Lembaga keuangan berdampak sistemik

Lembaga keuangan berdampak sistemik adalah bank, perusahaan asuransi, atau lembaga keuangan lain yang kegagalannya dapat memicu krisis keuangan. Lembaga keuangan berdampak sistemik juga biasa disebut sebagai "terlalu besar untuk gagal".[1]

Setelah krisis finansial 2007–2008 mereda, komunitas internasional bertekad melindungi sistem keuangan global dengan cara mencegah kegagalan lembaga keuangan yang berdampak sistemik, atau walaupun gagal, agar dampak negatifnya tidak meluas.[2][3][4] Pada bulan November 2011, Financial Stability Board (FSB) menerbitkan daftar lembaga keuangan yang berdampak sistemik global.[5]

Pada bulan November 2010, Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) memperkenalkan panduan baru (dikenal sebagai Basel III) yang juga menargetkan lembaga keuangan berdampak sistemik. Fokus utama dari panduan Basel III adalah untuk meningkatkan kecukupan modal bank dan untuk memperkenalkan tambahan modal bagi lembaga keuangan yang berdampak sistemik global.[6] Walaupun begitu, pada tahun 2012, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa aturan modal yang lebih ketat di Basel III, yang terutama didasarkan pada aset tertimbang menurut risiko, dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan secara negatif.[7][8]

Dalam hal tersebut, FSB dan BCBS hanya bertindak sebagai organisasi riset dan pengembangan kebijakan, bukan sebagai pembuat kebijakan. Sehingga tergantung pemerintah dari tiap negara untuk membuat kebijakan yang sesuai untuk lembaga keuangan berdampak sistemik di negaranya masing-masing. Regulator di tiap negara pun bebas menentukan kriteria lembaga keuangan yang dapat disebut berdampak sistemik.

Hampir semua lembaga keuangan berdampak sistemik beroperasi sebagai induk dari sejumlah anak usaha, yang terkadang dapat mencapai ratusan.[butuh rujukan] Walaupun induknya terletak di suatu negara, di mana mereka digolongkan sebagai sebuah lembaga keuangan berdampak sistemik, anak-anak usahanya dapat berada di sejumlah negara berbeda, sehingga anak-anak usahanya harus mengikuti peraturan yang berlaku di negara tersebut.

Untuk saat ini, belum ada regulator global untuk lembaga keuangan berdampak sistemik, sehingga belum ada istilah insolvensi global, kebangkrutan global, dan bailout global. Tiap perusahaan diperlakukan secara berbeda di tiap negara. Secara teori, tiap negara bertanggung jawab menangani krisis keuangan yang bermula di negaranya masing-masing, agar tidak menyebar ke negara lain. Namun hal tersebut menjadi agak sulit, karena tiap negara memiliki kriteria yang berbeda untuk menentukan lembaga keuangan mana yang berdampak sistemik.

Definisi

sunting

Hingga bulan November 2011, saat laporan lembaga keuangan berdampak sistemik global diterbitkan oleh FSB,[5] belum ada definisi standar untuk lembaga keuangan berdampak sistemik nasional.[9] Namun, BCBS mengemukakan[per kapan?] faktor untuk menilai apakah suatu lembaga keuangan benar berdampak sistemik, yakni ukurannya, kompleksitasnya, keterhubungannya, aktivitas globalnya, dan kurangnya pengganti untuk infrastruktur keuangan yang mereka sediakan.[butuh rujukan] Pada sejumlah kasus, penilaian dari ahli juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu lembaga keuangan dapat dikatakan berdampak sistemik atau tidak.[butuh rujukan]

Bank di Jepang yang dianggap berdampak sistemik diuji stres oleh International Monetary Fund (IMF). Bank di Tiongkok sebagian besar dimiliki oleh pemerintah dan diuji stres oleh otoritas perbankan nasional.

