Langkah Lama Merupakan aliran kepercayaan yang berasal dari Suku Talang Mamak di Riau. Agama ini bersifat animisme dikarenakan kepercayaan adanya roh leluhur atau disebut ninik-datuk, dan juga mahkluk mahkluk gaib disebut juga mahkluk halus.

Bagi Orang yang berasal dari Suku Talang Mamak yang memeluk Islam mereka menyebut diri mereka dengan sebutan Langkah Baru. Hal ini dilakukan untuk membedakan antara pemeluk Langkah Lama dan Islam.[1][2] Sementara bagi Suku Talang Mamak yang menganut Langkah Lama, akan menyebut Orang dari suku mereka yang memeluk Islam sebagai Orang Melayu. Menurut mereka, yang membedakan mereka dengan suku Melayu adalah agama yang dianut.

Aliran Kepercayaan Langkah Lama pada Suku Talak Mamak juga sering disebut dengan Islam Langkah Lama. Penyebutan kata Islam di depan frasa Langkah Lama mungkin ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat tersebut dengan eksistensi Tuhan dalam konsep Islam dan Nabi Muhammad SAW. Yang jelas mereka juga sering menyebut dirinya sebagai Orang Adat untuk membedakan mereka dengan yang menjadi Muslim atau sudah menganut agama lain, misal Katholik. Orang Talak Mamak penganut Langkah Lama juga mengklaim diri mereka sebagai Orang Adat. Hal ini karena mereka masih menunjukkan identitas sukunya dengan jelas, masih mewarisi tradisi leluhur (misal, berambut panjang, memakai sorban/songkok, atau gigi hitam karena makan pinang). dan masih melaksanakan upacara-upacara adat secara ketat.[3]

Beberapa upacara atau ritual adat dalam aliran ini bertentangan dengan agama-agama Samawi (Islam, Kristen atau Katholik). Misal, dalam salah satu prosesi pesta perkawinan Talak Mamak diadakan judi dan sabung ayam.[2] Prosesi ini merupakan syarat mutlak, sah atau tidaknya perkawinan itu. Contoh lainnya adalah Upacara Adat Batambak. Inti dari upacara ini adalah menghormati roh-roh orang yang sudah meninggal.

Kontroversi

sunting

Mahkamah Konsitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Pasal 61 Ayat (1) & (2), dan Pasal 64 Ayat (1) & (5) UU Nomor 23 Tahun 2006 jo UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) yang diajukan oleh empat orang perwakilan Penghayat Kepercayaan: Nggay Mehang Tana, Pagar Damanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.[4]

Alasan pemohon, aturan pengosongan kolom agama dalam Kartu Keluarga (KK) dan KTP elektronik dalam UU tersebut telah merugikan hak konstitusional dan tidak berpihak terhadap status kewarganegaraan Penghayat Kepercayaan. Implikasinya, akan menyulitkan mereka ketika hendak mengakses Dokumen Kependudukan (akta nikah atau kelahiran), bahkan ketika mereka akan mencari pekerjaan. Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 (Putusan MK 97/2016[5]), akhirnya permohonan tersebut dikabulkan secara keseluruhan.

Meski Putusan MK 97/2016 diapresiasi oleh, khususnya, Orang Suku Talang Mamak,[6] namun putusan tersebut masih menjadi kontroversi. Orang Talang Mamak berharap di kolom KTP ada kolom agama Islam Langkah Lama. Sedangkan pemerintah menafsirkan Putusan MK tersebut sebagai pencantuman "Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa".[7]

Referensi

sunting
  1. ^ Agnes, Priscilla (12 Juli 2010). "Langkah Lama; Agama Adat Talang Mamak". wacana. Diakses tanggal 6 April 2019. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b Soedjatmoko; Rahardian, Binsar (15 Oktober 2005). "Buhul Adat Suku Talang Mamak". liputan6. Diakses tanggal 6 April 2019. 
  3. ^ Gilung. "Talang Mamak: Hidup Terjepit Di Atas Tanah Dan Hutannya Sendiri - Potret Konflik Kehutanan Antara Masyarakat Adat Talang Mamak Di Kabupaten Indrairi Hulu, Provinsi Riau Dengan Industri Kehutanan" (PDF). aman. Diakses tanggal 6 April 2016. 
  4. ^ Firmansyah, Nurul. "Setelah Konstitusi Mengakui Penghayat Kepercayaan". programpeduli. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-06. Diakses tanggal 6 April 2019. 
  5. ^ "Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016" (PDF). mkri. Diakses tanggal 6 April 2019. 
  6. ^ Tanjung, Banda Haruddin (8 November 2017). "Suku Pedalaman Riau Apresiasi Putusan MK Soal Penghayat Kepercayaan di KTP". okezone. Diakses tanggal 6 April 2019. 
  7. ^ Sucahyo, Nurhadi (10 April 2018). "Penghayat Kepercayaan: Setelah Putusan MK dan Kolom KTP". voaindonesia. Diakses tanggal 6 April 2019.