Kyrou Paideia

(Dialihkan dari Kyro Paideia)

Kyrou Paideia (bahasa Yunani: Κύρου παιδεία; bahasa Latin: Cyropaedia) adalah sebuah biografi[1] tetang kaisar Persia, Koresh yang Agung (bahasa Yunani: Kyrous; bahasa Latin: Cyrus). Kyrou Paideia ditulis oleh seorang prajurit Athena abad ke-4 SM, Xenophon. Kyrou Paedia sendiri bermakna "Pendidikan Koresh."

Kyrou Paideia

Dalam substansinya, Kyrou Paideia adalah suatu "roman politik, menggambarkan pendidikan pemimpin idela, dilatih untuk memerintah sebagai seorang penguasa yang murah hati atas bawahn-bawahannya yang mengagumi dan menurutinya."[2]

Buku 1

sunting

Buku ini dibuka dengan si pengarang menyatakan bahwa karya ini dimulai sebagai perenungan tentang apa yang membuat rakyat dengan sukarela menuruti sejumlah penguasa dan bukan yang lainnya. Di mana-mana, pengarang mengamati, manusia gagal mematuhi penguasanya; satu perkecualian adalah Koresh (Cyrus), raja Persia, "yang membuat sejumlah besar orang dan kota dan bangsa menjadi patuh".[2]

Buku 2–7

sunting

Buku 2 sampai 7 meliput kehidupan Koresh, ketika masih menjadi taklukan penting Kerajaan Madai, kemudian kariernya menuju pembentukan kekaisaran terbesar yang pernah dikenal dunia saat itu. Ini adalah bagian utama karya tersebut di mana tokoh Koresh sering ditunjukkan sebagai contoh kebajikan klasik, tetapi pada saat yang sama juga sering menunjukkan tendensi Machiavellian.

Buku 8

sunting

Buku 8 adalah sketsa kepemimpinan Koresh sebagai raja dan pandangannya mengenai monarki.

Warisan

sunting

Dalam sastra purbakala klasik, Kyrou Paideia dianggap suatu karya agung dari seorang pengarang yang dihormati dan dipelajari secara luas.[3] Polybius, Cicero, Tacitus, Dionysios dari Halikarnassos, Quintilianus, Aulus Gellius dan Longinus "menempatkannya pada peringkat di antara filsuf dan sejarawan terbaik".[4] Para penulis klasik percaya bahwa Xenophon menyusun karya ini sebagai respons terhadap Republik karya Plato, atau sebaliknya, dan karya Plato yang lain, Laws tampaknya merujuk kepada Kyrou Paideia.[5] Di antara para pemmimpin zaman klasik, Scipio Aemilianus dikatakan selalu membawa satu salinan bersamanya,[6] dan merupakan bacaan favorit Aleksander Agung dan Julius Caesar.[7]

Kyrou Paideia dibangkitkan kembali di Eropa Barat selama masa akhir Abad Pertengahan sebagai suatu makalah praktis mengenai kebajikan politik dan organisasi sosial.[8] Karya ini memberi pengaruh penting pada genre akhir Abad Pertengahan dan Renaissance yang dikenal sebagai "mirrors of princes ("cermin para pangeran")", yang berupaya memberikan contoh kelakuan untuk mendidik orang muda sebagai para pemimpin masa depan.[9][10] Giovanni Pontano, Bartolomeo Sacchi, Leon Battista Alberti dan Baldassare Castiglione semua memperlakukan Koresh sebagai suatu teladan kebajikan.[11]

Karya ini terus dibaca dan dihormati luas dalam masa modern awal dan selama Abad Pencerahan. Karya Machiavelli, The Prince, yang menandai titik balik menuju pemikiran politik modern, menggunakan genre mirror sebagai contoh, terutama sangat dipengaruhi oleh Kyrou Paideia, dan menampilkan suatu bacaan Xenophon lebih rumit, tampaknya kritis terhadap pendekatan idealistik mengenai permukaan penggambaran Xenophon, sementara bacaan Xenophon memberi orang lain pesan-pesan yang lebih penting mengenai penggunaan tipuan oleh Koresh, dan bahaya orang-orang seperti itu bagi republik.[12] Christopher Nadon menggambarkan Machiavelli sebagai "pembaca Xenophon yang paling terkenal dan paling fanatik".[7] Menurut Leo Strauss, Machiavelli merujuk kepada Xenophon lebih dari kombinasi penulis-penulis yang lebih terkenal seperti Plato, Aristoteles, dan Cicero.[13] (Gilbert 1938, hlm. 236) menulis: "Koresh dalam Xenophon adalah seorang pahlawan bagi banyak tokoh sastra pada abad keenam belas, tetapi bagi Machiavelli ia benar-benar hidup".

