya menjadi bukti bagi manusia sekarang untuk mempelajarinya sekaligus merupakan inspirasi bagi pelukis untuk membuat sebuah karya lukisan dalam bentuk dan bahan yang berbeda.

Referensi

sunting
  1. ^ http://uun-halimah.blogspot.com/2008/05/lukisan-cap-tangan-pada-dinding-dinding.html
  2. ^ Ghosh, Pallab. "Cave paintings change ideas about the origin of art". BBC News. BBC News. Diakses tanggal 8 October 2014. 
  3. ^ Zorich, Zach (January–February 2012). "From the Trenches – Drawing Paleolithic Romania". Archaeology. 65 (1). Diakses tanggal 7 March 2013. 
  4. ^ Schiller, Ronald.1972. Reader's Digest: Marvels and Mysteries of The World Around Us. The Reader's Digest Association
  5. ^ Tim Viva.Menjelajahi Tujuh Lukisan Gua Prasejarah di Indonesia. Viva blog. Diakses 12 Desember 2017.
  6. ^ Anonim (12 Desember 2019). "World's oldest artwork uncovered in Indonesian cave: study". The Jakarta Post. Diakses tanggal 6 Juni 2021. 
  7. ^ Aubert, M.; et al. (2019). "Earliest hunting scene in prehistoric art". Nature. 576: 442–445. doi:10.1038/s41586-019-1806-y. 
  8. ^ Brumm, A.; et al. (2021). "Oldest cave art found in Sulawesi". Science Advances. 7 (3): eabd4648. doi:10.1126/sciadv.abd4648. 
  9. ^ Larson, Christina (7 Nov. 2018). "Oldest known animal drawing found in remote Indonesian cave". phys.org from AP. Diakses tanggal 6 Juni 2021. 
  10. ^ Poesponegro, marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia I “Zaman Prasejarah di Indonesia“. Jakarta: Balai Pustaka
  11. ^ Kosasih, S.A. (1983). Lukisan Gua di Indonesia sebagai Data Sumber Penelitian arkeologi”, Pertemuan Ilmiah Arkeologi III. Jakarta
  12. ^ http://orlabs.oclc.org/identities/np-heekeren,%20h%20r%20van$hendrik%20robbert$1902