Lo Ban Teng
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Artikel ini menggunakan kata-kata yang berlebihan dan hiperbolis tanpa memberikan informasi yang jelas. |
Lo Ban Teng lahir di Tang-Ua-Bee-Kee, kota Cio-bee, provinsi Hok-kian, Tiongkok Tengah pada tanggal 1 bulan keenam tahun 2437 (Masehi 1886), adalah ayah dari Lo Siauw Gok, seorang sinshe dan guru kung fu legendaris Indonesia.
Keluarga dan kehidupan awal
suntingAyahnya bernama Lo Ka Liong yang memiliki toko arak " Kim Oen Hap", Ia sendiri berasal dari Eng-teng, sebuah kota lain dalam provinsi Hok-kian.
Ban Teng yang perawakannya kokoh-kekar semenjak kecil, seorang anak yang 'nakal'. Ketika ia berusia kira-kira 17 tahun, ayahnya mengirimnya ke Indonesia untuk tinggal di rumah saudara misannya (Chin-Thong) di kampung Selan, Semarang. Ban Teng tidak kerasan (betah) dan hanya berdiam 7 bulan, ia kembali ke Tiongkok.
Pada usia 19 tahun Ban Teng dinikahkan ayahnya dengan seorang gadis dari Eng-Teng bernama Lie Hong Lan. Dari perkawinan ini ia memperoleh seorang puteri yang dinamakannya Lo Lee Hoa. Ia juga mengangkat seorang anak lelaki untuk menyambung marganya dan dinamakan Lo Siauw Eng.
Ayah dan Ibunya meninggal dunia ketika Ban Teng berusia 23 tahun.
Peranan dalam dunia kungfu Indonesia
suntingGuru silat Ban Teng bernama Yoe Tjoen Gan, seorang antara 5 murid terbaik dari ahli silat Tjoa Giok Beng dari Coan-ciu, pemimpin cabang silat Siauw Lim Ho Yang Pay. Yoe Tjoen Gan adalah seorang pembuat bongpay. Ia meninggal ketika Ban Teng berusia 27 tahun dan mewarisan kepada Ban Teng sejilid buku resep-resep obat dan sejilid buku tentang ilmu silat Ho Yang Pay serta sebuah ban pinggang dari kulit yang sampai sekarang masih disimpan para ahli waris Ban Teng).
Ban Teng juga dikenal dengan julukan Pek Bin Kim Kong (Malaikat berwajah putih).
Pek Bin Kim Kong Lo Ban Teng datang kembali ke Semarang - Indonesia pada tahun 1927 saat ia berusia kira-kira 41 tahun.Ia mengajak seorang kemenakannya Bernama Lim Tjoei Kang (belakangan namanya juga terkenal dalam kalangan kun-thao di Indonesia) yg dititipkan pada Su-siok Lo Ban Teng yaitu sin-she Sim Yang Tek di Singapura (Sampai sekarang terkenal dalam kalangan persilatan di sana).
Belum lama bermukim di Semarang Ban Teng kecantol Go Bin Nio seorang gadis yang ramah halus budi bahasanya. Kemudian nona ini menjadi nyonya Lo yang kedua. Di Tiongkok Ban Teng punya seorang istri dan seorang anak perempuan bernama Lee Hwa.
Setahun kemudian lahir anak pertama dan diberi nama Siauw Hong. Ban Teng bersembahyang kepada arwah gurunya Yoe Tjoen Gan bahwa anak pertamanya diberi marga sesuai gurunya Yoe. Yoe Siauw Hong kemudian hari diserahkan kepada istri pertama Ban Teng di Tiongkok. Lo Ban Teng dari istrinya Go Bin Nio memiliki 12 anak tidak termasuk Lee Hwa dan Siauw Eng .Anak ke 2 Lo Siauw Gok (1931), ke3 Siauw Bok (1934) ke 4 Siauw Tiauw. Tahun 1938 Ban Teng pindah ke Jakarta dan tinggal bersama sin she Lo Boen Lioe (juga jago kun-thao) di Kongsi Besar. anak ke 5 Siauw Loan, ke 6 Siauw Gim, ke 7 Siauw Tjoen, ke 8 Siauw Ling (1943), ke 9 Siauw Tjiok (1947), ke 10 Siauw Tjioe (1949), ke 11 Siauw Koan (1952), ke 12 Siauw Nyo (1955).
Akhir hayat
suntingLo Ban Teng meninggal dunia pada tanggal 27 Juli 1958 dalam usia 72 tahun.
Lo Siauw Gok menjadi ahli waris dan penerus kemahiran silat dan pengobatan dari ayahnya. Informasi terakhir sebagian anak cucu Lo Ban Teng tinggal di pinggiran Jakarta di perumahan "Modernland" - Tangerang.[butuh rujukan]