Lex loci solutionis


Lex loci solutionis adalah asas yang melihat bahwa hukum yang berlaku dari suatu perjanjian adalah tempat di mana suatu perjanjian dilaksanakan.[1] Asas ini berangkat dari asas locus regit actum, namun peranannya jarang digunakan. Asas lex loci solutionis sendiri sebenarnya variasi dari penerapan locus regit actum yang fungsinya untuk menyelesaikan permasalahan kontrak,[1] yang mana dalilnya adalah tempat pelaksanaan perjanjian adalah tempat yang lebih relevan dengan kontrak dibandingkan tempat pembuatan perjanjian.[2] Teori mengenai perjanjian dicoba dikonkritkan oleh Morris melalui teorinya yang bernama The Proper Law of Contract, atau hukum yang layak bagi kontrak. Teori ini berisi sistem hukum yang dikehendaki oleh para pihak, atau apabila kehendak yang dimaksud tidak diatur secara tegas atau tidak dapat diketahui dari keadaan sekitar, maka The Proper Law of Contract ini bedasarkan sistem hukum yang paling erat dan nyata dengan transaksi yang terjadi.[3]

Bedasarkan hal tersebut, meski kontrak sah di tempat pembuatannya, hal ini tidak berlaku apabila bertentangan dengan sistem hukum di tempat pelaksanaan kontrak. Meski menemui titik terang, titik gelap yang lain tetap terjadi ketika suatu kontrak dilaksanakan di tempat-tempat yang berbeda. Namun hal ini bisa dilakukan dengan meundukkan kontrak dengan sistem hukum yang berbeda-beda.[2] Asas ini kemudian disempurnakan menjadi masih memungkinkan untuk menundukkan suatu kontrak pada berbagai sistem hukum yang berbeda (depecage), meski akan menyulitkan pengadilan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Asas ini termasuk pendekatan Tradisional Hukum Perdata Internasional.

Contoh

sunting

Terjadi kontrak ekspor-impor sepatu dari Indonesia ke Jerman antara CV Maju Banget dengan Jan Tenan (WN Jerman), dan telah disepakati dalam kontrak nahwa hukum Indonesia akan berlaku apabila terjadi perselisihan di kemudian hari. Apabila perselisihan tersebut terjadi di pengadilan Jerman, maka harus digunakan hukum Indonesia. Namun apabila pilihan hukum tidak ditetapkan, maka asas lex loci contractus atau lex loci solutionis akan berlaku.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Purwadi, Ari (2016). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Surabaya: Pusat Pengkajian Hukum dan Pembangunan (PPHP) Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. hlm. 172. 
  2. ^ a b Seto, Bayu (2013). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. hlm. 272. 
  3. ^ Khairandy, Ridwan (1999). Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Yogyakarta: Gama Media. hlm. 114.