H. Leo Imam Sukarno atau lebih dikenal dengan nama Leo Kristi (8 Agustus 1949 – 21 Mei 2017) adalah musisi pengelana yang amat menikmati karier musiknya di jalanan. Rekan-rekannya (sudah almarhum) seperti Gombloh atau Franky Sahilatua memilih untuk “mendarat” di satu tempat, meski secara karya, rekan - rekannya itu tetap bersuara lantang tentang alam, cinta atau sosial 1. Ikut mendirikan satu grup musik beraliran rock progresif bernama Lemon Trees bersama Gombloh dan Franky, Leo Kristi merasa menemukan “pengembaraan” musikalnya lewat perjalanan panjang menjelajah Nusantara. Setelah memisahkan diri dari Lemon Tree's, Leo Kristi lebih suka tampil dalam konser dengan memakai jubah hitam di atas panggung.

Balada adalah ciri khas dari hampir seluruh musik yang diciptakannya.

Riwayat Hidup

sunting

Pendidikan

sunting

Leo yang beragama Islam ini memasuki dunia Sekolah Dasar pada tahun 1961 di SD Kristen Surabaya. Setelah itu ia memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1964. Pada masa ini Leo juga masuk ke Kursus Musik Dasar oleh Syam Kamaruzaman. Sekolah dilanjutkan di SMA Negeri 1 Surabaya pada tahun 1967. Ia sempat berkuliah di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya pada tahun 1971. Ia tidak menyelesaikan kuliahnya karena lebih disibukan dengan dunia musiknya dan berdagang cilor, tetapi di sinilah ia bertemu Gombloh dan mengawali karier sebagai pemusik keliling (trubadur).

Dunia musik

sunting

Musik adalah dunia yang dikenalnya sejak kecil. Leo kecil menyimak setiap irama yang dimainkan tiap subuh oleh ayahnya, H.M. Iman Soebiantoro (almarhum), seorang pensiunan pegawai negeri yang juga merupakan seorang musisi. Sejak kecil, Leo Kristi aktif dalam kegiatan menyanyi di gereja, dan juga sebagai bagian dari kegiatan sekolah dasarnya, meskipun ia sendiri muslim. Leo waktu itu sekolah di SD Kristen, Surabaya pada tahun 1961. Ia berkata bahwa musik baginya sahabat, menyambut nyanyian sebagai kecintaan.

Di SMP pula ia mendapat sebuah gitar dari ayahnya. Lalu, ia masuk kursus Tony Kerdijk, Direktur Sekolah Musik Rakyat di Surabaya. Untuk menyanyi ia belajar pada Nuri Hidayat dan John Garang. Ia juga pernah kursus gitar pada Poei Sing Gwan dan Tan Ek Tjoan. Dua gitaris yang diakuinya cukup memberi pengaruh pada musiknya. Di SMAN 1 Surabaya, ia tidak lepas dari kewajiban berbaris dan ikut menyanyikan lagu-lagu perjuangan di bawah Tugu Pahlawan.

Ia juga bergabung dalam band sekolah beraliran rock n' roll bernama "Batara" yang beranggotakan teman-temannya dari SMA: Ratno, Karim, Soen Ing, John Kotelawala, Andre Muntu, dan Harry Darsono (kini menjadi desainer nasional). Mereka kerap kali mereka menyanyikan lagu-lagu milik The Beatles dan namanya cukup terkenal di kawasan lokalisasi Surabaya.

Di kalangan wartawan, Leo adalah sosok yang sulit dicari, tetapi bisa tiba-tiba muncul dan menggelar konser. Sebelum dikenal sebagai musisi, pria yang logat jawa timurannya masih sangat kental ini pernah menjadi penjual buku Groliers American Books dan karyawan pabrik cat Texmura. Leo juga pernah menjadi penyanyi di restoran "China Oriental" dan "Chez Rose" (1974-1975) dan menyanyi di LIA dan Goethe Institut Surabaya.

Konser Rakyat Leo Kristi

sunting

Musik Leo lahir dalam grup yang ia beri nama "Konser Rakyat Leo Kristi" (KRLK) bersama Naniel Yakin, Mung Sriwiyana, serta kakak beradik Lita Jonathans dan Jilly Jonathans, sampai albumnya yang ketiga. Di album keempat (Nyanyian Cinta), Lita dan Jilly Jonathans digantikan oleh Titi Sutopo / Titi Ajeng/ Titi Manyar, dan tetap didukung Naniel dan Mung. Di album ke-5 Yayu masuk formasi, selain Titi, Mung, dan Naniel, tetapi nama Yayu tidak ada lagi pada album ke-6 (Lintasan Hijau Hitam).

