Leon Salim

Asal Leon Salim sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia

Leon Salim (9 Maret 1912 – 14 Juni 2000) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia asal Minangkabau. Sejak masih pelajar, ia sudah terlibat dalam perjuangan kemerdekaan lewat berbagai organisasi berhaluan nasionalis, sehingga membuat ia berulang kali masuk penjara, baik pada masa penjajahan Belanda maupun zaman Jepang. Memasuki dekade 1930-an, ia berkecimpung di politik melalui Partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) pimpinan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Selama masa revolusi fisik, ia aktif di militer. Setelah itu, ia bekerja di pemerintahan sebagai pegawai Departemen Penerangan RI.[1]

Kehidupan awal

sunting

Leon Salim lahir di Jorong Tiakar Guguak, Nagari VIII Koto, Kabupaten Lima Puluh Kota pada 9 Maret 1912. Ayahnya bernama Salim, seorang petani. Leon memperoleh pendidikan formal di sekolah pemerintah Hindia Belanda. Namun, pada 1925, ketika masih berusia 13 tahun, ia dikeluarkan dari sekolah bersama dua orang temannya, yaitu Damanhuri Djamil dan Soehaimi Rasjad, karena aktif di Barisan Muda, organisasi yang bertujuan membangkitkan kesadaran perjuangan melawan Belanda. Di organisasi tersebut, Leon Salim adalah pendiri sekaligus sekretaris untuk cabang Tiakar Guguk.[1][2]

Kiprah

sunting

Pada masa awal pendudukan Jepang di Sumatera Barat, Leon dan Chatib mendirikan Pemuda Nippon Raya. Tujuannya adalah meminimalkan pengaruh propaganda Jepang di kalangan pemuda, tetapi berpura-berpura membantu Jepang, Dalam perjalanan, Jepang mengetahui hal tersebut dan membubarkan Pemuda Nippon Raya pada akhir 1942. Sementara itu, Leon ditangkap dan selama delapan hari mendekam dalam tahanan Jepang. Pada tahun berikutnya, Leon mengikuti pelatihan militer di Giyugun dan memimpin pembentukan Giyugun Ko En Bu (Kantor Lasykar Rakyat) untuk wilayah Agam dan Bukittinggi.[1]

Setelah Indonesia merdeka, ia aktif di militer melalui Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang selanjutnya menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Ia juga duduk sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Kabupaten Agam. Akan tetapi, waktu banyak tersita untuk tugas-tugas militer. Ia pernah dipercaya menjadi Kepala Polisi TKR. Selanjutnya, ia bergabung di Divisi Banteng dengan jabatan Wakil Kepala Penerangan, Kepala Badan Penyelidik, Kepala Penghubung Masyarakat, dan Kepala Penyidik Masyarakat.[1]

Pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Leon merupakan staf Gubernur Militer Sumatera Tengah Sutan Mohammad Rasjid. Setelah itu, ia baru benar-benar fokus dalam pemerintahan sebagai Kepala Departemen Penerangan Sumatera Tengah (1950–1953) dan pegawai Biro Pers dan Hubungan Masyarakat Departemen Penerangan RI (1953–1963).[1]

Akhir kehidupan

sunting

Pada 1986, Leon Salim merilis autobiografinya yang diterbitkan oleh Departemen Sosial RI. Setelah pensiun, Leon banyak menetap di Payakumbuh. Sebagai saksi dan pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan, ia kerap menjadi narasumber penelitian sejarah oleh peneliti asing dan nasional.[1]

Kehidupan pribadi

sunting

Leon Salim membina biduk rumah tangga dengan Zainab Abbas dan dikaruniai tiga orang anak. Mereka yakni Irman, Irmas, dan Irma Luki. Tokoh ini meninggal dunia dalam usia 88 tahun di Jakarta pada 14 Juni 2000.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g Hasril Chaniago; Rahmat Irfan Denas, ed. (2023). Ensiklopedia Tokoh 1001 Orang Minang. 2. Padang: UMSB Press. 
  2. ^ Pejuang kemerdekaan Sumbar-Riau: pengalaman tak terlupakan. Yayasan Pembangunan Pejuang 1945 Sumatra Tengah. 2001.