Di antara para penulis modern setelah Machiavelli, Montaigne, Montesquieu, Rousseau, Bacon, Jonathan Swift, Bolingbroke, Shaftesbury, Edward Gibbon, dan Benjamin Franklin "semua setuju dengan pandangan klasik" mengenai nilai pentingnya Xenophon sebagai filsuf dan sejarawan. John Milton menyebut karya-karyanya ilahi, dan setara dengan Plato.[4] Edmund Spenser dalam pendahuluannya pada The Faerie Queene mengatakan bahwa "Xenophon lebih disukai daripada Plato, karena kedalaman pertimbangannya, membentuk suatu Commune welth, sedemikian seharusnya; tetapi yang lain dalam pribadi Koresh, dan orang-orang Persia, memberi model suatu pemerintahan, sedemikian yang terbaik: Lebih banyak menguntungkan dan berguna adalah doktrin dengan teladan, kemudian dengan pemerintahan." Di antara para pemimipin milter, Gustavus Adolphus dan James Wolfe dipengaruhi oleh karya ini.[7] Filsuf Inggris, Sir Thomas Browne memberi judul makalahnya, The Garden of Cyrus (1658) selama masa Protektorat Cromwell, menggambarkan Koresh (Cyrus) sebagai penanam yang ahli dan teratur dan sebagai Pemimpin ideal.

Karya ini juga sering dipakai sebagai model untuk gaya prosa yang benar dalam Attic Greek klasik, suatu keahlian yang menjadi bagian pendidikan dan pengajaran di antara para pria abad ke-18 di Eropa dan Amerika Serikat. Misalnya, Thomas Jefferson mempunyai dua salinan pribadi dalam perpustakaannya, mungkin karena alasan ini.[14] Dalam zaman modern, reputasinya menurun, bersamaan dengan studi-studi klasik lainnya; pernah digambarkan sebagai "tentunya satu dari dari buku yang paling cermat yang terletarikan dari dunia purba,"[6] sebuah pandangan yang ditentang oleh orang lain, seperti Potter, yang menemukannya "ditulis dengan gaya paling menawan, sederhana, dan elegan yang dapat dibayangkan."[15]

Pada abad ke-19, Xenophon dan Kyrou Paideia dianggap lebih rendah mutunya dibandingkan dengan para penulis dan karya-karya klasik lainnya. Ini disebabkan karena subjek sejarah di dalamnya dipandang tidak cocok dengan pandangan konsensus periode itu. Namun, Steven Hirsch[16][17] dan Steven Anderson[18][19] berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa sejarah dasar dalam Kyrou Paideia lebih dapat dipercaya daripada peristiwa-peristiwa yang digambarkan oleh Herodotus dalam karyanya, Histories.

Referensi

sunting
  1. ^ Sancisi-Weerdenburg, Heleen (1993), "Cyropaedia", Encyclopaedia Iranica, 6.5, Costa Mesa: Mazda 
  2. ^ a b Xenophon (1914), Miller, Walter, ed., Cyropaedia: The Education of Cyrus, London: William Heinemann Ltd. 
  3. ^ (Nadon 2001, hlm. 4)
  4. ^ a b (Nadon 2001, hlm. 3)
  5. ^ (Diogenes Laertius & 3.34)
  6. ^ a b Cawkwell, George (1972), The Persian Expedition (introduction), Penguin Classics 
  7. ^ a b c (Nadon 2001, hlm. 6)
  8. ^ Nadon, Christopher (2001), Xenophon's Prince: Republic and Empire in the Cyropaedia, Berkeley: UC Press, ISBN 0-520-22404-3 
  9. ^ (Nadon 2001, hlm. 13)
  10. ^ Gilbert, Allan (1938), Machiavelli's Prince and Its Forerunners, Duke University Press  p.12
  11. ^ (Nadon 2001, hlm. 6–7)
  12. ^ (Nadon 2001, hlm. 13–25)
  13. ^ Strauss, Leo (1958), Thoughts on Machiavelli, University of Chicago Press  p.291
  14. ^ "Cyrus Cylinder: How a Persian monarch inspired Jefferson". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2013-03-11. Diakses tanggal 2016-09-23. 
  15. ^ John Potter, Archaeologia Graeca, or The Antiquities of Greece, Vol. II, p. 101 [1]
  16. ^ Steve W. Hirsch, The Friendship of the Barbarians: Xenophon and the Persian Empire (Hanover NH: University Press of New England, 1985.
  17. ^ Steven W. Hirsch, “1000 Iranian Nights: History and Fiction in Xenophon’s Cyropaedia”, in The Greek Historians: Literature and History: Papers Presented to A. E. Raubitschek (Saratoga, CA: ANMA Libra, 1985), pp. 65-85.
  18. ^ Steven D. Anderson, Darius the Mede: A Reappraisal (Grand Rapids: Amazon/CreateSpace, 2014).
  19. ^ Steven D. Anderson, Darius the Mede: A Reappraisal (original PhD thesis)

Sumber

sunting

Pranala luar

sunting