Uni Eropa dan Swiss

sunting

Bank berdampak sistemik global ditentukan oleh empat kriteria utama, yakni ukuran, aktivitas global, kompleksitas, dan substitutabilitasnya. Daftar bank berdampak sistemik global diterbitkan setahun sekali oleh Financial Stability Board (FSB). Bank berdampak sistemik global harus memiliki tingkat modal dan biaya modal yang lebih tinggi daripada bank lain.

Pada bulan November 2013,[10] FSB menerbitkan daftar bank berdampak sistemik global, yang berisikan Bank of America, Bank of China, Bank of New York Mellon, Barclays, BBVA, BNP Paribas, Citigroup, Credit Suisse, Deutsche Bank, Goldman Sachs, Groupe BPCE, Crédit Agricole, HSBC, ING Bank, Industrial and Commercial Bank of China, JPMorgan Chase, Mitsubishi UFJ Financial Group, Mizuho Financial Group, Morgan Stanley, Nordea, Royal Bank of Scotland, Banco Santander, Société Générale, Standard Chartered, State Street, Sumitomo Mitsui Banking Corporation, UBS, UniCredit, dan Wells Fargo.

Jika dibandingkan dengan daftar bank berdampak sistemik global yang diterbitkan pada tahun 2011, terdapat tiga bank baru, yakni BBVA, Standard Chartered, dan Industrial and Commercial Bank of China Limited, untuk menggantikan Dexia, karena sedang menjalani proses resolusi, serta Commerzbank dan Lloyds, karena aktivitas global mereka menurun.

Amerika Serikat

sunting

Uji stres

sunting

Di Amerika Serikat, bank-bank terbesar diatur oleh Federal Reserve (FRB) dan Office of the Comptroller of Currency (OCC). Keduanya mengatur kriteria penentuan, menentukan hipotesis skenario terburuk, dan mengawasi uji stres tahunan. Sebanyak 19 bank yang beroperasi di Amerika Serikat telah diwajibkan menjalani uji stres sejak tahun 2009. Bank yang kesulitan menjalani uji stres diwajibkan menunda pembelian kembali saham, mengurangi besaran deviden, dan menambah modal, jika diperlukan.

Kecukupan modal

sunting

Pada bulan Desember 2014, Federal Reserve Board (FRB) menerbitkan proposal untuk menaikkan kecukupan modal pada bank berdampak sistemik global di Amerika Serikat.[11] Proposal tersebut menerapkan bingkai kerja tambahan modal yang difinalisasi oleh BCBS pada tahun 2011, serta juga mengajukan perubahan pada metodologi kalkulasi BCBS yang menyebabkan tambahan modal yang lebih besar untuk bank berdampak sistemik global di Amerika Serikat daripada bank berdampak sistemik global di negara lain. Proposal tersebut belum difinalisasi, namun PwC meyakini bahwa proposal tersebut akan difinalisasi pada tahun 2015.[12]

Proposal tersebut mewajibkan bank berdampak sistemik global di Amerika Serikat untuk memiliki modal tambahan (Modal Inti Utama 1) dengan jumlah setidaknya sama dengan hasil dari penghitungan dua metode. Metode pertama sesuai dengan bingkai kerja BCBS, dan menghitung jumlah tambahan modal berdasarkan ukuran, keterhubungan, aktivitas global, substitutabilitas, dan kompleksitas dari bank tersebut. Sementara metode kedua yang diperkenalkan oleh Amerika Serikat menggunakan masukan yang serupa, namun menggantikan elemen substitutabilitas dengan penilaian yang didasarkan pada ketergantungan bank terhadap pendanaan jangka pendek.[12]