Album ke-8 KRLK yang merupakan aransemen baru dari sejumlah lagu sebelumnya, dikerjakannya bersama Titi Manyar, kakak beradik Yana dan Nona Vanderkley, Mung Sriwiyana, Ote Teguh Abadi, Markis Alkatiri dan Wahab, serta beberapa pendukung lainnya. Album ke-9 (Diapenta Anak Merdeka) yang dikerjakannya di Bali dan memakan waktu lama melibatkan beberapa musisi antara lain:

  • Cecilia Mars,
  • Jimmy Sila’a pada keyboards, drums programming, effect, electric bass, cakra;
  • Boge pada keyboards, drums programming, classic gitar.
  • Dore pada keyboards, drums programming “Dayu Jiwa”;
  • Sinyo electric guitar “Bra bra Desember”;
  • Kennedy Gobel: Guitar Hawai “Nafas Anak Merdeka”;
  • Tjok Bagoes (Habil) Suparba: Keyboards;
  • Komang Jayanegara: Cakra, Suara Burung,
  • Slamet R.

Musik KRL menyenandungkan balada, semangat cinta bangsa, dan kisah-kisah rakyat yang lebih banyak dalam irama folk, country, dan didukung dengan lirik-lirik yang puitis.

Hampir tak pernah absen dalam beberapa kali pementasan memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Album KRLK yang sekarang menjadi barang langka antara lain:

  • Nyanyian Fajar (1975)
  • Nyanyian Malam (1976)
  • Nyanyian Tanah Merdeka (1977)
  • Nyanyian Cinta (1978)
  • Nyanyian Tambur Jalan (1980)
  • Lintasan Hijau Hitam (1984)
  • Biru Emas Bintang Tani (1985) yang gagal beredar
  • Deretan Rel Rel Salam Dari Desa (1985, aransemen baru)
  • (Diapenta) Anak Merdeka (1991)
  • Catur Paramita (1993)
  • Menghantam Birahi (1990)
  • Tembang Lestari (1995, direkam pada CD terbatas)
  • Warm, Fresh and Healthy (17 Desember 2010)
  • terakhir album Hitam Putih Orche (2014)5 Diarsipkan 2014-11-29 di Wayback Machine..

Bagi Leo, rekaman konon lebih merupakan paket dokumentasi perkembangan musiknya.

Kegembiraan yang dihadirkan oleh Leo Kristi dengan gitar bolong di pangkuannya memang melenakan, sekaligus mengharukan. Musikus balada lainnya seperti Franky Sahilatua, Iwan Fals, dan Doel Sumbang telah dengan sadar berdamai dengan pasar sehingga secara finansial lebih dari berkecukupan. Leo Kristi tetap setia di jalur musinya, menggelandang dan bersentuhan langsung dengan kehidupan rakyat jelata dalam proses kreatif penciptaannya. Maka, dengan lagu balada yang sarat dengan lirik patriotisme dan cinta, ia tetap menggelorakan semangat juang.

Leo Kristi dengan Konser Rakyat-nya, ternyata mempunyai penggemar, yang nyaris men-tradisi (selain seumuran dengan Leo juga terus mengikuti dengan aktif berkontribusi hingga kini), yang tergabung dalam sebuah komunitas dengan nama LKers (Komunitas Pecinta Musik Konser Rakyat Leo Kristi)8. LKers dibuat oleh dan untuk penikmat karya legendaris pemusik troubadour Leo Kristi yang terekam dalam sejumlah album Konser Rakyat Leo Kristi (KRLK).

Alamat korespondensi komunitas ini (link) antara lain Yahoo Groups. Terdapat juga beberapa blog yang menginformasikan tentang Leo Kristi dan kiprahnya.7

Filmografi

sunting
Tahun Judul Dikreditkan sebagai Catatan
Komponis
1977 Letnan Harahap Ya
1989 Nyoman Cinta Merah Putih Ya
1990 Soerabaia 45 Tidak Sebagai aktor

Meninggal dunia

sunting

Leo Kristi meninggal pada hari Minggu, 21 Mei 2017 sekitar pukul 00:30 WIB di Rumah Sakit Immanuel Bandung, Jawa Barat. Sebelum dimakamkan, jenazah penyanyi dengan nama asli Leo Imam Sukarno ini saat ini disemayamkan di rumah duka di Jakarta, di Jalan Bongas II E7 No, 17 Jatiwaringin Asri, Pondok Gede, Jakarta Timur.[1]

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting
  1. Biografi Leo Kristi, blog Nasrul Wafi.
  2. Leo Kristi: HIS JOURNEY CONTINUES WITH SPIRIT, Kuswandini D, The Jakarta Post edisi 5 September 2009.
  3. Leo Kristi, Blog Sashakirana (webcache)
  4. Video KRLK dan LKers, Youtube channel, koleksi Albert Go
  5. Hitam Putih Orche Diarsipkan 2014-11-29 di Wayback Machine., LKers
  6. Lirik Lengkap Konser Rakyat Leo Kristi Diarsipkan 2017-01-12 di Wayback Machine., blog aroengbinang.
  7. Antara Aku dan Leo Kristi, Blog Denok Hastuti.
  8. Komunitas Pecinta Musik Konser Rakyat Leo Kristi, LKers, Grup Facebook