Lembaga penyiaran asing

Lembaga Penyiaran Asing adalah lembaga penyiaran yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan luar negeri dan berpusat di luar wilayah Indonesia.[1] Lembaga sejenis ini dilarang didirikan di Indonesia, dan hanya dapat membuka perwakilan atau menempatkan koresponden untuk melakukan kegiatan peliputan atas izin pemerintah.[1][2][3] Kegiatan peliputan tersebut berupa siaran tidak tetap dan jurnalistik.[1][2] Siaran tidak tetap yang dimaksud adalah kegiatan yang tidak dilakukan secara berkala dan merupakan peristiwa yang terjadi di Indonesia yang mempunyai nilai untuk diketahui oleh masyarakat internasional.[1][2]

Latar belakang

sunting

Pada tanggal 19 Oktober 2009, Menteri Komunikasi dan Informatika menandatangani Peraturan Menteri Kominfo No. 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing.[4] Terbitnya Peraturan Menteri ini didasarkan pada Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002, khususnya yang dinyatakan pada bab 3.[4] Selain itu, Peraturan Menteri ini juga mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing, khususnya Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.[4]

Kantor penyiaran

sunting

Untuk mendukung kegiatan jurnalistik lembaga penyiaran asing di Indonesia, maka pemerintah mengizinkan lembaga penyiaran asing mendirikan kantor penyiaran asing untuk mendukung korespondensi dan melalukakan kegiatan administratif.[1][3][5] Ketentuan wajib yang harus dipenuhi antara lain:[1] Pertama, kantor penyiaran asing bukan merupakan stasiun penyiaran.[1] Kedua, kantor penyiaran asing harus berlokasi di ibu kota negara (Jakarta) dan berada pada wilayah yurisdiksi Negara Republik Indonesia.[1] Kantor penyiaran asing yang didirikan oleh lembaga penyiaran asing di Indonesia diberikan izin operasi selama lima tahun.[1] Izin operasi tersebut dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan tiga bulan sebelum izin berakhir.[1]

Perizinan

sunting

Untuk mendapatkan perizinan liputan, lembaga penyiaran asing harus mengajukan surat permohonan tertulis kepada Menteri Komunikasi dan Informatika.[1] Dalam surat permohonan tersebut harus jelas dicantumkan alasan, jangka waktu, dan lokasi kegiatan, dilengkapi rekomendasi dari perwakilan pemerintah Republik Indonesia di negara asal tempat lembaga penyiaran asing tersebut.[1] Dalam melakukan kegiatan siaran, lembaga penyiaran asing dapat membawa perangkat pengiriman dan penerimaan siaran ke satelit atas izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.[1] Selanjutnya, bahan siaran meliputi audio, video, foto, dan dokumen yang diperoleh dari kegiatan peliputan di Indonesia wajib disimpan oleh lembaga penyiaran asing dalam jangka waktu setidaknya satu tahun setelah peliputan.[1]

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 42 tahun 2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing
  2. ^ a b c Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 49 tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing
  3. ^ a b (Indonesia) Kompas Nasional. "Lembaga Penyiaran Asing Dilarang Berdiri di Indonesia". Diakses tanggal 25-Februari-2015. 
  4. ^ a b c (Indonesia) Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi. "Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia Berdasarkan Ketentuan Yang Berlaku". Diakses tanggal 25-Februari-2015. 
  5. ^ Undang-undang Penyiaaran nomor 32 tahun 2002 Bagian keenam bab 3 pasal 27