Regulasi modal bank berbasis pasar

sunting

Dalam hal manajemen risiko, uji stres memiliki efektivitas yang terbatas. Dexia lolos dari uji stres di Eropa pada tahun 2011, namun dua bulan kemudian, Dexia mengajukan garansi bailout sebesar €90 milyar.(Goldfield 2013)[13] Goldfield, seorang Profesor Ekonomi yang pernah menjadi Mitra Senior Goldman Sachs, Jeremy Bulow dari Stanford, dan Paul Klemperer dari Oxford, berpendapat bahwa Equity Recourse Note (ERN), yang mirip dengan obligasi konversi kontijensi, seharusnya digunakan oleh semua bank berdampak sistemik, untuk menggantikan utang yang tidak tersekuritisasi. "ERN akan menjadi obligasi jangka panjang dengan ciri bahwa jika setiap bunga atau pokok yang terutang harus dibayar pada tanggal ketika harga saham lebih rendah daripada harga yang telah ditentukan sebelumnya, maka akan dibayar dalam bentuk saham pada harga yang telah ditentukan sebelumnya."(Goldfield 2013)[13] Melalui ERN, bank yang kesulitan dapat memperoleh akses ke ekuitas karena investor yang bersedia akan membeli ERN serupa dengan ketika menyatukan hipotek subprima. Namun pada kasus tersebut, pasarlah yang mengambil resikonya, bukan masyarakat umum. Perbankan dapat menjadi pro-siklikal dengan berkontribusi pada ledakan ekonomi. Namun bank yang bermasalah akan enggan meminjamkan dananya, karena mereka kerap tidak dapat memperoleh tambahan ekuitas dari investor baru.[14] (Goldfield et al 2013)[13] mengklaim bahwa ERN akan menjadi "penyeimbang terhadap pro-siklisitas."

Rencana resolusi

sunting

Undang-Undang Reformasi Wall Street dan Perlindungan Konsumen Dodd-Frank mewajibkan bank yang memiliki aset setidaknya $50 milyar dan lembaga keuangan non bank yang ditetapkan oleh Financial Stability Oversight Council untuk diawasi oleh Federal Reserve, menyerahkan rencana resolusi tiap tahun kepada Federal Reserve (FRB) dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Tiap rencana, yang biasa disebut sebagai niat hidup, harus mendeskripsikan strategi perusahaan untuk melakukan resolusi yang cepat dan tertib sesuai peraturan kebangkrutan jika tiba-tiba mengalami kesulitan keuangan.[15]

Mulai tahun 2014, perusahaan kategori 2 juga diwajibkan menyerahkan rencana resolusi.[16]

Kewajiban penyerahan rencana resolusi pada Undang-Undang Dodd Frank Act merupakan tambahan terhadap peraturan FDIC yang mewajibkan rencana covered insured depository institution ("CIDI") terpisah untuk CIDI dari bank besar. FDIC mewajibkan rencana resolusi CIDI terpisah untuk bank dengan aset setidaknya $50 milyar. Sebagian besar bank terbesar di Amerika Serikat pun harus menyerahkan rencana resolusi untuk bisnis utama dari bank tersebut, serta untuk anak usahanya yang paling siginifikan, serta setidaknya satu rencana CIDI, tergantung pada jumlah anak usaha yang asetnya paling sedikit $50 milyar. Mirip seperti asumsi yang dibuat untuk rencana resolusi, baru-baru ini FDIC menerbitkan asumsi yang harus dimuat di rencana CIDI, termasuk jika asumsi pada CIDI gagal.[17]

Kontrak keuangan dengan pengecualian
sunting

Saat sebuah perusahaan menjadi insolven, secara umum, kreditur dan rekanannya dilarang menghentikan, menyita agunan, atau mengambil tindakan lain yang terkait dengan kontraknya dengan perusahaan tersebut. Namun di bawah peraturan di Amerika Serikat, rekanan yang kontrak keuangan dengan pengecualiannya dikecualikan dari larangan tersebut, dapat melakukan tindakan yang terkait dengan kontraknya pada akhir keesokan harinya. Apabila perusahaan tersebut di bawah pengawasan kurator, FDIC harus memutuskan apakah kontrak tersebut dialihkan ke lembaga keuangan lain, atau tetap mempertahankan kontrak tersebut dan memperbolehkan rekanan untuk menghentikannya, atau menolak kontrak tersebut dan membayar rekanannya.[18]

