La Mohang Daeng Mangkona

La Mohang Daeng Mangkona adalah seorang tokoh Bugis Wajo yang diklaim mendirikan pemukiman di Samarinda Seberang bersama rombongannya dari tanah Wajo pada permulaan abad ke-18 Masehi. Ia diklaim wafat dan dimakamkan di Samarinda Seberang.

Hikayat Merantau ke Samarinda Seberang

sunting

Hikayat bermukimnya La Mohang Daeng Mangkona pertama kali di Samarinda Seberang sekurang-kurangnya terdapat tiga versi.

  1. La Mohang Daeng Mangkona beserta rombongan dari Wajo memilih meninggalkan kampung halamannya daripada harus tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda yang waktu itu sudah menguasai Kerajaan Gowa akibat Perjanjian Bongaya. Daeng Mangkona menyeberang ke Pulau Kalimantan dan singgah di wilayah Kerajaan Kutai Kertanegara ing Martapura. Setelah meminta izin pada Raja Kutai waktu itu, Daeng Mangkona beserta rombongan menetap di kawasan Samarinda Seberang. Penetapan waktu peristiwa ini diduga terjadi pada tanggal 21 Januari 1668.[1]
  2. Menurut catatan Kesultanan Kutai Kartanegara, waktu kedatangan rombongan Bugis Wajo di Samarinda pertama kali terjadi pada tahun 1708.[2]
  3. La Mohang Daeng Mangkona tiba di Samarinda Seberang setelah menuruti instruksi La Madukelleng (1730-1765) untuk mencari wilayah baru. Peristiwa ini disebutkan terjadi pada tahun 1730 pada masa pemerintahan Raja Kutai Kartanegara Aji Pangeran Dipati Anom Panji Mendapa ing Martapura (1730–1732).[3]

Kontroversi

sunting

Dalam riset sejarawan Belanda seperti S.W. Tromp, J. Eisenberger, dan C.A. Mees yang meneliti riwayat kedatangan Bugis ke Kutai, tidak terdapat adanya tokoh bernama La Mohang Daeng Mangkona. Penelitian Tromp tahun 1887 berjudul Eenige Mededeelingen Omtrent de Boeginezen van Koetai mengungkapkan, kepala suku Bugis (pua adu) yang diajukan suku Bugis dan disetujui Raja Kutai adalah Anakoda Latuji. Mees juga mencatat dalam De Kroniek Van Koetai bahwa kepala suku Bugis yang membuat “Surat Perjanjian Bugis dengan Raja Kutai” adalah Anakoda La Tujing. Eisenberger mencatat bahwa tokoh Bugis pertama di Samarinda adalah Pangeran Terawei pada tahun 1730.

Adapun makam di Samarinda Seberang yang dipugar dan diberi plang "Makam La Mohang Daeng Mangkona" diakui baru ditemukan oleh M. Thaha pada tahun 1990-an.[4] Sebelumnya, Moh. Nur Ars bersama tim peneliti sejarah Samarinda (1986) menginventarisasi hanya ada dua makam tua yang dapat dikategorikan sebagai peninggalan purbakala di Samarinda, tanpa menyertakan makam Daeng Mangkona.[5]

Referensi

sunting
Catatan kaki
  1. ^ Penyusun 2004, hlm. 168.
  2. ^ Kedaton 1940.
  3. ^ Ars 1986, hlm. 3.
  4. ^ Vaturusi 2007, hlm. 39.
  5. ^ Ars 1986, hlm. 53-54.
Daftar Pustaka
  • Ars, Moh. Nur, dkk (1986). Sejarah Kota Samarinda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 
  • Kedaton, Demang (1940). Silsilah Kutai. Tenggarong: Tidak diterbitkan. 
  • Penyusun, Tim (2004). Merajut Kembali Sejarah Kota Samarinda. Samarinda: Pemerintah Kota Samarinda. 
  • Vaturusi, Umar dan Herman A. Hasan (2007). Pengabdiannya Menuai Penghargaan Mutiara-Mutiara Samarinda Edisi Ketiga. Samarinda: Pemerintah Kota Samarinda.