Pada bulan Januari 2015, Menteri Keuangan Amerika Serikat menerbitkan pemberitahuan bahwa ia akan menerbitkan peraturan baru untuk mewajibkan penyimpanan riwayat kontrak keuangan dengan pengecualian. Peraturan tersebut akan mewajibkan lembaga keuangan yang berdampak sistemik di Amerika Serikat dan sejumlah afiliasinya untuk menyimpan sejumlah informasi secara elektronik mengenai posisi kontrak keuangan dengan pengecualian pada akhir hari, agar dapat menyediakan informasi tersebut kepada regulator dalam waktu 24 jam jika diminta. Peraturan baru tersebut dimaksudkan untuk membantu FDIC dalam mengambil keputusan berdasarkan kontrak keuangan dengan pengecualian dari perusahaan tersebut, terkait dengan kewenangan lebih besar yang diberikan kepada FDIC di bawah Orderly Liquidation Authority (OLA).[18]

Catatan

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-11. Diakses tanggal 2021-11-21. 
  2. ^ Moenninghoff, S. C.; Ongena, S.; Wieandt, A. (22 January 2015). "The Perennial Challenge to Abolish Too-Big-To-Fail in Banking: Empirical Evidence from the New International Regulation Dealing with Global Systemically Important Banks": 10, 11, 28. SSRN 2440613 . 
  3. ^ Jenkins, Patrick; Davies, Paul (November 30, 2009). "Thirty groups on systemic risk list". Financial Times. 
  4. ^ "G20 to press ahead with plans for two-tier bank risk rating". Financial Times. November 10, 2010. 
  5. ^ a b Financial Stability Board (November 2011). "List of Systemically Important Financial Institutions" (PDF). 
  6. ^ BCBS (November 2011). "Global systemically important banks: Assessment methodology and the additional loss absorbency requirement – final document". BIS. 
  7. ^ Slovik, Patrick (February 2012). "OECD study on regulation of systemically important banks". OECD Economics Department Working Papers. OECD. doi:10.1787/5kg0ps8cq8q6-en . 
  8. ^ Slovik, Patrick (February 2012). "Abstract: Systemically Important Banks and Capital Regulation Challenges". St. Louis: Research Division of the Federal Reserve Bank (RePec). 
  9. ^ "Some banks will be disappointed not to be on the G-Sifi list for regulation". The Observer. 6 November 2011. 
  10. ^ "2013 update of group of global systemically important banks(G-SIBs)" (PDF). 
  11. ^ "Federal Reserve Proposed Rule to Further Strengthen the Capital Positions of the Largest, Most Systemically Important U.S. Bank Holding Companies" (PDF). Federal Reserve. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-12-26. Diakses tanggal 2021-11-21. 
  12. ^ a b "G-SIB capital: A look to 2015" (PDF). PWC. PwC Financial Services Regulatory Practice. December 2014. 
  13. ^ a b c Bulow, Jeremy; Goldfield, Jacob; Klemperer, Paul (29 August 2013). "Market-based bank capital regulation". Diakses tanggal 29 August 2013. 
  14. ^ Harford, Tim (28 August 2013). "Markets must force banks, like petulant toddlers, to grow up". Financial Times. Diakses tanggal 29 August 2013. 
  15. ^ U.S. Regulators Fail 'Living Wills' at Five of Eight Big Banks[pranala nonaktif permanen] April 13, 2016
  16. ^ "2014 Resolution planning: The guidance you won't receive" (PDF). PwC. PwC Financial Services Regulatory Practice. April 2014. 
  17. ^ "First take: Ten key points from the FDIC's resolution plan guidance" (PDF). PwC. PwC Financial Services Regulatory Practice. December 2014. 
  18. ^ a b "Resolution preparedness: Do you know where your QFCs are?" (PDF). PwC. PwC Financial Services Regulatory Practice. March 2015. 

Pranala luar

sunting